Bab 5

Romance Series 732

Mika dan Dian sudah berada di dalam studio, membeli makanan ringan dan minuman berkarbonasi untuk di bawa ke theater.

Nampak intim bercakap-cakap, beberapa kali cowok-cowok menatap Mika penuh pesona. Seakan ingin berkata, 'ayo, aku lebih darinya.'

Tapi bukan itu tujuannya, Mika ingin mendapatkan ciuman pertama Dian. Cowok ganteng yang nggak gaul sama sekali. Sembari berdiri bersisian, tiba-tiba saja, Mika menempelkan kepala di bahu Dian. Membuat Dian jadi tersenyum dan salah tingkah.

"Bibirmu seksi, Dian."

Degh.

Dian hanya menunduk, menahan desir-desir di hatinya yang mulai terasa aneh. Lalu sedikit menjaga jarak dengan Mika.

"Kenapa sih jauhan gitu, takut ketemu cewek kamu?"

"Nggak Mik, takut ketemu cowok kamu."

Mika mencebik lalu meninju perlahan lengan Dian sambil berbisik, "aku jomblo."

WTF.

Bohong.

"Jomblo? Nggak mungkin banget dh."

"Loh kenapa nggak mungkin, jomblo itu nasib, yang nggak bakalan berubah kalau kita nggak berusaha merubahnya."

Dian mengulum bibirnya sambil terus menundukkan kepalanya. Naluri sebelah hatinya tentu sangat senang jika Mika bersedia menciumnya malam ini, tapi keping hati sebelahnya merasa ini tidak benar. Tidak baik.

Ketika pengumuman bahwa theater sudah dibuka, Mika cepat-cepat mengajak Dian masuk ke dalam. Duduk di pojokan, paling atas. Menonton film horor.

Beberapa orang masih berlalu lalang mencari tempat duduknya, namun dua remaja mencurigakan itu seolah sudah siap melakukan hal lain.

"Begitu mati lampu, wajahmu agak ke sini ya, bisa kan?"

"Mika, apa ini sungguh perlu?"

Mika mengernyit, lalu tangannya meraba jemari Dian. Sedikit menenangkan dan membuat angan-angan terbang tinggi tak tentu arah.

Dan perlahan lampu itu pun mati.

Dian agak ragu untuk melakukannya tanpa cinta,meskipun hanya sebuah pengalaman berciuman dengan salah seorang cewek populer di sekolah.

Mungkin Dian terlalu lama berfikir hingga Mika terlalu lama menunggu, tiba-tiba saja Mika sudah berpindah ke pangkuannya, melakukan apa yang sudah direncanakan, dan di luar dugaan, Dian sangat menyukainya.

Decakan-decakan kecil dari bibir mereka berdua di tengah pilem horor yang diputar mengerikan, seakan sama-sama menariknya ketika Mika melingkarkan kedua tangannya di leher Dian, lalu sedikit merebahkan tubuhnya di pangkuan.

Membuat tubuh Dian membungkuk dengan nafas yang memburu.

Berhenti beberapa saat untuk mengambil nafas, Mika tak memberi jeda lama bagi Dian untuk sekedar memikirkan sesuatu.

Segera menarik tubuh Dian untuk mengulanginya lagi.

"Dian!" Sapa Fauzan ketika jam istirahat dan tak seperti biasanya, Dian lebih memilih menyendiri di dalam kelas.

Menggambar sesuatu, Malaikat yang membawa belati di tangannya.

"Nggak ke kantin, ntar sore bimbel nggak?"

"Males, kamu mau traktir emangnya? Ayolah kalau ditraktir."

Fauzan merangkul bahu Dian. Berjalan bersisian bercerita macam-macam menuju ke kantin. Lebih tepatnya di tempat penjual bakso.

Di sisi yang lain terdengar suara Mika dan teman-temannya, sedang bercanda-canda sambil menertawakan entah siapa. Mungkin dia, atau mungkin juga orang lain.

Tak ada yang bisa menebak pikiran anak-anak setingkat mereka. Yang menganggap semua hanya permainan dan taruhan semata.

"Hei," sapa Fauzan mengagetkan lagi.

"Njay, ngagetin, kampret nih anak. Apa sih?" Dian nampak kesal, hampir saja dia tersedak permen karet gara-gara Fauzan.

Mika menoleh ke arah Dian. Sedetik mata mereka bertemu di satu titik, membuat hentakan keras di hati, mengingat dia pernah jadi bagian dari sandiwara gila oleh kumpulan cewek-cewek arogan itu.

Seandainya saja Mika sungguh-sungguh, maka Dian akan sangat senang, karena sesungguhnya, dia benar-benar menyukai Mika.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience