Di rumah, di malam hari. Ponsel Ella berdering, dia melihat nama penelpon, itu adalah Maya.
Ella merasa penasaran dengan telepon dari Maya dan setuju untuk bertemu di kafe tersebut. Setelah mengenakan pakaian yang sopan, Ella pun berangkat menuju kafe tersebut.
Sesampainya di kafe, Ella melihat Maya sudah menunggunya di meja. Maya pun menyuruhnya duduk dan memesankan secangkir kopi untuk Ella.
Ella duduk bersandar di kursi dan bertanya pada Maya: "Jadi...ada apa Maya?."
Maya menatap Ella dan berkata. "Ella... jadi gini, gua mau jujur masih susah lupain Elpan, diri lo yang dulu. Setiap liat lo, yang gua liat adalah Elpan bukannya Ella. dan itu bikin hati gua masih berdebar untuk lo. Gua tau lo udah jadi pacarnya Rio, tapi... tapi ini sulit.. sulit rasanya terima kenyataan..."
Ella merasakan detak jantungnya semakin cepat saat mendengar kata-kata Maya. Hatinya berdegup kencang dan pikirannya mulai menerka-nerka apa yang akan diucapkan oleh Maya selanjutnya. Ella memandang Maya dengan tatapan yang penuh perhatian.
Maya melanjutkan, "Gua tuh bingung, kenapa susah banget lupain diri lo yang dulu. Apa karena gua terlalu sayang sama lo? Atau apa karena gua terlalu berharap lo kembali jadi Elpan? Gua gak tau, Ella. Gua gak tau."
Ella membiarkan Maya berbicara, tetapi di dalam hatinya, dia merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Dia mencoba mengambil napas dalam-dalam dan memusatkan perhatiannya pada apa yang Maya katakan.
Maya melanjutkan lagi, "Gua gak mau merusak hubungan lo sama Rio. Tapi, gua juga gak bisa menyangkal perasaan gua terhadap diri lo. Apa gua harus berjuang untuk kembali rasakan cinta yang dulu? Apa gua harus menyerah dan coba lupakan semuanya?"
Ella memandang Maya dengan perasaan campur aduk. Dia tidak ingin menyakiti hati Maya, tapi dia juga tidak bisa membohongi perasaannya sendiri.
Setelah beberapa saat berpikir, Ella berkata dengan lembut, "Maya, gua paham perasaan lo. Tapi, kayak yang gua bilang waktu itu, gua gak bisa balik lagi jadi Elpan. Gua Ella, dan gua cinta Rio. Gua harap lo bisa paham dan kita tetap bisa temenan kayak biasa."
Maya terlihat kecewa dengan jawaban Ella, tapi dia mencoba tersenyum dan mengangguk. "Iya Ella.. tapi kan...gua tuh...."
Ella langsung mengalihkan topik: "Oh iya Maya, bentar lagi ujian kelulusan sekolah nih. Kira-kira lo udah kepikiran gak mau masuk ke kampus mana?"
Maya merasa terkejut dengan perubahan topik yang dilakukan oleh Ella, tetapi ia memahami bahwa Ella ingin mengalihkan perbincangan agar tidak terlalu mendalam. "Huhhh...., iya. Gua sih udah kepikiran mau masuk jurusan psikologi di UI atau UGM," jawab Maya sambil tersenyum kecil.
"Eh, bagus banget tuh Maya. Gua yakin lo pasti bisa masuk jurusan itu," ujar Ella sambil menyentuh tangan Maya dengan lembut. "Tapi, sebelum lo masuk kuliah, kira-kira lo mau ngapain dulu? Liburan atau kerja?"
Maya tersenyum, merasa senang dengan perhatian Ella yang selalu memikirkan dirinya. "Gua mungkin bakal kerja dulu, cari pengalaman, dan juga bisa nambah uang jajan buat kuliah nanti," ujar Maya sambil meminum kopi yang telah disajikan untuknya.
Ella mengangguk mengerti. "Bagus tuh, Maya. Nanti kalo ada lowongan kerja bagus, gua kasih kabar deh," ujarnya sambil tersenyum lebar.
Mereka lalu terus mengobrol dan berbagi cerita tentang rencana masa depan mereka. Ella merasa senang bisa mengalihkan topik pembicaraan yang sedikit rumit dan membuat suasana menjadi lebih nyaman. Setelah beberapa lama, mereka pun pamit dan berpisah.
______
Ella pulang ke rumah dengan perasaan campur aduk setelah bertemu dengan Maya. Dia merasa sedih karena Maya masih belum bisa melupakan dirinya yang dulu, Elpan sekaligus juga merasa bersalah pada Maya karena merasa berbahagia bersama Rio, pacarnya sekarang.
Di rumah, Ella duduk di atas tempat tidur sambil memandangi foto-foto dirinya berdua bersama Rio yang terpajang di meja. Air matanya tak terbendung saat memikirkan betapa bahagianya mereka diatas penderitaan orang lain.
Ella teringat akan perubahan yang terjadi pada dirinya. Dia sudah tak lagi menjadi Elpan, tetapi menjadi Ella. Namun, ada satu hal yang tak bisa dia ubah yaitu perasaan Maya yang masih tertuju pada dirinya yang dulu.
Ella merasa terpuruk. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia merasa telah menyakiti hati Maya, meski dengan caranya sendiri. Dia merasa kesepian dan terasing, meski di sisi orang-orang terdekatnya yang selalu mendukungnya.
