ANGGIRGI | 8

Romance Series 1666

Ada kalanya aku merasa Tuhan tidak adil dalam memberikan cerita kehidupan setiap manusia. Dan aku termasuk dalam kategori tidak adil itu.

Ketika orang lain dapat menikmati kebahagiaan dengan mudah, mengapa bagiku hal itu terasa sulit?

Ketika mereka dapat dengan mudah tersenyum dan tertawa bahagia bersama orang terdekat, kenapa semua itu tidak dapat kulakukan? Seolah-olah hal itu tak pernah diciptakan untuk ku.

Ketika membuka mata dan dihadapkan pada kenyataan kehidupan yang berubah setiap waktunya, mungkin aku bisa mengerti dan menerima itu semua.

Namun bagaimana caranya menjalani kehidupanku yang begitu berbeda jauh dari hidupku sebelumnya?

Di saat aku merasakan indahnya sebuah kebahagiaan dan kesempurnaan dalam hidup, mengapa semua kesenangan itu tidak bertahan lama? Dalam sekejap semuanya terenggut paksa, membuatku berada dalam posisi terbawah di kehidupan ini.

Pintu apartemennya terbuka setelah aku menekan bel tiga kali. Sesaat, aku ragu untuk melangkah masuk ke dalam itu muncul.

Biasanya Irgi akan tersenyum ketika melihatku datang dan kami akan masuk ke dalam bersama. Tapi kali ini berbeda, dia hanya membuka pintu, kemudian masuk kembali ke dalam tanpa ada senyum dan kata-kata yang memintaku untuk segera masuk bersamanya.

"Kamu mau disitu terus atau harus aku yang membopong mu?" terdengar suara instruksi darinya yang terdengar sama sekali tidak bersahabat.

Dengan kesal aku masuk dan menutup pintu lumayang kencang. Aku mengikutinya yang telah lebih dulu berada di dalam, aku kemudiqn duduk di sofa besar merah yang di depannya terdapat sebuah aquarium besar dan ikan-ikan lucu di dalamnya.

Aku mengamati setiap pergerakan ikan-ikan itu saat berenang, meskipun terkurung dalam jeru kaca tapi terlihat bahagia. Tapi bagaimana denganku terkurung dalam jeru kehidupan sulit saat ini apa masih bisa dikatakan bahagia?

Entah kemana perginya Irgi. Pasti dia berada di dalam kamar. Sungguh menyebalkan, ia membiarkanku seorang diri di sini?

Sikap Irgi yang dingin menimbulkan perasaan aneh yang mulai menyelinap masuk ke dalam relung hatiku, tapi aku tidak bisa memastikan perasaan apa ini.

Rasanya aku ingin sekali meninggalkan tempat ini dan merelaksasikan diriku tanpa seorang pun.

Aku terlonjak kaget ketika terdengar suara pintu yang dibanting keras. Suara itu berasal dari pintu kamar Irgi yang berada di belakang ku.

Aku berbalik dan sosok Irgi yang berdiri di ambang pintu kamarnya yang terbuka terlihat menakutkan. Aura marah terpancar dari matanya seakan-akan udara di dalam ruangan ini berubah dalam sekejap menjadi horor, seolah ia akan menerkam ku bagaikan mangsanya.

Aku bergidik ngeri melihatnya, apa yang sebenarnya terjadi dengan pria itu?

"Aku menyuruhmu ke sini bukan untuk menatap ikan sialan itu. Apa kamu lupa dengan tugasmu sebenarnya hah?" Dengan nada suara yang tinggi dia mengatakan itu.

Aku hanya terdiam kaku melihatnya tanpa bisa menjawab ucapannya. Sikapnya sangat berbeda dari sebelumnya.

Ia kemudian mendekat, menarik paksa lenganku dan menghempaskan tubuhku di kursi yang berada disampingku.

"Sebenarnya, apa mau kamu Gi?!" Akhirnya aku berteriak padanya. Sungguh aku tidak terima diperlakukan kasar oleh pria mana pun termasuk dirinya yang kini menatapku begitu tajam.

Aku sangat bingung ada apa dengannya? Selama ini dia selalu bersikap baik, tidak pernah membentak ku ataupun bersikap kasar padaku yang membuatku nyaman ketika berada di dekatnya.

Tapi kali ini dia begitu berbeda, tak ada kata lembut maupun perlakuan halus yang ia lakukan.

Aku merasa bahwa diriku benar-benar seorang pelacur yang bisa diperlakukan sesuka hati oleh pria seperti dia.

"Aku hanya mengingatkanmu akan tugasmu sebenarnya. Apa ada yang salah dengan itu? Kamu membuatku menunggu dan kamu sibuk menatap ikan sialan itu yang membuatku begitu muak dengan sikapmu."

Kalimatnya sukses membuatku diam membisu, tak tahu aku harus menjawab apa. Perkataannya membuat hatiku terasa begitu sakit dan perih.

Meskipun aku tahu bahwa diriku hanyalah gadis gelap baginya, tapi pada kenyataannya aku juga hanya manusia biasa, jika disakiti dan diperlakukan kasar, maka saat itu juga hati yang bereaksi.

Aku mengumpulkan segala keberanian yang kupunya untuk bangkit dan mendorong tubuhnya menjauh dariku agak keras. "Jika kamu memintaku ke sini untuk kamu perlakukan seperti ini, maka aku akan pergi sekarang juga!"

Baru saja aku melangkah, sebuah tangan menarik lenganku dan membawaku ke dalam pelukannya.

"Tetaplah di sini. Aku butuh kamu Nggi." Dengan lembut dia mengatakan itu, berbeda dari sikapnya sebelumnya. Inilah Irgi yang kukenal.

Dia menundukkan kepalanya dan menenggelamkannya di leherku. Nafas hangatnya yang berhembus begitu terasa di sana. Aku membalas pelukannya dengan erat.

Seharusnya dia melakukan ini dari tadi dan tidak perlu bersikap kasar untuk membuatku tetap bersamanya.

Dia melepaskan pelukannya dan membelai rambutku pelan, serasa seperti kucing kesayangannya.

Dia tersenyum hangat padaku tak lama ia mengecup keningku dengan lembut, memberi perlakuan yang baik seperti hari-hari sebelumnya.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanyaku.

Perlakuannya yang kasar tentu saja membuatku penasaran. Mengapa dia melakukan hal yang tidak pernah dia lakukan sebelumnya?

"Aku baik, aku hanya lelah."

Sepertinya ia menyembunyikan sesuatu dariku tapi aku tak memiliki hak untuk mengetahui itu.

"Tapi kamu tadi begitu kasar padaku, kenapa? Apa ada yang salah denganku? Katakanlah Gi!" pintaku padanya.

Irgi yang sedari tadi mengelus rambut ku kini menatapku dengan tatapan yang dipenuhi oleh kehangatan.

"Aku baik Nggi, tidak usah dipikirkan, dan untuk saat ini aku hanya membutuhkan kamu. Kamu adalah oksigen bagiku. Tanpamu entah apa lagi tujuan hidup bersama hama yang memilukan."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience