Di ranjang di malam pengantin ku habiskan waktu bersama dengan Shiva tapi bukan untuk memadu kasih namun berbagi cerita dan curahan hati. Aku tahu Shiva masih trauma menerima sentuhan dari laki-laki sekalipun aku suaminya. Dia takut, meringkuk di tepian ranjang pengantin kami yang berhiaskan bunga mawar merah selayaknya pada ranjang pertama lainnya.
"Tidak apa-apa Shiva. Aku tidak akan memaksamu berhubungan denganku. Aku tahu kamu takut. Kamu tidak bisa lupa dengan kejadian itu. Aku tidak apa-apa kok, aku bisa menerimamu karena ini bukan salahmu ataupun keinginanmu," kataku.
Shiva menatapku masih dengan rasa takut. Melihat sorot matanya yang ketakutan dan waspada kepada diriku membuat hatiku sakit. Rasanya dadaku ini sedang di iris-iris. Sakit tapi tak berdarah. Tak kusadari aku menunduk dan air mataku mengalir dengan derasnya. Aku tidak dapat lagi menahan rasa sakit bertubi-tubi di dadaku. Karena ku orang yang ku sayang di lecehkan. Di sakiti jiwa dan raganya. Ya Allah kuatkan hati ku demi dia yang telah ternoda karena aku memilihnya.
"Maafkan aku Shiva telah memberikan rasa sakit padamu bahkan sebelum aku bisa membahagiakan dirimu. Aku janji aku tidak akan meninggalkanmu dan mengkhianati cinta kita. Kamu tidak harus melayani diriku. Akulah yang akan melayanimu, melindungimu, dan aku akan selalu disisimu dan tidak akan pernah berubah apapun yang terjadi," ujarku mengeluarkan seluruh isi hatiku.
RAJA... Shiva memanggilku. Aku mengangkat kepala ke arah Shiva.
"Kamu ingat aku Shiva?" tanyaku.
Shiva mengangguk dan dia mulai mengeluarkan kata-kata kepadaku.
"Terima kasih sudah menikahi diriku. Aku tahu ini untuk melindungi diriku dan keluargaku. Untuk menjaga kehormatan kami. Setelah ini jika kamu menalak aku, aku ikhlas. Kamu berhak mendapatkan istri wanita yang suci tidak kotor sepertiku. Sekali lagi terima kasih atas kepedulian dan rasa kasihan mu kepadaku," ucap Shiva.
Aku tidak menyangka dia berpikir demikian. Di saat dia mengalami ini semua karena aku. Karena aku memilih dia hingga Fatima berbuat kejam padanya.
"Kamu salah Shiva. Aku menikahimu karena aku cinta padamu. Pilihanku padamu sangat tepat. Kamu wanita yang sangat terhormat bahkan setelah apa yang kamu alami kamu masih terhormat. Kamu memikirkan aku dan kebaikanku karena itu kamu tidaklah kotor tapi kamu sangat terhormat. Jadi kumohon jadilah istriku dan hiduplah bersamaku hingga Allah sendirilah yang memisahkan kita dengan kematian. Selain itu kita buktikan kepada orang itu bahwa apapun yang dia lakukan itu tidak memisahkan cinta kita," kataku sambil memohon. Kata-kata Shiva membuat ku semakin yakin hidup bersama dengan dia.
"Orang itu siapa, Ja? Siapa yang kamu maksud?" selidik Shiva.
"Orang yang membayar para preman untuk melecehkan kamu. Fatima," kataku.
"Jangan bicara sembarangan ya, Ja! Fatima mungkin marah dengan kita tapi dia tidak akan berbuat begitu. Dia wanita baik. Dia sahabatku," kata Shiva mencoba menyangkal.
Betapa baik hatinya Shiva, di saat dia sudah disakiti seperti ini pun dia masih bisa berprasangka baik terhadap orang yang telah menjahati dirinya. Aku tersenyum melihat kebaikan dirinya. Aku mendekatinya hingga di ujung ranjang. Ku putar rekaman video yang ku ambil diam-diam saat mencuri dengar pembicaraan Fatima dengan orang yang ku yakini preman suruhannya. Shiva menangis mendengar rekaman itu.
"Astaghfirullah, betapa teganya Fatima kepadaku," Isak Shiva.
"Karena itu kita jangan berpisah ya Shiva. Semua sudah terjadi tidak ada yang bisa kita lakukan dengan itu. Sekarang kita hanya punya pilihan untuk tetap bersama menghadapi semua cobaan atau berpisah tanda kita kalah. Ini ujian untuk cinta kita dan pernikahan kita. Aku harap kamu mau bertahan denganku dan berjuang bersama menuju sakinah," kataku mencoba meyakinkan sebisa mungkin.
Shiva menatapku lama sekali. Dia diam tapi aku tahu dia sedang mempertimbangkan perkataanku. Lama sekali hingga akhirnya dia mengangguk perlahan. Alhamdulillah.
"Tapi aku punya syarat, Ja," kata Shiva padaku.
"Syarat apa? Jika aku mampu aku akan memenuhi permintaan darimu," kataku mencoba terlihat meyakinkan.
"Fatima jangan di apa-apakan ya! Kasihan," kata Shiva padaku.
Aku terkejut dengan apa yang baru saja kudengar. Shiva masih mengasihi orang yang jahat padanya. Padahal aku, orang tuaku juga orang tuanya sudah sepakat untuk melaporkan Fatima ke pihak berwajib. Sungguh baik hati istriku ini. Aku yang penuh amarah dan rasa sakit bertubi-tubi karena dirinya di jahati oleh orang lain kini semua itu sirna.
Dalam hatiku kurasakan cinta luar biasa yang meluap karena kebaikan dan keikhlasan Shiva. Aku sudah tidak peduli lagi dengan Fatima. Hanya Shiva yang terpenting sekarang. Aku ingin menyayangi dan mengasihi istriku ini. Aku ingin membahagiakan dirinya. Ingin bahagia bersama Shiva istriku tercinta. Aku ingin memeluk dan menciumnya tapi sayang aku tidak bisa karena dia masih TRAUMA jadi aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
Shiva mendekati ujung ranjang tempatku bersandar. Dia begitu dekat dengan wajahku. Dia memegang tanganku dan mengecupnya sambil mengucapkan terima kasih karena memenuhi permintaannya dan meminta maaf karena dia masih belum bisa melayani diriku layaknya seorang istri. Bisa kulihat dari tubuhnya yang masih gemetar memegang tanganku. Tangannya begitu dingin pertanda dia masih ketakutan.
"Jangan memaksakan diri sayang. Aku tidak apa-apa. Eh, boleh kan ku panggil sayang? Kamu istriku sekarang," kataku ragu.
Shiva mengangguk. Ku angkat dagunya hingga wajah kami saling beradu pandang. Ku kecup keningnya. Dia terlihat syok dan mundur. Aku meminta maaf padanya. Aku tidak bermaksud mengingatkan akan trauma yang dialaminya. Aku hanya begitu mencintai dirinya hingga tanpa sadar aku mengecupnya. Semoga dia tidak marah padaku.
"Maaf aku belum bisa..." katanya padaku mencoba mengatakan bahwa dia masih takut.
"Tidak apa-apa," jawabku.
Kami berdua terdiam. Sesekali kulihat dia mencuri pandang ke arahku. Aku yang selalu menatap dirinya hanya bisa tersenyum geli. Kami berdua salah tingkah. Di malam pengantin kami dimana kami tidak melakukan apapun selain bercengkrama dan saling pandang juga salah tingkah. Sungguh momen teraneh yang pernah ku alami. Ini tidak akan pernah bisa kulupakan.
Istriku yang sangat cantik dan baik hati tersipu malu di sudut ranjang pengantin kami dimana aku ada di sudut satunya lagi. Ku pandangi dia dari ujung rambut hingga ujung kaki dan dia menutup wajahnya dengan kedua kakinya yang ditekuk mendekap tubuhnya. Seksi sekali.
Aku merebahkan tubuhku di ranjang pura-pura tertidur. Shiva memperhatikan dengan seksama, aku tahu itu karena aku belum benar-benar tertidur.
"Tidurlah suamiku dan maafkanlah aku yang belum bisa membahagiakan dirimu," ucap Shiva sembari mengelus rambutku perlahan agar aku tidak terjaga.
Dia kembali ke sudut lainnya. Merebahkan tubuhnya bersiap untuk tidur. Sementara itu aku yang mendapat sentuhan hangat darinya meskipun hanya di rambut saja. Hati berdebar kencang. Semoga dia tidak mendengarnya. Aku bahagia Shiva.
Ku intip dia setelah beberapa lama. Memastikan bahwa dia sudah terlelap. Ku dekati tubuh istriku dan memeluknya, mengecup bibirnya perlahan dan membetulkan posisi tidurnya. Aku tidak ingin dia terbangun dan menganggap aku berbuat macam-macam padanya. Meskipun semua itu benar. Walaupun sedikit dan sebentar dan bukan hubungan badan tapi aku memang berbuat macam-macam. Semoga dia tidak mengetahuinya.
Apapun yang terjadi di dalam sebuah pernikahan selayaknya patut diperjuangkan dan dipertahankan. Karena Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatnya
Share this novel