Di dalam hatinya, Ella merasakan kekosongan dan kegelisahan yang tiada henti. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Namun, yang pasti, dia tahu bahwa perubahan itu tidak selalu mudah dan seringkali menimbulkan kesedihan yang begitu dalam.
Setelah beberapa saat, Ella melihat cermin di depannya dan memandang wajahnya sendiri. Dia mengikat rambut panjangnya sehingga tampak pendek, dan mencoba memakai baju lama nya ketika masih sebagai Elpan.
"Ella, lo ngapain?" desisnya pada dirinya sendiri. "Lo tau kan lo itu Ella, itu diri lo yang sebenarnya."
Namun, suara dalam dirinya tak bisa memadamkan rasa kebingungannya. Ia terus memandang dirinya sendiri di cermin, merasakan kekosongan dalam hatinya semakin membesar.
"Ah dahlah, ngapain gua nyoba terlihat kayak Elpan lagi. Gua ini Ella," gumamnya dalam hati.
Namun, kesedihan yang membebani dirinya terasa semakin berat. Ia merasa kesepian dan tak punya tempat untuk melarikan diri. Ia merenungkan kembali percakapannya dengan Maya, dan teringat dengan jelas bagaimana Maya berkata bahwa dia masih mencintai dirinya yang dulu, Elpan.
Ella merasa hatinya hancur. Dia merenungkan tentang hubungannya dengan Rio, dan tiba-tiba merasakan keraguan dalam dirinya. Apa hubungannya dengan Rio hanya karena dia ingin menjadi dirinya yang baru, Ella? Apakah dia memang benar-benar mencintai Rio?
Air mata mulai jatuh dari matanya yang merah. Ella merasa terluka dan kesepian, tidak tahu harus berbuat apa. Ia memejamkan matanya dan berharap bahwa segalanya bisa kembali seperti dulu. Namun, ia tahu bahwa itu tidak mungkin.
Hari itu, Ella merasa sangat sendirian. Ia tak tahu harus berbuat apa, dan terus merenungkan tentang kebingungannya dan perasaannya yang tak menentu. Kehilangan dirinya yang dulu telah membuatnya merasa kehilangan jati dirinya sendiri.
Sarah memperhatikan pintu kamar Ella yang setengah terbuka dan mendengar suara tangisan yang terdengar dari dalam kamar. Ia pun memutuskan untuk masuk dan menemukan adiknya sedang duduk di depan cermin, berusaha memakai baju lama Elpan dan menangis.
"Ella, kenapa nangis?" tanya Sarah dengan lembut sambil mendekatinya.
Ella menoleh dan terkejut saat melihat kakaknya di sampingnya. Ia merasa malu dan cepat-cepat mengelap air matanya dengan lengan bajunya.
"Gapapa kak, kangen sama masa lalu," jawab Ella sambil mencoba tersenyum.
Namun, Sarah melihat kekhawatiran dalam mata adiknya dan merangkulnya dengan penuh kasih sayang.
"Lo boleh kangen masa lalu, tapi jangan biarkan itu bikin lo hancur," kata Sarah sambil membelai rambut Ella.
Ella merasa terharu dengan kata-kata kakaknya dan merangkulnya dengan erat. Ia merasa lega memiliki seseorang yang selalu mendukungnya, meskipun ia sedang mengalami kesulitan.
Mereka berdua duduk di samping cermin, sambil berbicara tentang masa depan dan impian mereka. Ella mulai merasa lebih tenang dan siap untuk menghadapi apapun yang akan datang.
Akhirnya, mereka berdua bangkit dan merapikan baju dan rambut Ella. Sarah mengusulkan untuk membuat jus alpukat kesukaan Ella dan menonton film kesukaan mereka berdua.
Ella tersenyum, merasa bersyukur karena memiliki kakak yang selalu menghibur dan mendukungnya. Ia tahu bahwa meskipun masa lalu sulit dilupakan, masa depan masih menunggu dengan segala kemungkinannya.
Kemudian Ella berkata: "Kak sarah, malem ini tidur disini aja ya? Temenin gua, satu hari aja. ya kak?"
Sarah tersenyum dan mengelus kepala adiknya. "Iya Ella. Kakak tidur di sini sampe besok pagi, ya." Sarah memeluk Ella erat-erat.
Ella tersenyum kecil dan memeluk kakaknya kembali. "Makasih, kak."
Kakak dan adik tersebut kemudian bersiap-siap untuk tidur. Sarah membaca sebuah buku dan Ella merenung dalam-dalam. Setelah beberapa saat, Ella mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi pesan.
Ella mengetik pesan singkat untuk Rio. "Sayang, I miss you." lalu menghapusnya dan mengetik kembali. "Rio, makasih ya udah ngertiin perasaan gua selama ini dan terima diri gua apa adanya... gua sayang lo." Ella mengirim pesan tersebut dan menaruh ponselnya di meja sebelah tempat tidur.
Sarah melihat adiknya yang diam-diam mengirim pesan dan bertanya, "Chat siapa El?"
"Rio," jawab Ella singkat.
Sarah mengangguk mengerti dan meraih tangan adiknya. "Oh...lo sama Rio ga ada masalah kan?"
Ella tersenyum tipis dan meraih tangan kakaknya. "Enggak kak, kita aman."
Kedua saudari tersebut lalu memejamkan mata dan tertidur dengan damai. Namun, dalam hati Ella masih merasa galau dan tidak yakin dengan perasaannya terhadap Rio. Ia hanya berharap semuanya akan baik-baik saja dan ia bisa memahami perasaannya dengan jelas.
Share this novel