Setelah insiden itu, mereka turun dari kereta. Sinar matahari menyengat cukup terik, membuat Calentha tampak tidak nyaman.
“Uh panas, A-Fra lakukan sesuatu…” keluhnya sambil membuka ponselnya, jemarinya sibuk memainkan layar seperti tak peduli dengan sekitarnya.
A-Fra menengok kiri kanan, memperhatikan sekitar. “Berjalanlah duluan, aku akan membeli payung,” ucapnya lalu beranjak pergi.
Calentha mengangguk tanpa banyak bicara, lalu menunggu di tempat yang agak teduh. Sambil menunduk, ia merasa ada yang aneh dengan kaus kakinya, jadi ia melepas sepatu hak tingginya untuk memperbaikinya.
Tapi tanpa disangka, seorang pria iseng dari arah bawah meja mendekat dan mengambil sepatunya. Ia terkejut dan hendak berteriak, namun mendadak muncul tangan lain yang menyawer uang ke depan pria tersebut.
A-Fra berdiri di sana, mengangkat uang di hadapannya dengan tenang. Pria itu otomatis berhenti dan terpancing.
“Mau uang?? Pakaikan sepatunya,” kata A-Fra datar.
Dengan terpaksa, pria itu memakaikan sepatu untuk Calentha. Namun saat ia akan mengambil uangnya, Calentha dengan cepat menarik tangan A-Fra dan menggandengnya pergi. A-Fra membuka payung dan melindungi mereka berdua dari terik, sementara pria iseng itu hanya bisa diam di tempat, kehilangan sepatu dan harapan akan uang.
Perjalanan mereka pun berlanjut. Saat berjalan beriringan, Calentha menatap layar ponselnya lalu mendekat ke arah A-Fra. “A-Fra, lihat,” ucapnya sambil menunjukkan postingan orang-orang yang menang permainan menangkap boneka.
Matanya berbinar saat melihat boneka-boneka lucu di layar. Dan kebetulan, di depan mereka tampak lapak permainan lempar gelang.
“A-Fra, lakukan ya,” katanya sambil menggoda dengan manja.
A-Fra tersenyum kecil, “Tentu, kau mau yang mana?”
Calentha menelusuri boneka-boneka itu, lalu menunjuk salah satu berbentuk wortel dengan wajah lucu yang berdiri tegak di tengah-tengah tumpukan.
“Aku mau itu…”
“Oke… Bos, berikan semua gelangnya,” kata A-Fra tanpa ragu.
Namun, pemilik permainan yang mendekat ternyata berjalan dengan satu kaki, bertumpu pada tongkat bantu. Gerakannya perlahan namun pasti, senyumnya ramah walau tubuhnya menunjukkan perjuangan berat. Pemandangan itu membuat A-Fra dan Calentha tersentuh.
A-Fra pun melemparkan gelang-gelang itu dengan gerakan seolah tanpa semangat. “Aduh, tidak kena?” katanya dengan nada dibuat-buat. Ia terus melempar hingga semua gelang habis, dan semuanya meleset.
“Yah, sepertinya aku memang tidak pandai,” ucapnya sambil menatap Calentha yang kini memeluk lengannya sambil tersenyum lembut.
Saat mereka hendak pergi, pria pemilik permainan itu memanggil mereka. “Hei, tunggu, ini untukmu,” katanya sambil mengangkat boneka wortel yang diinginkan tadi.
Namun A-Fra hanya menoleh dengan senyum kecil dan berkata, “Bos, simpan saja.”
Mereka pun melangkah pergi, meninggalkan pria itu yang kini berdiri dengan mata sedikit berkaca, tersenyum haru karena masih ada orang-orang yang menghargainya.
Saat melewati taman yang rindang dan ramai, Calentha tiba-tiba berhenti dan berkata, “A-Fra, fotokan aku.” Ia memberikan ponselnya dan mulai berpose di atas rumput hijau yang lembut.
A-Fra kemudian berjongkok sambil menyesuaikan sudut kamera. Tapi sebelum ia sempat memotret, sepasang kekasih yang asyik berputar-putar menari di belakang Calentha mendekat terlalu jauh.
Tanpa sengaja, kaki si wanita menghantam kepala Calentha yang sedang berpose, membuatnya terjungkal ke depan. Suasana langsung berubah hening sejenak.
A-Fra terkejut. “Hei!” serunya, menatap mereka dengan kesal. Namun pasangan itu tampak tak menyadari atau sengaja tak peduli. Mereka berbalik pergi seolah tidak terjadi apa-apa.
A-Fra tidak tinggal diam. Dengan langkah cepat dan emosi membara, ia berlari lalu menerkam pasangan itu dari belakang. Ia menjatuhkan si pria ke tanah, menekan kepalanya dan memelintir tangannya ke belakang.
“Cepat minta maaf!”
Ketakutan, si pria langsung mengangguk dan berseru.
“Y-ya… aku minta maaf!!”
"Fufufu... Ayo A-Fra..." Calentha mendekap lengan A-Fra dan mereka pergi melanjutkan perjalanan.
Tapi Calentha terdiam teringat sesuatu. "A-Fra, bagaimana jika kita pergi ke bukit salju, dengan mobil ku pasti akan sangat cepat...." katanya.
"Kau tidak ada kesibukan kah?" A-Fra menatap bingung membuat Calentha menggeleng.
"Baiklah..." balas A-Fra.
Hingga tak lama kemudian sebuah mobil sport merah keluar, mobil mewah yang sangat luar biasa dari parkiran apartemen dan di kendarai oleh Calentha membuat A-Fra tersenyum kecil. "Masih bagus sama seperti dulu..." tatapnya lalu Calentha keluar dari bangku supir. "Baiklah, ayo..." katanya membuat A-Fra masuk untuk mengendarai mobilnya hingga mereka melakukan pergi.
Mereka menikmati perjalanan yang sangat jauh tapi siapa sangka, mobil tiba-tiba berhenti secara mendadak di jalanan yang berlumpur. Hal itu membuat mereka terdiam. "Oh sial, sepertinya ini bukan hal yang bagus..." tatap A-Fra.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?"
"Aku akan mendorong nya dari belakang, kemudikan dengan baik.." kata A-Fra yang keluar dari mobil dan tak lama kemudian Calentha ada di bangku supir dan A-Fra mulai mendorong dari belakang. Ia sekuat tenaga mendorong mobil itu, Ban nya tetap tidak bisa jalan karena terlalu kecil bahkan tak bisa melaju.
“Ayo, dorong lagi,” kata Calentha dan A-Fra hanya bisa mendorong sekuat tenaga. Sudah jelas mobil itu tidak bisa jalan karena terkena lumpur, mobil dengan ban pendek memang sangat merepotkan jika sudah berjalan di jalanan berlumpur.
“Ayo A-Fra, lebih kuat.” Calentha hanya bisa mengatakannya di kursi, membuat A-Fra kesal.
“Sial, kau itu menginjak remnya!!” teriaknya, membuat Calentha menatap bawah.
“Ups, benar, maaf,” katanya tanpa rasa bersalah.
Justru A-Fra terkejut karena perkataannya benar, seketika dia marah besar dan Calentha mendadak merasakan mobilnya terguncang, bahkan terangkat, dan langsung melaju dengan cepat karena A-Fra mengangkat mobil itu dengan tubuhnya yang kuat, bahkan langsung berlari membawa mobil itu.
Sungguh wanita yang kuat membawa mobil itu pergi hingga mereka sampai di bukit bersalju yang sangat liar. "Anehnya meskipun bersalju, tidak dingin ya..." tatap Calentha tanpa pakaian tebal.
"Hm... Aku akan naik ke atas melihat pemandangan..." A-Fra berjalan hati hati naik ke atas bukit salju yang tidak terlalu tinggi itu membuat Calentha terdiam di tempatnya.
Tapi siapa sangka, mendadak Calentha terkejut dan terpukau melihat tarian salju A-Fra sambil menuruni bukit salju itu hanya dengan sepatu botnya, bahkan gerakannya lincah.
Membuat Calentha menatap kesal. “Aku saja berlatih sangat lama untuk menari dan dia dengan mudahnya melakukan itu di salju?” Ia menatap kesal, tapi ketika A-Fra melewatinya, ia bisa melihat dengan jelas wajah A-Fra yang panik hingga mendadak dia menabrak bukit salju dengan keras, membuat suasana diam.
“Hm, tak apa… pendaratan tidak selalu sempurna, tarianmu bagus juga,” kata Calentha, tapi ketika A-Fra keluar dari salju itu, dia menatap kesal.
“Apa maksudmu?! Aku tidak sedang menari!! Aku terpeleset!” tatapnya yang ternyata itu tadi bukanlah tarian salju, melainkan dia terlalu panik karena terpeleset jadi dia terlihat menari menuruni bukit salju itu.
“Oh, jadi… kamu terpeleset tadi haha…” Calentha menatap tidak nyaman.
Share this novel