Anggara mencoba merapikan dirinya kembali setelah pergulatan hasrat tadi, sembari berusaha menenangkan diri didepan cermin dan membasuh wajahnya. Namun ia langsung buru-buru keluar toilet tatkala ia mendengarkan suara Tante Amel, buru-buru ia berjalan menghampiri wanita paruh baya itu.
"Tante udah pulang?" tanya Anggara yang langsung menyalami Tante Amel.
"Sudah nih, oh iya kamu udah makan? Biar Tante masakin kalau memang belum makan."
"Gak usah Tante," tolak halus Anggara, Lalu ia berdehem beberapa kali seperti tengah merangkai kata untuk diucapkan.
"Tante, kalau hari ini Angga bawa Sarah jalan-jalan sore boleh gak?" tanya Anggara yang berusaha meminta izin sang Tante.
Tante Amel yang mendengarkan hal tersebut, cuman tersenyum saja dan mengangguk setuju. Sepertinya ia sangat senang mendengarkan kabar tersebut dan berharap putrinya akan segera pulih kembali seperti dahulu.
"Kalau Sarahnya sudah siap dan mau, tante juga bakal setuju dong . Jadi, lebih baik kamu tanyakan saja sama Sarah dulu." Tante Amel meletakkan tasnya diatas meja ruang tamu.
"Gimana? Kamu udah bicarakan sama Sarah?"
"Udah kok Tante."
"Bagus dong kalau Sarahnya mau, yaudah kamu disini bentar biar tante bantu Sarah buat dandan yang cantik biar kamu terpesona!" rayu Tante Amel, ia langsung berlari kecil ke kamar Sarah seolah jiwa mudanya kembali bergelora karena saking senang mendengarkan berita barusan ini.
Sementara itu Anggara cuman menunggu di Sofa saja, sembari melirik kearah handphonenya yang telah dipenuhi notifikasi beberapa panggilan tak terjawab dan pesan dari Bella.
BELLA
Aku udah berpikir matang-matang soal ucapan kamu tadi di sekolah, aku pikir-pikir lebih baik aku tetap memperjuangkan kamu meskipun aku bukanlah tipe wanita idaman kamu. Lagian selama kamu bukan milik siapa-siapa , aku bakal berjuang keras dan membuktikan kalau aku yang terbaik buat kamu. Jadi intinya, kamu bisa telepon balik kalau memang kamu baca pesan ini!
Anggara yang membaca pesan itu, hanya bisa menghela nafas panjang saja. Ia tak habis pikir bagaimana bisa Bella masih terus memperjuangkannya yang jelas-jelas sudah berkata kasar pada gadis itu, lagian bodohnya entah mengapa sangat sulit berterus-terang pada Bella kalau dirinya sudah dimiliki oleh gadis lain saat ini.
ANGGARA
Maaf, aku lagi sibuk. Nanti malam kita bicarakan!
Anggara langsung mengirimkan pesan itu, bersamaan pula Sarah dan Tante Amel keluar dari kamar. Tetapi penampilan Sarah yang berubah menjadi semakin cantik membuat Anggara tertegun selama beberapa saat, ia tidak bisa membohongi dirinya kalau kecantikan Sarah benar-benar membiusnya.
Apalagi wajah Sarah yang di rias menggunakan Make Up dengan mengenakan Dress biru polos setinggi lutut dan beberapa jepitan rambut yang memperindah rambutnya.
"Kok diam gitu sih, nak? Kamu terpesona ya lihat kecantikan anaknya Tante?" tanya Tante Amel yang tak bisa menahan perasaan gelinya.
"Anaknya Tante cantik sih," puji Anggara yang masih menatap ke arah Sarah, tetapi Sarah tidak memberikan respon apapun selain menundukkan kepala saja seolah sedang menyembunyikan sesuatu.
"Kamu ini ada-ada saja ya, yaudah kamu jagain anaknya Tante ya. Jangan sampai ada yang berani berbuat macam-macam sama Sarah lagi." amanat Tante Amel yang membuat Anggara cuman bisa menelan ludah saja.
"Baik, Tante." jawab Anggara.
"Oh iya, kalian pergi naik motor? Nanti kalau Sarah kambuh, langsung balik aja ya nak!" beritahu Tante Amel pada Anggar, laki-laki itu cuman mengiyakan saja.
"Sarah juga jangan jauh-jauh dari Anggara ya," ucap Tante Amel yang sebenarnya sangat khawatir, tetapi disisi lain ia merasa Senang akan keputusan Sarah yang memberanikan diri untuk keluar rumah saat ini
"Iya Ma, kalau gitu kami pergi duluan ya Mama. Biar nanti kami gak pulang kemalaman," ucap Sarah sambil tetap tersenyum pada Tante Amel, tetapi ia berusaha menutupi lehernya dengan rambut panjang yang sengaja tidak diikat. Dan buru-buru ia langsung menarik tangan Anggara saat itu juga setelah berpamitan dengan Mamanya.
"Kalau gitu kami pergi dulu ya, Tante." Anggara menyalami Tante amel, lalu ia membiarkan tangannya ditarik oleh Sarah pergi dari sana.
Dan didepan rumah, Anggara langsung mendorong motornya menuju kearah luar pagar.
"Naik yuk Rah!" ajak Anggara.
"Kita mau kemana? Kamu kan tahu kalau aku masih takut buat keluar Rumah."
Anggara mengelus rambut panjang Sarah, "Justru itu Rah, kamu harus berani melawan rasa takutmu."
"Kalau aku kambuh, gimana?" tanyanya yang tak mau menjadi beban untuk Anggara.
"Aku bakal jaga kamu kok, kamu gak usah khawatir ya. Aku juga udah janji kan bakal tanggungjawab sama kamu dan anggap aja ini balasan aku untuk momen tadi siang, kamu udah berusaha menyembuhkan rasa sakitku dan sekarang aku bakal menyembuhkan rasa sakitmu." Anggara mengelus pipi Sarah sambil tersenyum, wajahnya tampak tampan bila dilihat semakin dekat oleh Sarah.
Sarah yang sedikit malu , hanya mengangguk setuju saja dan langsung menuruti Anggara.
"Oh iya Rah, kali ini Kita perginya ke taman aja dulu ya Rah?"
"Boleh, Angga." jawabnya yang juga segera meloncat ke motor. Lalu Anggara menggunakan jaketnya yang sebelumnya ia sudah ambil dari jok kereta untuk segera dipakaikan kepada Sarah untuk membantu menutupi Wajah Sarah dan melindungi Sarah dari tatapan asing orang lain.
"Jangan dilepas ya Jaketnya, kamu bisa sembunyi dari balik Jaket ini kalau kamu merasa gemetar dan belum sanggup dijadikan bahan perhatian." Sarah cuman mengangguk.
"Oke, Rah. Yuk kita berangkat!" Anggara langsung menaiki motor dan mengendarai motor itu dari sana, walaupun tujuan mereka cuman ke taman yang ada di dalam perumahan sih tapi setidaknya Anggara sedang berusaha menghilangkan rasa takut Sarah.
"Peluk aja aku, Rah. Nanti kamu bisa jatuh!" tukas Anggara, gadis itu langsung menurut saja tetapi ia tak bisa berhenti tersenyum saat memeluk tunangannya itu.
Untungnya jarak ke Taman tidak terlalu jauh, jadi mereka langsung duduk di bangku Taman setelah memarkirkan motor. Dengan senyuman yang lega, Anggara menghirup udara sore di Taman yang kebetulan sangat sepi dan hanya ada mereka berdua saja.
Sampai suara ragu Sarah membuyarkan ketenangan Anggara, ia masih menunduk takut sambil membiarkan kepalanya ditutupi oleh Jaket.
"Anggara, ada yang mau aku bicarakan!"
Anggara langsung menoleh dan mengarahkan posisinya ke Sarah yang ada disebelah kiri, "Apa itu, Rah?"
Sarah melirik sekilas, ia langsung menaikan kepalanya saat merasa situasi tetap aman dan tak ada orang sekalipun. Walaupun wajahnya masih tertutupi oleh Jaket milik Anggara.
"Tadi pas Mama dandanin aku, ia lihat bekas kecupan di leher jadi aku terpaksa bohong deh. Aku takut kalau Mama curiga, kamu kan tahu kalau aku gak mau ngecewain Mama dan Papa lagi."
Anggara yang mendengarkan keluh kesah dan ketakutan Sarah, segera menggenggam jemari Sarah untuk menenangkan gadis itu.
"Maaf ya Rah, kalau perlakuan aku malah buat kamu hampir terkena masalah. Lain kali, aku bakal kontrol diriku lagi ya. Tapi kamu gak perlu takut sama sekali, aku yakin Mama kamu percaya kok sama kamu dan pastiin kalau kejadian tadi cukup jadi rahasia kita aja." Anggara tersenyum, ia tetap menggenggam erat jemari Sarah yang mulai dingin saking groginya bila mengingat kejadian tadi siang.
"Kamu percaya sama aku , kan?" tanya Anggara.
"Aku percaya kok, aku juga menghargai pengorbanan kamu selama ini." jawab Sarah yang membuat Anggara tersenyum mendengarnya, lalu ia berdiri dan memetik bunga yanga ada di dekat bangku Taman.
Dengan percaya diri, ia letakkan bunga itu di telinga Sarah dan kembali menggenggam tangan Sarah.
"Kalau gini kamu tambah cantik, kamu itu gadis sempurna kok jadi jangan pernah merasa rendah diri lagi ya."
Sarah mengangguk, lalu ia spontan menangis saat itu juga sampai membuat Anggara tersenyum bingung.
"Loh kok nangis sih? Aku salah ngomong ya, Rah?" Anggara buru-buru menghapus air mata Sarah dengan jemarinya, ia tak mau melihat ada setetespun air mata membasahi wajah cantik tunangannya itu.
Sarah menggelengkan kepalanya, ia tak sanggup untuk mengatakan kalau dirinya sangat Senang bisa mengenal Anggara saat ini.
"Jangan nangis lagi dong, kamu kan tahu kalau air mata kamu itu adalah hal yang paling sakral buat aku."
"Maaf ya Anggara," lirih Sarah, lalu ia memeluk Anggara secara refleks dengan erat.
Anggara tidak melepaskan pelukan itu, ia biarkan saja Sarah memeluk tubuhnya dengan erat tanpa menyadarinya kalau ada Anggi yang sedang mengawasi mereka dari kejauhan.
Anggi yang tampak geram mengamati kemesraan adik dan mantan pacarnya itu, ia sampai mengepal kedua jemarinya untuk menahan kekesalannya tersebut.
BAGAIMANA PENDAPATMU GUYS?
Share this novel