ANGGIRGI | 5

Romance Series 1666

Setelah membayar taksi, aku segera turun dan berjalan kaki sedikit menuju rumah. Aku sengaja tidak berhenti tepat di depan rumah, Ibu akan bertanya kenapa aku pulang dengan taksi sementara banyak bus yang bisa dinaiki dan harganya pun relatif murah.

Kupandangi sejenak rumah kecil dan sederhana yang kini menjadi tempat tinggalku bersama Ibu dan Naomi. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya jika kami akan menempati rumah ini. Rumah yang merupakan pemberian tanteku lima bulan lalu.

Kami tidak memiliki apa pun sejak lima bulan lalu, sejak Ayah terlibat kasus yang pada akhirnya menyeret dirinya dan juga karirnya dalam kehancuran.

Ayah yang selama ini begitu kubanggakan dan kucintai, bukan hanya karena dia merupakan Ayahku saja, tetapi di mataku dia begitu cerdas dengan status sebagai seorang direktur yang cukup disegani.

Hidup yang dimiliki keluargaku terbilang cukup sempurna. Dengan profesi Ayah sebagai direktur tentu saja kami memiliki kehidupan di atas rata-rata. Bisa melanjutkan sekolah hingga universitas, begitu pun Naomi.
Jarak kami yang tidak terlampau jauh membuat kami begitu akrab.

Usiaku dan Naomi sama hanya saja aku lebih tua darinya, tua 5 menit lebih tepatnya. Ketika aku memasuki universitas, dan Naomi pun mengikuti jejakku. Rasa sayang terhadapnya sama seperti rasa sayang terhadap kedua orang tuaku.

Namun lima bulan lalu semuanya berubah. Aku tidak lagi bisa membanggakan Ayah yang selama ini kucintai dan kuhormati. Rasa hormat dan cinta itu berganti menjadi benci.

Bagaimana tidak, pada saat keluarganya membutuhkannya, dia melepas semua tanggung jawab yang menjadi beban dalam hidupnya, seolah semuanya selesai dengan tindakan konyolnya itu. Membuatku harus mengambil alih tugasnya sebagai kepala keluarga setelah kepergiannya. Meskipun usiaku twrbilang cukup muda dan tak melanjutkan lagi kuliahku di semester kedua.

Perlahan, aku mengetuk pintu bercat putih yang terkunci dari dalam. Tidak lama terdengar suara langkah kaki dari dalam, seseorang membuka tirai jendela yang ada di sebelah pintu, begitu melihat aku yang berdiri di luar, dia segera membuka pintu itu dan membiarkanku masuk.

"Maaf karena pulang terlambat," sesalku. Naomi hanya mengangguk kemudian meninggalkanku dan masuk ke dalam lebih dulu.

Aku mengikutinya dari belakang, rumah ini tidak begitu besar, dengan hanya satu lantai dimana setiap ruangan berada di lantai ini. Hanya ada ruang tamu, dapur, dua kamar, dan juga satu kamar mandi.

Aku harus berbagi kamar dengan Naomi, sedangkan Ibu sendirian di kamar yang berada di sebelah kamar kami.

Jika dulu aku mendapatkan kamar sendiri lengkap dengan kamar mandi di dalamnya, maka di sini, setiap hari, kami harus berbagi kamar mandi.

Sejak Ayah dibawa ke kantor polisi, semua aset miliknya disita, termasuk rumah kami. Sekarang kami tidak memiliki harta apa pun, hanya rumah ini yang melindungi kami dari dinginnya udara di luar. Hanya Ibu dan Naomi yang aku miliki sekarang.

"Selamat pagi, Bu." Aku menyapa Ibuku yang tengah membereskan meja makan.

Raut wajahnya selalu terlihat sedih. Aku lupa kapan terakhir terukir senyum di wajahnya. Garis kerutan mulai menghiasai wajahnya yang dahulu mulus dan terawat.
Rona merah di kedua pipi tidak pernah lagi tampak, hanya pipi tirus pucat yang selalu terlihat di wajah itu. Dia bahkan tidak pernah lagi memoleskan berbagai make up di wajahnya.

"Apa kamu sudah makan sayang? Ibu akan menyiapkan makanan buat kamu," tanyanya sambil menghentikan kegiatannya dan berjalan mendekatiku.

Aku menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaannya. "Aku nggak lapar, Bu. Maaf karena pulang terlambat dan nggak kabari Ibu."

Aku menggenggam kedua tangannya, betapa aku begitu menyayangi wanita yang kini berdiri di hadapanku. "Aku harus segera berganti pakaian dan pergi," ucapku kemudian.

Ibu mengangguk dan kukecup keningnya sebelum meninggalkannya. Ibu tidak banyak bertanya mengenai semalam, dia mengerti jika aku tidak pulang dan bermalam di luar. Yang dia tahu aku berada di rumah Temanku.

Saat ini aku adalah tulang punggung keluarga. Sejak Ayah tidak ada, aku yang harus berusaha menghidupi keluarga. Kami tidak memiliki apa pun ketika ke luar dari rumah kami dulu. Hanya pakaian yang bisa kami bawa. Semua kekayaan yang kami miliki disita dan tidak lagi menjadi milik kami.

Dengan terpaksa, aku menghentikan kuliah yang baru berjalan setengah tahun. Tidak akan ada biaya untuk melanjutkan kuliah. Aku memutuskan untuk mencari pekerjaan demi membiayai kuliah Naomi dan juga menghidupi keluargaku.

Beruntung aku memiliki Aji. Meski dirinya lebih senior dariku ketika kami masih dalam satu universitas yang sama, kami berdua sangat dekat karena berada dalam jurusan yang sama.

Aku banyak belajar dari Aji perihal mata kuliah yang kuambil. Meski kami memiliki selisih usia sebanyak tiga tahun, namun aku tidak pernah merasa terganggu dengan hal itu.

Kami sangat dekat lebih dari sekedar sahabat, bisa dikatakan sudah aku nggap sebagai kakak ku sendiri.Ketika aku berhenti dari universitas lima bulan lalu, dia mengajakku untuk bekerja di kafenya dan aku mendapat bayaran yang cukup untuk melanjutkan hidup.

Naomi awalnya bersikeras untuk mengikuti jejakku. Dia berniat mencari pekerjaan dan meninggalkan kuliahnya. Namun aku tidak sependapat dengannya. Tidak akan membiarkan dia melakukan itu.

Naomi sangat ingin menjadi seorang pebisnis. Dan aku akan menjadi seorang saudara yang jahat jika tidak bisa mewujudkan cita-cita itu hanya karena membiarkannya mencari uang dan melepaskan kuliahnya. Dia tidak lagi membantah dan mengikuti keputusanku.

Aku lebih tua darinya dan akan mengambil tanggung jawab menjaga keluarga yang telah disia-siakan oleh Ayah.

Aku bergegas masuk ke dalam kamar mandi, menanggalkan semua pakaian yang kukenakan. Sebenarnya aku bisa saja mandi di apartemen Irgi tadi dan setelahnya pergi ke kafe untuk bekerja. Tapi aku sudah terlanjur berjanji pada Ibu untuk pulang pagi ini.

Ketika air di bath up telah penuh, tubuh yang sudah lelah ini kurebahkan ke dalam air. Rasa lelah seolah luruh bersama dengan air yang merendam tubuh. Aku sejenak memejamkan kedua mata sambil merilekskan pikiran. Ini adalah moment yang sangat aku sukai. Selain bisa merasakan segarnya air, dapat beristirahat sejenak dan membiarkan otak berhenti memikirkan segala masalah hidup yang tengah muncul.

"Nggi!"

Samar terdengar suara yang memanggil. Otakku berpikir keras untuk mengingat pemilik suara itu.

"Nggi!"

Kembali terdengar panggilan itu, membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya.

Suara itu.

Suara yang selalu ingin kudengar dan betapa aku merindukannya. Suara yang selalu menemani hari-hariku dan mengantarkanku pada tidur yang indah setiap malam.

Sudah lama tidak mendengar suara itu lagi, dan kali ini telingaku seperti dimanjakan oleh suara merdu nan indah dimana tubuhku menghangat setiap kali mendengarnya.

Masih sangat mengenal suara itu. Bagai lantunan melodi piano lembut menyapa indera pendengaranku.

Larut dalam kelembutan yang ditimbulkannya. Segera aku mengangkat kepala dengan nafas yang tersengal akibat terendam dalam air.

Masih dalam posisi duduk, berusaha menormalkan kembali napas yang memburu. Aku tidak sadar dan terlelap hingga seluruh tubuhku tenggelam dalam bath up.

Aku mengusap kasar wajah ketika menyadari suara yang terdengar barusan adalah milik seseorang yang kini tidak ingin kuingat.

Mungkin aku tertidur sejenak dan suara itu menyapa dalam mimpi. Aku memang merindukan suara itu begitu pun pemiliknya. Betapa aku begitu mencintainya dengan segala kesempurnaan yang dia miliki.

Seorang pria yang aku kagumi sejak pertama kali bertemu dengannya dan getaran cinta itu hadir ketika dia pertama kali menyapa. Dulu aku begitu mencintainya, sangat mencintainya, begitu pun perasaannya terhadapku. Kami merupakan dua insan yang saling mencintai dan membutuhkan satu sama lain.

Namun tiga bulan lalu, rasa cinta yang kumiliki dan telah terbentuk di hati selama satu setengah tahun itu berubah menjadi benci yang teramat sangat terhadapnya. Rasa cinta dan rindu itu hilang bersama dengan hilangnya sosok itu dari kehidupanku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience