Sekertaris Alma

Romance Series 732

Mereka akhirnya mulai makan malam perlahan dengan saling memandang sekali-kali.

Ada rasa nelangsa di hati Dian melihat Clara malam ini. Seharusnya setiap harinya dia sadar bila hanya wanita itu yang benar-benar bisa mengerti apapun yang jadi keinginannya.

Hingga pagi harinya, Dian dan Clara sama-sama bersiap untuk bekerja seperti biasa.

Setiap pukul enam, Clara menyempatkan sedikit waktunya untuk yoga maupun jogging di sekitar apartemennya, minum jus buah dan hanya menyentuh satu slice toast bread.

Sedangkan Dian, lebih menyukai olah raga sekali-kali saja, selain terlalu sibuk bekerja, tentu saja dia lebih memilih berkumpul bersama sekte pria bujang sialan yang gemar bersenang-senang dengan gadis-gadis.

"Bajumu sangat pas di badan," ujar Dian saat berdiri bersisian di depan kaca lemari pakaian. Clara nampak mengulas senyum hingga segaris dan menyipitkan mata ke arah pria di sampingnya.

"Sekali-kali berpakaianlah yang rapi, Pak Komisaris." Dian menatapnya dengan pandangan bertanya.

"Biar aku rapikan pakaian dan dasimu, Boss,"ucap Clara sembari mendekat dan mulai membantunya memasangkan dasi serta merapikan pakaian.

Dian menaikkan dagunya sedikit canggung, meskipun ini bukanlah yang pertama kali wanita itu membantunya berpakaian. Bahkan tak jarang, Clara yang membantunya melepas pakaian di malam hari.

Membuat Dian merengkuh pinggang wanita itu, mengecup bibirnya sangat dalam lalu, mencecap rasa manis penuh gairah yang tak pernah dia lupakan bagaimana mereka melewatkan panas pergumulan jika tak segera mengakhirinya sekarang.

Clara menempelkan wajah di dada merasakan degub jantung tak biasa. Membelai dada bidang beraroma parfum mahal yang sangat maskulin. Merasakan dekapan itu semakin erat merengkuh, bahkan semakin dalam, terasa emosional.

"Kenapa, Dian? Kau terlihat sangat berbeda, adakah yang mengganggu pikiranmu?"

"Ada. Kau Clara."

Wanita itu tersenyum, membalas pelukan Dian sambil sekali-kali mengecup tengkuknya namun buru-buru menghapusnya karena meninggalkan noda bekas lipstick yang cukup mengganggu.

"Why, I promised to tell no one,"

"Ah, aku sudah terlambat, next time, ya."

"Seriously?"

Dian merenggangkan pelukan itu namun mengecup pipi Clara sekali lagi sebelum menyambar kunci mobil dan menuju ke kantor. Membuat Clara sedikit bingung namun memilih tak bertanya sama sekali. Membiarkan Dian melanjutkan aktifitasnya hari ini karena dia juga harus segera berangkat untuk bekerja.

Setibanya di kantor, Dian tak melihat ada Alma di mejanya, sedikit menoleh namun tak terlalu kentara, akhirnya wanita yang dia cari keluar tergopoh-gopoh dari ruangannya.

"Morning, Pak Dian," sapanya sambil terengah-engah. Dian menatap arloji di tangan dan hanya berdeham berlalu ke ruangannya.

"Kau sedang apa di ruangan saya, Al?" tanya Dian sembari berlalu. Membuat Alma cepat-cepat menyambar agenda kerja, membuntuti bosnya ke dalam .

"Tadi saya mengganti pengharum ruangan Bapak. Lalu tiba-tiba ada kecoa, Pak."

Dian mematung bergidik mendengar kata 'kecoa', pernah sekali membaca bahwa jika menginjak binatang itu akan membuat gatal-gatal tak karuan.

"Lalu, mana kecoanya?" Dian memicingkan mata ke arah Alma. Wanita itu menunjuk ke tempat sampah, yang berisikan 2 ekor kecoa yang sudah mati.

Dian tersenyum miring lalu duduk di kursinya. Menyalakan laptop sambil mendengarkan Alma membacakan jadwal kerjanya hari ini. Memeriksa beberapa surel penting lalu mengangkat tangannya miring kea rah Alma. Membuat wanita itu bingung.

"Iya, Pak?"

"Agenda kamu, coba saya lihat?"

Alma menyerahkan agenda kerjanya yang penuh jadwal-jadwal kerja Dian untuk seminggu ke depan.

"Nice, kau seperti ibu-ibu yang mengatur jadwal anak-anaknya. Kau sudah menikah, Alma?"

Alma tentu saja tertawa kecil karena ini kesekian ratus kali, Dian bertanya hal yang sama hanya intonasinya berbeda. Jadi percuma saja dia menjawab sudah atau pun belum, toh Dian hanya sekedar basa-basi. Tak sungguh-sungguh ingin tahu kondisinya yang sebenarnya.

"Terserah Bapak saja." Alma tersenyum menatap Dian dari belakang, melihat rambut dan tengkuk indah di tumbuhi bulu-bulu halus yang sangat seksi.

Mengulum bibirnya sambil menunduk, menunggu instruksi selanjutnya dari Dian.

"Kenapa ngeliatin  saya terus? Dari belakang."

Mata Alma membulat dan menggeleng lalu menutup wajahnya. Malu. Seharusnya dia sadar, di hadapan pria itu ada bingkai foto yang bisa memantulkan apa saja di belakang Dian.

Shit.

Sekarang Dian memutar kursinya mengarah ke Alma. Kakinya mendadak mirip agar-agar yang lemah dan ingin jatuh. Wanita itu nampak sangat grogi di pandangi oleh bosnya yang sangat tampan, yang semalam dia mimpikan.

"Alma, bisakah kamu membantu saya?"

Alma cepat-cepat mengangguk, mendekatkan wajahnya dengan sedikit membungkuk kea rah Dian.

"Tolong bawa keluar mayat kecoa di tempat sampah saya. Membuat susah fokus saja."

Alma tersenyum, dalam hati antara terkikik dan mengasihani diri sendiri karena setelah pikiran macam-macam di kepalanya, dia sungguh-sungguh disibukkan oleh dua ekor kecoa mati pagi ini.

Mengambil tempat sampah dan keluar ruangan, Alma lupa mengambil buku agenda kerjanya yang dipinjam oleh Dian. Padahal di dalamnya, ada sebuah gambar sketsa wajah Dian dengan tulisan di bawahnya.

Dian Nagara Saputra

Prince of My Heart

Ketika kau diam, itu tandanya matahari masih normal berputar. Angin masih lembut menyapa, burung-burung masih merdu berkicau. Namun satu waktu kau tersenyum, meskipun samar terlihat, mendadak semua hening. Karena keindahanmu mengalahkan segalanya.

Membuat Dian seketika merasa besar kepala karena sekertarisnya yang selama ini sering membuat kesal, ternyata diam-diam mengaguminya. Tak ada yang salah memang, hanya saja jika bisa, seharusnya jangan. Dian tak ingin menambah daftar wanita yang akan patah hati lagi karena sikapnya.

Alma hendak kembali ke ruangan Dian saat pria itu bersamaan membuka pintunya sehingga mereka nyaris bertubrukan, namun gadis itu cepat-cepat menyingkir, menunduk membiarkan Dian berlalu di sampingnya. Tak berani  mendongak, hanya mengendus parfum Dian yang sungguh membuatnya setengah melayang menjadi roh mesum yang membuntuti ke mana bosnya pergi.

"Alma, tolong copykan berkas di meja saja dua rangkap ya, jangan lupa dilengkapi foto, minta pada bagian lapangan," ucap Dian dengan nada bicara sangat cepat, membuat Alma kebingungan.

Melihat sekertarisnya termenung, akhirnya Dian berhenti sesaat, menunggu Alma merespon ucapannya, sedetik, dua detik kemudian wanita itu akhirnya melayangkan pandangan lemah ke arahnya.

"Pak Dian tadi bilang apa?"

"Alma, you oke?"

Dian mengusap bahu Alma, wanita itu mengikuti ke mana arah tangan Dian mengusap,  menikmati lembutnya tatapan yang menusuk hatinya, sejurus kemudian. Pria itu menyingkirkan anak rambut Alma ke balik telinga, sedikit mengusapnya dengan punggung tangan lalu pergi begitu saja.

Namun  beberapa langkah berselang, Dian menoleh mengulangi instruksinya tadi dengan suara sedikit lantang, membuat Alma  yang masih bingung tersipu malu-malu.

"Ba-baik, Pak Dian."

Kemudian berjalan menuju meja kerja atasannya, cepat-cepat mengambil agenda kerja yang tertinggal sambil menggigit bibirnya. Melihat agenda itu terlipat pada bagian tulisannya tentang Dian dan ada tulisan kecil di bawahnya.

Bisa aja kamu bikin beginian, untung saya nggak cepet ge-eran.

Alma mengumpat sambil merasa lucu dengan dirinya sendiri, bagaimana Pak Dian membalasnya demikian. Tapi apakah itu artinya dia merespon tulisan itu tapi malu-malu. entahlah yang jelas wanita itu rasanya terbang ke awang-awang setelah tulisannya di balas meskipun sangat absurb.

***

Siang itu Dian menemui relasi bisnisnya yang berasal dari Kalimantan, di sebuah lobi hotel bintang lima di tengah kota. Kebetulan disaat yang bersamaan, maskapai penerbangan tempat Mika bekerja sebagai flight attendant juga baru tiba di sana.

Mika nampak sempurna dengan lekuk tubuh yang nampak pas dengan seragam yang dikenakannya. Membawa koper dan tas kecil berjalan anggun bersama beberapa crew lainnya, asyik berbicara dan bercanda hingga samar-samar mendengar suara Dian yang sedang mengobrol dengan beberapa pria.

Suara berat khas pria yang beberapa waktu lalu membuat hati galau karena ogah-ogahan saat keluarga mereka bertemu untuk menjodohkan keduanya. Ekor matanya sekilas melihat pria itu nampak berbincang santai sambil meneguk segelas minuman hangat dengan sangat santai.

Senyum Mika tersungging saat mendengar pria itu tertawa entah sedang membahas apa, membayangkan deretan gigi rapi dan gingsul di salah satunya, membuatnya sungguh manis apalagi dengan sorot mata lembut menghanyutkan, yang tak pernah terlupakan bagaiman pesonanya.

"Pak Dian," ucap salah satu rekannya, menaikkan alis sebelah ke arah gerombolan teman-teman Mika yang nampak memiliki postur yang sama, langsing dengan wajah yang sama cantiknya, satu sama lain.

Pria itu menoleh sesaat saat beradu pandangan dengan sosok yang dikenalnya. Mika. Namun cepat-cepat dia mengalihkan tatapan matanya ke arah lain dengan senyum sinis.

Tetapi Mika tak mau Dian menghindarinya lagi. Sudah bukan waktunya dia bersikap kekanak-kanakan, toh disetujui maupun tidak, nampaknya mereka tetap akan dijodohkan oleh kedua orang tuanya.

Wanita itu berjalan dengan penuh percaya diri menghampiri Dian, menyapa dengan lembut sambil menyentuh bahunya.

"Dian," sapanya hangat. Menyita perhatian semua relasi yang berada di sana, memandang penuh tatapan nakal membuat Dian menjadi tak nyaman.

"Hei, kamu ada di sini, kita bicara di sana," Dian tersenyum pada rekan-rekannya lalu berjalan mendahului Mika keluar dari lobi hotel.

Dian nampak berulang kali menghindari bertatapan dengan Mika, mengelak rasa bahwa hati itu sesungguhnya masih begitu mendamba wanita yang mencuri ciuman pertamanya. Gadis itu mengulurkan tangan sambil mengusap hidungnya, tersesak tak berani menatap Dian yang nampak enggan menjabat tangannya.

"Dian, bisakah kita bicaranya malam ini?"

"Bicara saja sekarang, Mika. Kenapa harus nanti malam?"

Mika mengambil secarik post it dari dalam tasnya dan menuliskan nomer handphone juga nomer kamarnya di hotel itu, menyelipkan di saku Dian kemudian berlalu pergi menyusul teman-temannya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience