ANGGIRGI | 6

Romance Series 1666

Aku menutup pintu rumah dan mulai melangkahkan kaki panjangku menuju depan rumah menunggu taksi.

Aku merapatkan jaket hangat yang menyelimuti tubuhku ketika angin semakin berhembus kuat di pinggir jalan ini.

Musim dingin mulai menyapa kota tempatku tinggal.
Dan beberapa hari lagi aku harus lebih menjaga kondisi tubuh agar selalu fit menghadapi musim dingin kali ini.

Sepertinya taksi tidak akan lewat beberapa menit kedepan.

Aku berdiri dan beralih menuju cafe yang terletak di seberang sana.

Udara yang semakin dingin membuatku membutuhkan sedikit kehangatan di tubuh.

Mungkin secangkir kopi bisa membantu menghilangkan hawa dingin yang mulai menembus kulitku.

Suara gemerincing lonceng terdengar ketika pintu cafe kudorong ke dalam.

Sapaan dari para pelayan pun terdengar. Aku hanya tersenyum membalas sapaan ramah dari mereka.

"Cappucino," ucapku pada pelayan yang ada di belakang meja kasir.

"Baik, lima menit pesanan anda siap," balasnya ramah.

Aku mengangguk dan memberikan selembar uang kepadanya.

Suasana di sini cukup ramai, beberapa pasangan tengah menikmati santap pagi mereka.

Sambil menunggu, aku beralih pada ponsel yang sedari tadi berada di dalam tas.

Aku mengalihkan pandangan pada pintu masuk ketika suara lonceng terdengar dari sana.

Mataku terus menatap dua sosok yang baru saja memasuki cafe ini.

Mereka seperti sepasang kekasih, kedua mataku menyipit menyadari sosok wanita itu tidak asing.

Meskipun dia mengenakan kacamata hitam, aku yakin bahwa sosok tersebut pernah ada dalam memory kepalaku, meskipun hanya satu kali melihatnya sebelum ini.

Angel.

Benakku meyakini nama dari wanita itu. Tanpa berkedip, mata ini mengikuti kemana Angel bersama seorang pria yang tidak dikenal itu berjalan.

Mereka duduk disalah satu kursi yang berada di pojok yang bersebelahan langsung dengan dinding kaca pembatas ruangan.

Wanita itu tersenyum, senyum menawan yang akan menggoda pria mana saja ketika melihat senyum itu.

Diikuti suara tawa dari pria di depannya. Entah apa yang sedang mereka bicarakan.

Melihat Angel membuatku teringat akan Irgi. Tapi tunggu dulu, bukankah Irgi bilang bahwa tunangannya sedang ada magang di luar dan baru akan kembali minggu depan?

Lalu bagaimana mungkin sosok itu kini berada di dalam sebuah cafe di kota ini?

Mungkinkah kepulangannya dipercepat? Lalu, siapa pria yang sedang bersamanya?

"Silahkan dinikmati," suara pelayan itu membuyarkan segala macam pikiran yang melintas di kepalaku.

Aku kembali mengangguk sambil mengambil secangkir cappucino yang dia berikan.

"Terima kasih," ucapku padanya.

Kakiku melangkah menuju pintu depan, namun tatapan mataku terus memandangi tempat dimana Angel dan teman prianya berada.

Rasa penasaran menghinggapi hati.

Begitu banyak pertanyaan yang terbersit di sana, namun dengan cepat kutepis semua itu.

Untuk apa memikirkan wanita yang tidak kukenal sepenuhnya?

Aku hanya memiliki hubungan dengan tunangannya dan itu pun hanya sebatas pacar gelap.

Dengan cepat segera membuka pintu cafe dan menghentikan taksi membawaku ke tempat ku bekerja.

***

"Selamat pagi," sapaku ketika membuka pintu yang telah lima bulan menjadi tempatku bekerja.

"Pagi," suara para pelayan yang berada di dalam.

Mungkin aku adalah satu-satunya pelayan yang tidak tahu aturan.
Datang dan pulang bekerja sesuka hati. Tanpa takut mendapat teguran dari pemilik kafe.

Sejujurnya aku memang tidak takut padanya.

Aji hanya akan menggelengkan kepalanya melihat kelakuanku.

Lalu jika dirinya sedang tidak dalam suasana hati yang baik, maka dia akan menyerang dengan beribu omelan dan umpatan jika melihatku datang terlambat atau pulang lebih awal dari jam kerja yang telah ditetapkannya terhadap semua pekerja di sini.

Setelah dia selesai dengan mulut cerewetnya, Aji akan tertawa sendiri sambil memukul kepalanya.

Kembali bersikap biasa padaku.

Aji-lah yang membantuku mendapatkan pekerjaan ini.

Disaat semua harta milik keluargaku lenyap, dengan terpaksa harus mencari pekerjaan demi untuk menopang kehidupan keluarga yang kusayangi.

Aji datang sebagai penyelamat.
Dia tahu seperti apa kesulitan yang tengah menerpa kehidupanku.

Dengan senang hati, dia memberikan kesempatan untuk bekerja di kafe miliknya.

Awalnya Aji membiarkanku bekerja paruh waktu di kafe.

Namun aku menolak.

Bayaran paruh waktu hanya sedikit, tidak akan mampu memenuhi kebutuhan keluargaku yang tidak sedikit.

Aku memutuskan mengambil pekerjaan penuh dengan konsekuensi harus meninggalkan kuliah di universitas.

Memiliki teman seperti Aji adalah sebuah keberuntungan.

Meskipun tidak lagi melanjutkan kuliah di jurusan yang kuminati, Aji yang kebetulan lulusan dari jurusan yang sama, akan dengan senang hati mengajari semua hal yang dia tahu kepadaku.

Di kafe ini, aku bekerja sekaligus belajar pada pemiliknya.

"Apa Aji sudah di atas?" aku bertanya pada salah satu pelayan yang tengah sibuk menulis membuat pesanan dari pembeli.

"Seperti biasa, Aji udah datang sejak satu jam yang lalu," jawabnya.

"Apa dia nanyain gue?" aku kembali bertanya.

"Nggak tuh. Gue rasa Aji udah tau banget waktu kedatangan lo Nggi," dia menjelaskan sambil terkekeh.

Aku pun tertawa dibuatnya.
Dia benar, Aji sudah sangat hapal dengan diriku.

Itulah yang membuatku nyaman bekerja di sini.

"Baiklah. Terima kasih atas info yang lo kasi."

Di tempat ini, aku bisa memerintah semua pelayan. Aji memberikan kewenangan penuh padaku. Aku memegang jabatan sebagai asisten Aji yang seorang manager dan itu cukup menyenangkan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience