Asha duduk terdiam di tengah kelompok prajurit manusia yang membawanya. Dia merasa bingung dan terkejut dengan apa yang sedang terjadi. Pandangan heran para prajurit itu membuatnya semakin merasa tak mengerti. Asha mencoba mengingat-ingat apa yang pernah diceritakan Eze, pemimpin kawanan anjing, tentang manusia. Tapi pikirannya masih kacau, karena dia tak pernah benar-benar berinteraksi dengan manusia sebelumnya.
"Siapa dia? kok bisa dia kayak gini?" tanya salah seorang prajurit, sambil melihat Asha dengan pandangan penuh tanya sambil menutupi tubuh telanjang Asha dengan kain yang mereka bawa.
"Percayalah, aku gak tau apa-apa. Aku hanya tau hidup bersama kawanan anjing di hutan," jawab Asha dalam hati nya karena ia tak bisa berkomunikasi dengan manusia.
Prajurit-prajurit itu saling bertatapan, bingung dengan situasi yang dihadapinya. Mereka merasa tidak yakin apa yang seharusnya dilakukan dengan Asha. Namun, mereka harus mengambil tindakan untuk membawa Asha ke tempat yang seharusnya, dunia manusia.
"Kita harus bawa dia ke kamp kita, mungkin ada yang tahu apa yang harus kita lakukan," kata Letnan dengan nada serius. "Asha, kita akan bawa kamu ke tempat yang aman."
Asha hanya mengangguk, dia merasa kewalahan dengan semua yang terjadi. Dia baru tau bahwa dirinya adalah manusia, padahal dia selama ini menganggap dirinya sebagai anjing betina.
Dia merasa cemas tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, dan bagaimana dia akan beradaptasi dengan dunia manusia yang begitu asing baginya.
Para prajurit membawa Asha dengan hati-hati, mengawalnya menuju kamp mereka. Asha memperhatikan sekelilingnya, melihat pemandangan yang sangat berbeda dari hutan tempat dia tumbuh besar. Dia melihat bangunan-bangunan manusia, jalan yang padat, dan kebisingan yang tak dia kenal sebelumnya.
"Sabar ya, Asha. Semua akan baik-baik saja," kata Letnan Harris mencoba menenangkan Asha yang terlihat cemas.
Asha hanya diam, dia merasa cemas dan bingung. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, dan bagaimana dia akan beradaptasi dengan dunia manusia yang baru baginya.
Tiba di kamp manusia, Asha disambut dengan keheranan dan tanya-tanya dari para prajurit lainnya. Mereka bingung tentang apa yang harus mereka lakukan dengan Asha, yang merupakan, tapi berperilaku seperti anjing dan tidak bisa berbicara bahasa manusia.
"Kita harus cari cara untuk berkomunikasi dengannya," kata Letnan Harris, mencoba mencari solusi.
______
Seorang dokter di benua afrika itu dibawa untuk melihat kondisi Asha. Dokter itu heran melihat ini.
Dokter Mabaso memperhatikan Asha dengan penuh keheranan. Gadis putih kulit mulus dengan mata coklat yang lekat, rambut ikal hitam yang kusut, dan tubuh ramping yang lincah, terbaring di atas ranjang rumah sakit. Asha memandangnya dengan rasa penasaran, wajahnya penuh dengan rasa takut dan kebingungan.
Dokter Mabaso: (mengernyitkan dahi) "Ini aneh. Dari wajah dia seperti orang Asia, tapi dia tak bisa berbicara atau berkomunikasi dengan kita sama sekali. Dia berperilaku seperti anjing."
Para prajurit yang membawa Asha mengangguk setuju, mengonfirmasi apa yang dikatakan oleh Dokter Mabaso.
Letnan Harris: "Ya, Dokter. Kami menemukan bersama kawanan kera saat mereka menyerang pemukiman warga. Dia berperilaku layaknya anjing dan tak bisa berbicara dalam bahasa manusia."
Dokter Mabaso: "AMAZING. Aku belum pernah melihat kasus seperti ini, gadis hutan?." (Dia mengambil stetoskop dan mulai memeriksa denyut jantung dan pernafasan Asha).
Asha memperhatikan tindakan Dokter Mabaso dengan rasa penasaran, tetapi dia tak bisa mengerti apa yang dikatakan oleh dokter. Dia hanya mengamati dengan mata coklatnya yang lekat, ekornya bergerak kecil seperti ekor anjing yang penasaran.
Dokter Mabaso: "Hmm, secara fisik dia sehat. Tapi kita harus cari tau lebih lanjut tentang latar belakangnya dan mengapa dia bisa hidup di hutan."
Letnan Harris: "Kami udah coba bicara dengannya, tetapi dia tak bisa memahami bahasa manusia sama sekali."
Dokter Mabaso: "Tentu. Kita perlu melakukan beberapa tes untuk mengetahui kondisinya lebih lanjut."
Asha memandang dengan heran saat Dokter Mabaso mengeluarkan alat medis dan melakukan pemeriksaan lebih lanjut padanya. Dia merasa takut dan bingung, tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dia hanya berusaha untuk bersikap tenang seperti anjing yang dia yakini dirinya sebagai salah satu dari mereka.
Dokter Mabaso: "Kita harus lakukan tes darah dan tes neurologis untuk memastikan tidak ada masalah fisik yang mendasari kondisinya."
Asha duduk diam saat Dokter Mabaso mengambil sampel darahnya dan melakukan tes neurologis. Dia merasa bingung dan takut, tetapi tak bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan dalam kata-kata. Dia hanya menatap Dokter Mabaso dengan mata coklatnya yang lekat, tubuhnya tegang seperti anjing yang siaga.
Setelah beberapa saat, tes selesai dilakukan, dan Dokter Mabaso merujuk hasilnya pada rekannya.
Dokter Mabaso: "Tak ada masalah fisik yang terdeteksi. Sepertinya masalah ini lebih terkait dengan kondisi psikologisnya."
______
Sementara itu di pemukiman manusia dekat hutan yang diserang kera. Raja Kera melihat sekelilingnya dengan marah, mencari keberadaan Asha. Matanya yang tajam memandang ke segala penjuru, tetapi tidak ada tanda-tanda Asha. Dia bergerak dengan cepat, memerintahkan para kera untuk mencari Asha di sekitar hutan.
"Di mana Asha?!" teriak Raja Kera dengan suara menggema, sambil mengayunkan tangannya dengan marah. "Dia gak boleh pergi! Dia Pasanganku dan Ratu Kera kita, dan dia harus taat pada perintahku!"
Para kera lainnya menggema dan berteriak, bergabung dalam pencarian untuk menemukan Asha. Mereka menjelajahi setiap sudut hutan, mengais-ais setiap tempat yang mungkin disembunyikan oleh Asha. Namun, mereka tidak bisa menemukannya.
Raja Kera semakin marah karena tidak bisa menemukan Asha. Dia berbicara dengan para kera di sekitarnya, mengeluarkan ancaman dan perintah untuk mencari Asha dengan gencar.
Raja Kera: "Asha harus ditemukan! Dia gak boleh hilang. Cari dia sekarang juga!"
Para kera yang mencari Asha bergerak dengan cepat, menyusuri hutan dengan teliti. Mereka terus mencari jejak Asha, berharap bisa menemukannya dan membawanya kembali ke sarang kera.
Raja Kera melompat dan berlari menuju sarang anjing dengan wajah yang penuh kemarahan. Dia memandang sekeliling, mencari tahu di mana Asha berada.
"Di mana Asha?!" bentak Raja Kera, suaranya menggema di antara pepohonan. Para anjing yang terkejut berusaha menjawab.
Eze, pemimpin kawanan anjing, berdiri di depan Raja Kera dengan gagah. "Dia gak ada disini. Bukannya dia sama kalian di sarang kera?."
Raja Kera menggeram, tidak puas dengan jawaban itu. Dia dengan cepat melancarkan serangan ke kawanan anjing, menggigit dan mencakar dengan kejam. Anjing-anjing melolong kesakitan dan berusaha melawan, tetapi mereka kalah jauh dalam jumlah.
"Asha milikku!" teriak Raja Kera sambil terus menerkam anjing-anjing. "Kalian jangan berani-berani menyembunyikannya dariku!"
Eze mencoba bertahan, namun akhirnya terjatuh, darah mengalir dari luka-lukanya. Raja Kera berdiri di atasnya, dengan nafas yang terengah-engah, mata berapi-api.
"Asha harus kembali padaku!" ujarnya dengan nada sombong. "Dia adalah ratuku, dan dia tidak boleh pergi!"
Para anjing lainnya berusaha membela Eze, tetapi mereka terluka dan terdesak. Raja Kera mengamuk, menyerang mereka dengan kejam, sementara mereka mencoba melarikan diri dari amarahnya yang membara.
_____
Satu tahun berlalu...
Asha duduk di ruang terapi bersama dengan dokter dan psikolog yang telah merawatnya selama setahun. Asha sudah bisa sedikit bicara dalam bahasa Afrika dan memberi tahu namanya kepada dokter dan psikolog.
Dia memegang sehelai kertas dan pena, mencoba mengikuti instruksi dokter untuk menggambar sesuatu. Dengan penuh konsentrasi, Asha meraba-raba garis-garis pada kertas, mencoba menghadirkan gambar yang ada di pikirannya.
Dokter: (tersenyum) "Bagus, Asha! Teruslah coba. Kamu udah ada kemajuan yang luar biasa dalam beberapa satu tahun. Apa yang kamu gambar kali ini?"
Asha: (mengangkat kepalanya dengan penuh semangat) "Gambar...rumah."
Psikolog: (mengangguk) "Hebat! Kamu sudah bisa mengatakan kata-kata dengan lebih jelas sekarang. Bisakah kamu memberi tahu kami lebih banyak tentang gambar itu?"
Asha: (menggigit bibirnya, berusaha mengucapkan dengan jelas) "Ru...m...ah." (Dia melihat pada dokter dan psikolog dengan bangga, merasa senang atas pencapaiannya).
Dokter: (tersenyum) "Kamu melakukan dengan sangat baik, Asha. Kamu sudah mulai mengucapkan kata-kata dengan lebih baik. Teruslah berlatih dan kamu akan semakin baik."
Psikolog: (menambahkan) "Ya, kamu telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam berkomunikasi. Kamu luar biasa!"
Asha merasa bahagia mendengar pujian dari dokter dan psikolog. Setelah hidup sebagai anjing selama begitu lama, dia merasa lega bisa mulai berkomunikasi seperti manusia normal. Dia merasa semakin dekat untuk menjadi manusia sepenuhnya.
Asha: (mengangguk) "T..terima ka..ka..sih."
Dokter: (mengusap bahu Asha dengan lembut) "Kamu sudah melakukan yang terbaik, Asha. Kami sangat bangga padamu."
Psikolog: (menambahkan) "Kamu adalah contoh ketekunan dan keberanian. Teruslah melangkah maju."
Asha merasa terharu mendengar dukungan dari dokter dan psikolog. Dia berjanji untuk terus berusaha menjadi manusia yang seutuhnya.
Asha: (berbicara dengan lebih lancar) "Asha.. aa..kan..beru..sa..ha dokter."
Dokter: (tersenyum) "Itu adalah tekad yang hebat, Asha. Kami akan terus mendukungmu dalam proses ini."
Psikolog: (mengangguk) "Ya, kamu tidak sendirian. Kami ada di sini untuk membantumu."
Asha merasa diberdayakan dengan dukungan yang diberikan oleh dokter dan psikolog. Dia tahu bahwa perjalanan untuk menjadi manusia sepenuhnya mungkin akan sulit, tetapi dia tidak akan menyerah. Dia merasa semangat untuk terus berjuang dan memulihkan identitas manusianya yang sejati.
To be Continued
Share this novel