Hari sudah senja, menandakan matahari sebentar lagi akan terbenam. Rosalia benar-benar menggunakan kesempatan selagi berada di luar. Wanita tidak mau pulang padahal Javier sudah khawatir.
Javier baru saja menghentikan mobilnya di depan sebuah salon kecantikan setelah setengah hari mereka berkeliling kota Bern.
"Mudah-mudahan saja David tidak marah," gumam Javier sembari memandang arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Hari sudah gelap sebaiknya kita pulang saja," ajak Rosalia sembari memandang ke luar jendela. Ia tidak mempercantik diri karena apa yang diucapkan Javier memang benar. Setiap wanita cantik jika bersama pria yang tepat. Itulah yang menjadi dasarnya kali ini.
"Hmmm, tapi David memintamu untuk merubah penampilan. Aku takut dia akan marah jika tahu kau belum pergi ke salon. Tidak masalah pulang terlambat, nanti aku akan menjelaskan padanya," terang Javier.
Rosalia menghela nafas pasrah. Membayangkan amarah David membuat bulu kuduknya merinding.
Setelah berpikir akhirnya Rosalia menganggukkan kepalanya.
Baru saja Javier hendak keluar, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ternyata ada panggilan masuk dari David.
"Selamat malam, Tuan," sapa Javier dengan sopan. Diliriknya sekilas Rosalia dari kaca spion.
"Dimana kalian saat ini? Dia tidak mencoba kabur, kan?" tanya David.
"Kami sepertinya malam ini.akan pulang terlambat, Tuan. Sekarang kami tengah di salon, sesuai yang anda perintahkan," terang Javier.
"Tidak masalah, aku juga ada pekerjaan di kantor. Baguslah kalau dia mau berubah, setidaknya besok pagi aku tidak akan melihat wajahnya yang buruk seperti biasanya." Nada suara David terdengar santai dan tidak peduli.
Javier hanya menghela nafas berat. Setelah itu tak ada lagi percakapan yang terjadi di antara mereka.
Rosalia masih di kursinya sambil memainkan jemarinya karena gugup. Cemas jika David mungkin akan marah pada Javier karena tidak membawanya pulang tidak tepat waktu.
"Ada apa, Javier? Apakah David yang menghubungi? Apa yang dia katakan?" tanya Rosalia bertubi-tubi.
"Tidak usah cemas, dia malam ini lembur sehingga kau aman," terang Javier.
Keduanya langsung masuk ke dalam salon. Javier hanya duduk di sofa sambil memainkan ponselnya. Ia menunggu Rosalia yang sedang melakukan perawatan.
"Sepertinya rambutmu terlalu panjang, apakah kau keberatan jika aku memotongnya?" tanya Sofia sembari mengamati Rosalia dari pantulan cermin.
"Hmmm, kau bisa memotongnya sedikit," sahut Rosalia setelah menimbang-nimbang beberapa saat.
"Baiklah." Sofia menuruti permintaan Rosalia.
°°°°°°
Setelah beberapa jam kemudian.
Rosalia sudah selesai dengan segala perawatannya dari ujung rambut sampai ujung kuku. Tak hanya itu, Sofia juga membawakan beberapa macam skincare yang bisa digunakannya di rumah.
Rosalia segera menghampiri Javier yang ketiduran di sofa.
"Javier, bangunlah." Rosalia mengguncang pelan tubuh Javier.
Javier perlahan membuka matanya sedikit demi sedikit hingga matanya dengan jelas memandang Rosalia. Pria itu terpana melihat wanita cantik yang ada di depannya.
"Javier, apakah ada yang salah?" Pipi Rosalia memerah karena Javier memandangnya tanpa berkedip.
"Kau sangat cantik." Pujian itu tanpa sadar keluar dari bibir Javier.
Rosalia segera memalingkan wajahnya lalu mengulum senyum. Ini pertama kalinya ada pria yang memuji penampilannya. Tak dapat disangkal membuat hatinya berbunga-bunga.
"Maaf aku tadi ketiduran," ucap Javier setelah tersadar. Ia merutuki dirinya sendiri, seharusnya tidak mengatakan hal itu. Namun tidak mungkin kata-kata yang keluar bisa ditarik kembali.
"Ayo pulang," ajak Rosalia.
"Ba … baiklah," ujar Javier terbata.
Terlebih dahulu Javier membayar tagihan perawatan Rosalia karena David tidak memberikan sedikitpun uang padanya.
°°°°°°°
Sepanjang perjalanan pulang Javier beberapa kali melirik Rosalia. Benar apa katanya, sebenarnya Rosalia juga cantik jika melakukan perawatan seperti Claire.
Tanpa sadar Javier semakin kagum pada Rosalia. Namun ia segera menghilangkan pikiran itu jauh-jauh.
"Javier, terima kasih sudah menemaniku hari ini," ucap Rosalia.
"Hmmm, ini sudah menjadi tugasku. Kau tidak perlu berterima kasih," sahut Javier.
Tidak lama kemudian mereka sudah sampai di rumah.
Javier membantu Rosalia membawa semua belanjaannya ke kamar.
"Apakah David tidak akan pulang malam ini?" tanya Rosalia sebelum Javier keluar. Jujur saja dirinya sangat takut David datang ke kamarnya seperti semalam.
"Aku tidak tahu. Biasanya dia pulang sudah tengah malam. Memangnya kenapa?" tanya Javier sembari mengernyitkan dahinya. Ia bisa melihat dari sorot matanya jika Rosalia ketakutan.
Rosalia justru menundukkan kepala sembari menggigit bibir bawahnya.
"Katakanlah," ujar Javier.
"Aku takut," ucap Rosalia lirih. Perlahan setitik air mengalir dari sudut matanya. Bayangan David memperlakukan tubuhnya dengan kasar, membuatnya merasa ngeri.
Javier memijat ruang di antara alisnya. Tidak tega melihat Rosalia yang menangis. Namun apa yang bisa dilakukan olehnya? Haruskah ia datang seperti seorang pahlawan?
Javier akhirnya menghampiri Rosalia yang tengah duduk di ranjang lalu berjongkok di depannya.
"Apa yang kau takutkan?" tanya Javier. Meski bisa menebaknya tapi ia tidak ingin berpikiran sampai sejauh itu.
Rosalia terisak-isak sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangan. Malu rasanya mengatakan kehidupan rumah tangganya pada orang lain.
"Rose," ujar Javier. Ia baru tahu di balik sikap tegar Rosalia selama dua tahun ternyata menyimpan luka yang mendalam.
Rosalia menggeleng pelan. Tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
"Pergilah, aku baik-baik saja." Rosalia buru-buru menyeka air matanya.
"Kau yakin?" tanya Javier.
"Maaf sudah merepotkanmu." Rosalia memalingkan wajahnya. Dirinya tidak boleh terlalu terbuai oleh sikap lembut Javier.
"Aku pergi jika kau memang tidak membutuhkanku lagi," pamit Javier seraya bangkit berdiri.
Rosalia membiarkan Javier pergi hingga perlahan pintu tertutup. Ia penasaran dengan gaya rambutnya kali ini karena tadi tidak terlalu memperhatikan.
Rambut panjang Rosalia kini sudah dipotong. Ada poni yang terpotong rapi tepat sejajar dengan alisnya. Alisnya saling bertautan mengamati wajahnya sendiri di depan cermin. Itu bukan seperti dirinya.
"Benarkah aku cantik?" gumam Rosalia.
Tadi Sofia juga mengajarkan bagaimana memoles wajahnya agar terlihat sedikit menarik.
Rosalia menangkup wajahnya sendiri menggunakan telapak tangan. Ia masih bisa merasakan sisa-sisa sentuhan lembut tangan pria itu. Sentuhan yang mau membuatnya melupakan perlakuan kasar David tadi pagi padanya.
"Ya Tuhan, kenapa aku justru memikirkannya?" gumam Rosalia sembari menghirup nafas dalam-dalam lalu perlahan menghembuskannya.
Ceklek ….
Rosalia terlonjak kaget mendengar suara pintu yang berderit. Refleks ia memandang ke arah pintu.
Matanya langsung terbelalak lebar bersamaan tubuhnya mulai gemetar. Tatkala melihat David yang berdiri di ambang pintu sembari menyeringai.
"David?" gumam Rosalia dengan bibir bergetar. Takut pria itu memaksanya lagi.
"Hmmm, cukup menarik," ucap David seraya tersenyum miring sembari berjalan mendekat.
Rosalia bergerak mundur, tangannya mencengkram kuat bajunya hingga berkerut.
Kini David sudah semakin dekat, Rosalia tidak bisa berbuat apapun. Semakin menolak maka pria itu tidak akan segan-segan menyakiti tubuhnya.
David menarik mencekal pergelangan tangan Rosalia kuat-kuat. Lalu menariknya hingga tubuh Rosalia membentur dada David.
"Coba saja dari dulu kau memotong sedikit rambutmu. Mungkin aku akan melirikmu lebih cepat," bisik David tepat di telinga Rosalia.
Share this novel
next please...tq