“A-Fra, tunggulah aku di depan kafe apartemen, aku harus bersiap-siap sebelum berjalan ke karpet merah dan kau harus bertugas menjagaku,” kata pesan dari Calentha yang sekarang dilihat oleh A-Fra lagi sambil duduk di kafe terbuka.
Langit mulai berubah jingga, angin sore berhembus pelan menyapu helaian rambut A-Fra yang diikat rapi. Suasana kafe cukup ramai, aroma kopi dan pastry manis menguar, namun A-Fra hanya duduk dengan satu tangan menopang dagu, memperhatikan layar ponselnya dengan kesal yang ditahan.
“Ck, lama sekali… Bukankah kau akan terlambat, aku tidak akan mau menjagamu jika ujungnya aku harus menunggu mu bersiap,” gumamnya pelan. Ia sudah menunggu sangat lama, cukup lama untuk membuat satu gelas minumannya mendingin. Namun ketika ia menoleh ke belakang karena mendengar langkah ringan, ada suara lembut yang langsung dikenalnya.
“Maaf menunggu,” suara itu mengalun seperti melodi yang lembut dan elegan, dan ketika A-Fra menoleh, pandangannya seolah membeku. Tatapannya langsung terpaku, napasnya sedikit tertahan.
Calentha berdiri di sana dalam balutan gaun merah muda pendek yang memeluk tubuh rampingnya dengan anggun. Kain satin gaun itu memantulkan cahaya sore, menciptakan kilau lembut yang membuatnya tampak seperti bintang yang turun ke bumi. Gaun itu mengayun setiap kali Calentha bergerak ringan, dan riasannya memperkuat garis wajahnya yang sudah menawan sejak awal. Sebuah perpaduan sempurna antara kekuatan dan keanggunan.
“Fufufu, harus tampil cantik ketika kemenangan ku nanti,” katanya sambil memainkan ujung rambutnya, senyum penuh percaya diri itu menghiasi wajahnya yang bersinar.
A-Fra langsung melolong seperti serigala, ekspresinya berubah drastis dari bosan menjadi penuh semangat. Ia berdiri, mengangkat kedua tangan tinggi seolah memberi sambutan istimewa.
“Wohoo!! Sangat cantik sekali… hahaha,” serunya penuh semangat. Ia mengulurkan lengannya, dan tanpa ragu, Calentha dengan senyum lembut dan gerakan anggun mendekap lengannya. Mereka berjalan pergi berdampingan seperti pasangan sejati, menarik perhatian beberapa orang yang lewat.
"Bersemangat sekali seperti biasa huh, ingat ya, jangan sampai ada yang menyakitiku...." kata Calentha sambil meliriknya.
"Tenang saja, aku akan menikmati pestanya...." balas A-Fra, nada suaranya ringan, tapi matanya tajam dan penuh kesiagaan.
“(Well, dia itu memang teman tapi dia juga pengawalku),” pikir Calentha dengan bangga. Ada rasa nyaman yang sulit dijelaskan ketika tahu seseorang seperti A-Fra berdiri di sisinya.
Itu terlihat jelas saat acara pergelaran artis dimulai. Lampu sorot menyapu panggung, musik elegan mengalun sebagai latar penyambutan. Para fans berdiri di balik pembatas karpet merah, memanggil-manggil nama Calentha dengan penuh semangat. Kamera berderet di belakang mereka, kilatan lampu tak henti menyala.
"Penari terkenal, Calentha! Kami rela menunggumu!"
"Cantik sekali! Menarilah untuk kami!"
"Lihatlah ke sini Calentha..."
Calentha melangkah dengan anggun, tersenyum hangat pada para penggemarnya. Gaun merah mudanya berkibar perlahan mengikuti langkahnya yang mantap. Di tengah kerumunan itu, A-Fra hanya berdiri sedikit jauh, berada di antara para tamu dan penggemar. Ia bukan bagian dari sorotan, tapi matanya selalu waspada.
Sementara itu, pandangannya justru tertuju ke arah lain—meja prasmanan. Piring-piring kecil dengan kue berlapis krim, makanan ringan beraroma menggoda, dan buah-buahan yang disusun dengan elegan.
"Hahahah, inilah yang aku suka, makanan yang enak sekali.... Mereka orang bodoh atau apa tidak mau makan ini, dan hanya makan potretan mereka... Tak pedulilah...." katanya sambil menyambar sepotong kue dengan gembira. Ia bahkan sibuk memotret dirinya sendiri sambil makan, tanpa beban, seolah tak ada yang lain penting malam itu.
Namun, situasi mendadak berubah saat seseorang melempar botol ke arah Calentha. Dari balik keramaian, benda itu meluncur cepat—berbahaya. Tapi A-Fra, yang sebelumnya terlihat santai, langsung berubah. Tubuhnya bergerak spontan seperti bayangan.
Dalam sekejap, ia sudah melompat ke karpet merah dan menangkap botol itu dengan satu tangan sebelum mengenai Calentha. Beberapa orang menjerit kaget. A-Fra tidak hanya menangkapnya, ia langsung melemparkan botol itu kembali dengan kekuatan penuh ke arah pelaku. Dentuman keras terdengar, dan pelaku langsung jatuh terguling.
Keheningan menyelimuti kerumunan. Semua terdiam menyaksikan A-Fra berdiri kokoh di samping Calentha. Sosok yang tadinya terlihat seperti penggemar biasa, kini berubah menjadi pelindung yang tak bisa diremehkan.
“(Well, yeah, meskipun dia bersenang-senang tapi dia juga sigap sekali…)” Calentha menahan senyum, merasa aman di bawah perlindungan sahabatnya itu.
Setelah acara selesai, malam yang gemerlap itu meninggalkan kemenangan. Calentha keluar dari gedung megah dengan langkah ringan, di tangannya tergenggam erat piagam penghargaan bergengsi. Lampu malam menerangi senyumnya yang bersinar.
“Nanana, ini adalah hari yang menyenangkan,” katanya riang. Tapi langkahnya mendadak terhenti ketika sebuah pukulan keras menghantam perutnya. Tubuhnya langsung lemas, lututnya jatuh ke tanah.
A-Fra sigap menangkap tubuh Calentha sebelum ia terjatuh sepenuhnya. Matanya langsung menajam. Para pelaku yang memukul terlihat seperti penggemar fanatik, penuh kemarahan.
“Kau benar-benar merampok kepopuleran idola kami!” teriak salah satu dari mereka.
A-Fra menatap tajam. “(Penggemar idola lain?!) Hoi, apa hubungannya dengan dia?! Idola yang kalian banggakan itu, dia hanyalah payah!” Suaranya menggelegar.
Tanpa ragu, A-Fra maju, memukul salah satu dari mereka dan menarik kakinya hingga terlempar ke arah Cristiana, rival Calentha. Sosok wanita dengan keanggunan dan popularitas yang luar biasa, namun tetap berada di bawah Calentha dalam hal prestasi.
“Kendalikan fansmu,” katanya dingin kepada Cristiana, yang hanya bisa diam dengan wajah kesal dan penuh dendam. Calentha hanya tersenyum tipis, merasa dilindungi dan bangga.
Itu adalah sisi A-Fra yang bisa menjadi pengawal paling kuat, wanita paling kuat sepanjang masa, meskipun begitu, dan meskipun wajahnya juga bertampang menyeramkan, seperti marah, dia memiliki sisi yang lain. Meskipun dia terkadang merasa bersalah akan sesuatu.
Contohnya malam kemarin. Mereka berjalan di gang sempit yang remang-remang, diterangi cahaya lampu jalan yang berpendar kekuningan. Mendadak, sebuah bola basket menghantam kepala A-Fra.
“Maafkan aku, maafkan aku,” seorang gadis kecil muncul, panik. Sebelum A-Fra sempat mengulurkan bola itu, gadis itu sudah lari ketakutan. A-Fra hanya terdiam, berkedip bingung. Ia tak paham kenapa semua orang selalu ketakutan padanya.
Tak hanya itu, meskipun dia tak bermaksud untuk membuat wajah yang seram, kemampuan wajahnya juga berguna menakut-nakuti, contohnya saat itu Calentha sedang mengantri makanan, tapi ada lelaki yang menyerobot begitu saja membuatnya terdiam tak percaya. Lalu memegang bahu orang itu. “Hei, ada apa denganmu, mengantrilah,” tatapnya tapi lelaki itu menyingkirkan tangannya. “Pergilah…”
Tapi ada yang memegang bahunya lagi lebih keras. Membuatnya menoleh ke belakang yang ternyata wanita tinggi seperti A-Fra sedang melihat dengan wajah tegas. “Me-ngan-tri,” tatapnya mengeja perlahan dengan wajah tegas membuat lelaki itu langsung pergi dari sana membuat Calentha tersenyum senang melihat itu.
Dan meski ia terlihat tangguh, A-Fra juga punya kelemahan. Saat mereka di balkon apartemen, Calentha sedang berbicara di telepon. Tiba-tiba seekor serangga jatuh tepat di depan A-Fra.
“Akh… jauhkan!!!” teriaknya panik, langsung meloncat dan memeluk Calentha seperti anak kecil ketakutan.
Calentha tertawa kecil, menepuk punggungnya lembut. “Well, itu hanya serangga…”
Share this novel