ANGGIRGI | 7

Romance Series 1666

"Woi, sini lo!" ujar Aji ketika melihat pintu ruangannya terbuka dari luar.

Aku duduk di samping Aji dan menyandarkan tubuhku di punggung sofa.

"Hari yang indah, " gumamku tersenyum kecut. "Lo ngebolos?" lanjutku.

"Nggaklah, gue masuk siang. Lo abis ketemu lagi sama itu cowok?" tanya Aji penasaran.

"Mmm, dia ngehubungi gue tiba-tiba. Udah tugas gue, " jawabku tanpa menoleh padanya.

"Sampai kapan lo kaya gini? Jangan sampai lo nyesel karena ngelakuin perbuatan yang salah. Dan ingat, selama ini lo udah bohong sama keluarga lo."

Entah berapa kali aku mendengar kalimat itu meluncur dari bibir Aji. "Bukannya lo sendiri tau, gue sekarang tulang punggung di keluarga gue," ucapku menatap kedua mata Aji yang menyiratkan rasa kasihan padaku.

Sungguh aku benci akan hal itu.

Aji menghela nafasnya. "Hati-hati aja Nggi," ucapnya kemudian.

Aku tahu perbuatan ini salah. Tapi hanya ini yang bisa kulakukan untuk menghalau rasa sakit atas semua yang menimpah diriku. Bersenang-senang tanpa peduli apa yang akan terjadi di kemudian.

"Gue lihat Angel bareng cowok lain tadi pagi," ucapku pada Aji. Entah mengapa muncul rasa penasaran akan pemandangan yang kulihat tadi pagi. Dan hanya pada Aji aku menceritakan segalanya.

"Serius lo? Terus, terus," dia mulai ikut penasaran.

"Apasih lo, selow aja keles! " ucapku sedikit kesal.

"Astaga. Lo beneran jadi ratu singa hari ini," sindir Aji.

Pria ini benar-benar, selalu saja membuatku kesal karena dia tahu aku tidak akan mungkin marah padanya. Dia menjadikan kemarahan dan kekesalanku sebagai kepuasan tersendiri baginya. Dia pikir lelucon?

"Gue jadi penasaran deh, Angel ngapain bareng cowok lain seperti yang lo ceritakan barusan?" tanyanya seakan melupakan kejadian barusan.

"Lo beneran ingin tau? Apa untungnya buat lo? Bahkan lo nggak memiliki hubungan apa pun dengan Angel," aku mencoba membuatnya semakin penasaran karena Aji termasuk tipe pria yang ingin tahu segalanya.

"Bukannya lo bilang kalo cewek itu Cinta mati ama Irgi? Trus kenapa dia bareng cowok lain, hah?!" Aji setengah berteriak.

Aku segera menutup kedua telinga ketika mendengar suara nyaringnya memenuhi ruangan.

Aku melepaskan tangan yang menempel di telinga dan mulai menghadapkan wajah padanya dengan kedua tangan menyilang di depan dada.

"Dengarin gue, lo emang bener, Angel cinta ama Irgi, gitu sih kata Irgi. Mereka saling mencintai. Dan gue nggak peduli akan hal itu," aku berhenti sejenak. "Lo tahu, yang membuat gue penasaran adalah bukan apa yang dilakuin Angel dan cowok asing itu, tapi lebih pada apa yang dilakuin Angel di kota ini. Irgi bilang ke gue kalo tunangannya ngurusin tugas kuliah di amrik, nahh itu alasan kenapa gue nemenin dia semalem. Tapi tadi pagi gue lihat Angel, padahal cewek itu katanya, ya katanya sih, balik minggu depan," jelasku panjang lebar.

Entah mengapa hal itu menjadi teka-teki tersendiri meskipun aku berusaha untuk melupakannya.

"Lo bener." Aji menganggukkan kepalanya," Apa mungkin pria asing yang bersamanya tadi pagi adalah selingkuhannya? Selingkuhan dari Angel? Angel berselingkuh? Ya Tuhan!" Aji panik dengan kalimatnya sendiri.

Dia bahkan memukul keningnya dengan tangan kanannya.

"Lo lebay banget sih kek cewek, " ucapku memutar bola mata malas dengan tingkah Aji, cowok kok gini amat.

"Hei, bukannya lo sendiri yang bilang kalo Angel di luar negeri? Terus gimana lo jelasin keberadannya pagi ini?" Aji tidak mau kalah.

Aku berpikir sejenak, "Lo bener."

"Udahlah, lebih baik kita nggak udah mikirin hal sepele seperti ini. Masih terlalu banyak hal lain dan lebih penting yang harus gue selesaikan."

Sama seperti Aji, aku juga penasaran dengan apa yang dilakukan Angel di kota ini. Namun jika masih bersikeras membahas masalah ini bersama Aji, maka pekerjaan lain akan terlupakan.

"Seharusnya lo nggak usah ngasih tau apa yang lo lihat tadi. Karena itu akan buat gue penasaran sementara lo nggak mau ngebahasnya, " omel Aji.

Aku mendengus kesal.

Aji mengambil ponselnya dan senyum-senyum sendiri menatap layar ponselnya.

"Napa lo, kesambet?" ejekku pada Aji.

"Astaga. Kalo kesambet, itu artinya lo yang nyebabkan ogeb. Bagaimana mungkin lo dengan senang hati ngebagiin kewarazan yang luar biyaza lo itu, " balas Aji.

Dia tidak akan mau kalah dariku. Dan kami pun tertawa bersama.

"Apa gue boleh meminta sesuatu?" tanyaku dengan wajah yang kupasang seserius mungkin.

"Nggak jika permintaan lo itu ngerugiin gue," balasnya cepat.

"Lihat deh," aku menunjuk laporan di laptopnya. Itu adalah hasil laporan mingguan hasil pekerjaanku.

"Gue ngasih lo keuntungan," tambahku.

"Serah dah, mau apa lo? " tanyanya.

"Nih," gue mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja dan kutunjukkan tepat di wajahnya. "Gue pinjem mobil lo, boleh? " kataku ramah dengan nada yang sangat anggun.

Dia mengedikkan bahunya, "Serah lo, Asalkan lo nggak bawa mobil itu ke apartemen cowok buaya buntung yang menjadi pelanggan lo."

Aku terkekeh menanggapi pesannya itu. Terdengar lucu di telinga. Cowok buaya buntung? Ya Tuhan, julukan macam apa itu.

"Gak ada jadwal untuk bertemunya hari ini. Besok pagi gue kambaliin," ucapku sambil mengacak rambut Aji kasar, lalu bergegas pergi.

"Lo mau kemana? Hah!" teriaknya ketika melihatku menjauh darinya.

"Gue laper. Mau makan siang kemudian jalan-jalan dengan mobil lo ini," jawabku sambil membuka pintu.

"Gue berangkat kuliahnya gimana hah? " teriaknya dari sana.

Aku hanya mengangkat bahu acuh dan tidak lupa memberikan senyum termanis untuknya sebelum menutup pintu. Dia hanya menggelengkan kepalanya melihat sikapku.

Aku melajukan mobil putih milik Aji di jalanan yang masih mendung meskipun di siang hari memang memiliki kesenangan tersendiri.

Gedung-gedung bertingkat yang sering disebut sebagai gedung pencakar langit berdiri kokoh berbaur dengan banyaknya pejalan kaki yang melewati trotoar yang berada di depan gedung-gedung tersebut.

Kendaraan lalu lalang seakan tidak pernah ada habisnya memenuhi setiap jalan raya. Suara deru kendaraan saling bersahutan ikut meramaikan jalanan.

Menikmati suasana jalanan kota yang ramai, ditemani musik yang berputar membuat tubuhku bergoyang mengikuti irama musik kesukaanku yang sedang mengalun. Melupakan segala kepenatan yang ada.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience