Bab 10 - Kala Hujan semakin deras

Romance Series 59395

Niat hati ingin pergi, terpaksa Javier mengurungkan niatnya demi Rosalia. Tidak mungkin ia tega meninggalkan wanita itu seorang diri.

"Aku akan tetap disini. Sekarang kau bisa istirahat," ujar Javier sembari melepaskan cengkraman tangan Rosalia.

"Hmmm," sahut Rosalia lirih. Dengan nafas yang memburu Rosalia kembali ke tempat semula.

Hujan disertai petir masih menghiasi langit malam. Berkali-kali petir menggelegar menimbulkan suara dentuman yang keras. Javier masih tetap terjaga, berharap sebentar lagi hujan akan reda. Setelah itu ia bisa kembali ke kamarnya. 

Rosalia meringkuk kedinginan sembari mencengkram erat selimut yang membalut tubuhnya. Ternyata selimut itu hanya mampu mengurangi sedikit rasa dingin. Apalagi ia hanya berbaring di atas tikar yang tipis.

Javier duduk di sudut di dekat pintu memberi jarak dengan Rosalia. Ingin sekali ia mendekapnya erat untuk menenangkannya. Namun Javier cukup tahu diri. Ia tidak akan melewati batasannya meskipun sebenarnya sangat ingin melakukannya.

Berulang kali Rosalia menutupi wajahnya dengan telapak tangan saat kilatan cahaya yang sangat terang menerobos masuk.

Rosalia membalikkan tubuhnya hingga kini posisinya menghadap Javier. Ia mengamati wajah pria itu yang tetap tenang, tangannya memegang sebatang rokok. Sesekali menghisapnya lalu mengepulkan asap di udara.

"Kenapa tidak tidur?" Meski samar-samar cahaya tapi Javier tahu kalau Rosalia sedang memandangi ke arahnya. 

"Suara petir membuatku terkejut," sahut Rosalia. Wanita itu mengubur kepalanya di bawah selimut. Hanya wajahnya saja yang dibiarkan terlihat.

"Tidak apa-apa, ini sudah malam. Jangan sampai besok bangun terlambat," ujar Javier.

Duarr ….

Suara petir kembali terdengar sangat keras. Nafas Rosalia semakin memburu karena terkejut sekaligus takut.

Javier menoleh ke arah Rosalia, tubuhnya terlihat gemetar. Namun sayang sekali tak ada yang bisa dilakukan olehnya. Ia hanya bisa memandang wanita itu dengan tatapan rumit.

"Rose, apakah kau baik-baik saja?" tanya Javier.

Rosalia menggelengkan kepalanya. Menandakan perasaannya sangat tidak baik-baik saja.

"Mau keluar dari sini?" tanya Javier setelah berpikir beberapa saat. Tidak tega membiarkan Rosalia tetap di sana.

Rosalia memandang Javier sembari menautkan kedua alisnya. Apa maksud pria itu?

"Kamarku tidak jauh dari sini, kau bisa tidur disana," terang Javier sembari menghela nafas berat. Resikonya memang besar tapi tidak mungkin Javier membiarkan Rosalia tidak bisa tidur sepanjang malam.

"Tidak perlu, aku berani disini seorang diri," tolak Rosalia. Nyatanya perlakuan kasar David lebih mengerikan dari pada petir yang menggelegar.

"Baiklah kalau begitu aku pergi," ujar Javier sembari bangku berdiri.

Rosalia menggigit bibir bawahnya. Karena baru saja Javier hendak membuka pintu bulu kuduknya sudah merinding.

"Tunggu!" sergah Rosalia sembari memandang berkeliling. Wajahnya sudah pucat menahan rasa takut.

Javier menghentikan langkahnya lalu menoleh ke arah Rosalia.

"Bagaimana jika David tahu?" tanya Rosalia lirih.

"Aku yakin para penjaga sedang tidur karena hujan deras seperti ini. Setelah pagi kau bisa pindah kesini lagi," terang Javier.

Rosalia menghela nafas pelan. Ragu dengan apa yang dikatakan Javier. Namun dirinya tidak bisa tidur jika berada di tempat itu.

Tiba-tiba saja Rosalia melihat ada yang bergerak di sudut ruangan. Gerakannya meliuk-liuk ke arahnya.

"Ular!" seru Rosalia sontak berdiri lalu menghampiri Javier yang sudah berdiri di depan pintu.

"Tetaplah disini, biarkan aku membunuhnya," ujar Javier. Pria itu mengambil sebatang kayu lalu memukul ular tersebut hingga mati.

Rosalia menghembuskan nafasnya kasar. Dadanya naik turun karena takut. Gudang itu memang tidak terpakai sehingga wajar saja ada banyak hewan yang bersembunyi di sana. Nasib masih beruntung karena ia belum tidur.

Javier melemparkan bangkai ular itu dari celah jendela.

"Kenapa kau membunuhnya?" tanya Rosalia.

"Hanya ada dua pilihan kita yang mati atau ular itu," sahut Javier sembari mengusap telapak tangannya yang berdebu.

Rosalia tidak bisa menjawab apa-apa lagi.

"Ayo pergi dari sini sebelum ada hewan lain yang keluar," ajak Javier.

Gudang itu terpisah beberapa meter dari villa. Javier melepas mantelnya lalu merentangkannya di atas kepala Rosalia.

"Ayo jalan," ujar Javier. Meski tidak jauh tapi hujan sangat deras. Setidaknya mantel itu mampu menghalangi air hujan membasahi kepalanya.

Rosalia terus membuntuti Javier masuk ke dalam kamarnya. Sebuah kamar yang tidak terlalu besar tapi sangat nyaman.

Rosalia mengedarkan pandangannya ke sekeliling memandang setiap sudut kamar. Semua barang-barang di dalam kamar itu tertata rapi.

"Kau bisa tidur di atas," ujar Javier.

Tanpa sadar Rosalia menganggukkan kepalanya karena tidak fokus pada pertanyaan Javier.

Di dalam kamar itu suara petir tak terdengar keras. Jendelanya juga tertutup rapat, meski masih terlihat kilatan cahaya tapi tidak terlalu mengerikan.

Javier menata tikar beserta bantal do lantai lalu membaringkan tubuhnya di sana. Hari sudah larut malam, ia tidak ingin besok bangun terlambat. Karena seperti biasa, tugasnya adalah mengawal kemanapun David pergi.

"Kenapa kau tidur disana?" tanya Rosalia.

"Tidak apa-apa, sekarang tidurlah." Javier mulai memejamkan matanya.

Rosalia duduk di tepian ranjang, cukup lama ia duduk sampai akhirnya perlahan matanya mulai mengantuk. Namun hatinya gelisah dan tidak tenang. Bagaimana jika David tahu dirinya ada disini? Pria itu pasti akan segan menguliti mereka hidup-hidup.

Rosalia bimbang antara tidur atau kembali ke gudang. Keduanya sama-sama memiliki resiko.

Wanita itu berdiri di depan jendela, memandang ke arah gudang yang gelap gulita. Apakah dia sanggup menahan rasa takutnya berada di sana? Membayangkan ada banyak hewan melata disana saja sudah membuatnya bergidik ngeri.

Ditambah lagi hujan yang sepertinya enggan berhenti. Rosalia menghela nafas pelan, lalu naik ke ranjang dan membaringkan tubuhnya di saat.

Rosalia ingin tetap terjaga sampai pagi. Namun apa daya karena matanya tak mampu terbuka lebih lama. Dalam hitungan menit, Rosalia sudah tertidur pulas.

°°°°°°°

Keesokan paginya.

Suara sayup-sayup burung berkicau perlahan terdengar jelas. Mereka tengah terbang kesana kemari di depan jendela kamar Javier. Seolah-olah ingin membangunkan kedua penghuni kamar yang masih terlelap.

Matahari belum menampakkan cahayanya tapi langit pagi sudah cerah. Tak ada lagi sisa-sisa mendung setelah hampir semalaman hujan deras.

Kicauan burung itu perlahan mampu mengusik Javier dari tidur lelapnya. Matanya seketika langsung terbelalak lebar ketika melihat ke arah jendela yang sudah terang.

"Arghhh, sial!" umpat Javier. Padahal seingatnya sudah memasang alarm pada ponselnya. Bagaimana bisa ia tidak bisa mendengarnya?

Javier bergegas berdiri, satu tempat yang langsung ia periksa adalah gudang itu. Pintunya belum terbuka.

"Rose," ujar Javier sembari mengguncang tubuh wanita itu pelan.

Namun sayang sekali Rosalia hanya menggeliat kecil. Wajahnya justru terlihat semakin terlihat damai. Sepertinya dia belum sadar jika sebentar lagi mereka akan mendapatkan masalah.

"Rose," panggil Javier kembali dengan panik tapi sama saja hasilnya.

Akhirnya Javier terlebih dahulu keluar, dengan langkah cepat ia berlari ke arah gudang. Memastikan tidak ada anak buah David yang lain.

Javier melihat jam di ponselnya, biasanya sebentar lagi David bangun.

"Ughh," gerutu Javier dengan jantung yang berdebar tidak karuan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience