Anggara pikir pikirannya sudah jernih saat ini tetapi dugaannya salah tatkala saat melihat Sarah datang menghampirinya sambil duduk disebelah laki-laki itu. Bahkan, suara televisi yang lumayan keras itu tak lagi bisa mengembalikan kefokusan Anggara.
Beberapa kali ia melirik pada Sarah yang masih fokus menikmati acara televisi disebelahnya, padahal saat ini Sarah sudah memakai jeans putih dan kaos lengan panjang pink.
"Rah?" panggil Anggara, yang membuat Sarah menoleh kepadanya. Lalu secara perlahan-lahan, ia mengelus-elus bibir Sarah yang pucat sampai membuat gadis itu risih.
"Kamu mau ngapain?" tanya Sarah yang berniat menyingkirkan jemari Anggara dari bibirnya, tetapi Anggara langsung menahan tangannya dan masih memberikan tatapan hangat terhadap gadis itu.
"Aku bingung sama perasaanku sendiri, Rah. Boleh gak aku memastikannya?" tanya Anggara yang sekolah memberikan harapan kepada Sarah.
"Caranya?" Ia mulai membiarkan tangan Anggara mengelus sekitaran wajahnya, termasuk juga bibirnya.
"Kamu cukup diam aja , Rah. Biar aku yang memastikan sendiri, bakal pelan-pelan kok." Tanpa sadar, Anggara sedang mempengaruhi isi Pikiran Sarah yang memasang masih kacau dan belum sembuh total.
Sarah yang memang sejak awal selalu menuruti Anggara, cuman diam saja walaupun ia merasa curiga dan ragu pada Anggara.
"Cuman sebatas bibir aja kok, bisakan?" tanya Anggara, lalu ia menguatkan suara televisi dan berbisik di telinga Sarah.
"Kamu itu cantik banget, Rah. Kamu izinin aku buat bermain-main dengan tubuhmu?" tanyanya lagi.
"Puasin aku ya, Rah. Aku janji habis ini bakal jadiin kamu sebagai wanita paling bahagia di dunia, jadi puasin masa remajaku dan jadilah obat kemarahanku pada dunia ini."
"Memangnya apa yang buat kamu marah? Apa karena menjadi tunanganku?" tanya Sarah yang mulai tersentuh.
"Bukan kamu Rah, tapi sama Kakak laki-lakiku dan semua keluargaku. Aku sama sekali gak menyesal jadi milik kamu, tapi tetap saja rasanya menyakitkan bila mengingat kembali semua perbuatan mereka.
"Apa ini terlalu menyakitkan?" Sarah mulai merasa bersalah, sebab ini adalah pertama kalinya ia mendengarkan isi hati Anggara selama ini.
"Iya , Rah. Aku masih bisa merasakan kekerasan fisik yang dilakukan kakek hari itu. Kamu maukan jadi obatku, Rah?" tanya Anggara lagi, tapi Sarah cuman diam saja dengan anggukan yang pelan.
"Makasih ya, Rah. Aku janji gak bakal pernah ninggalin kamu seperti Kakakku, aku akan bertanggungjawab penuh sama kamu."
"Tapi bukan kamu yang buat aku udah gak perawan lagi,"
"Gak perduli aku , Rah. Walau bagaimanapun kamu adalah tanggungjawabku sejak hari itu." Anggara menyandarkan Sarah di sandaran Sofa, lalu ia mengunci bibirnya dengan bibir Sarah untuk sesaat sambil menikmati semua momen dan kenikmatan saat itu.
Sarah tak menolak, ia hanya membiarkan Anggara menikmati bibir pucatnya sambil menahan tubuh Anggara yang setengah condong kepadanya.
Lalu secara tak sadar, Anggara hanya menggunakan perasaan dan nafsunya saja untuk menjilati sekujur wajah Sarah sampai memberikan gairah sensasi kepada gadis itu untuk beberapa saat.
Dan Sebelum sensasi itu buru-buru hilang, Anggara pun segera mengecup leher Sarah sampai berbekas hingga Sarah mulai bergairah dan mendesah pelan ditelinga Anggara.
Jelas saja hal ini membuat Anggara tersenyum senang, dikarenakan ia tak lagi sampai membuat Sarah menangis seperti kemarin hanya untuk memuaskan nafsunya.
"Bagaimana? Nikmat juga kan?" tanya Anggara yang sebenarnya juga masih awam untuk hal seperti ini dan hanya mengikuti intuisi saja, padahal ia sama sekali bukan orang yang hobi nonton film dewasa.
"Aku gak tahu, tapi - " jawab Sarah yang masih ragu, walaupun ia tak bisa membohongi dirinya bahwa entah mengapa melakukan seperti ini bersama Anggara tidak terlalu mengerikan seperti waktu Anggi mengeroyoknya secara brutal.
"Aku tahu kamu masih ragu," ucapnya sejenak, lalu ia kembali mengecup leher Sarah secara sensasional sampai Sarah mulai terbawa suasana. Apalagi parfum Anggara yang menenangkan dirinya mulai membuatnya merasa nyaman.
Lalu dengan intuisi juga, Sarah melingkarkan leher Anggara dengan tangannya dan menikmati semua sentuhan hangat dari Anggara disekujur lehernya.
"Rebahkan dirimu di Sofa, Rah!" perintah Anggara, yang mana Sarah cuman menurut saja. Kakinya yang tadi masih memijak Lantai langsung dinaiki ke Sofa sampai ia berbaring seutuhnya di sofa dengan menjadikan bantalan tangan Sofa sebagai bantal kepalanya.
"Jangan bilang ini ke siapapun ya , termasuk juga Mama aku." ucap Sarah yang sebenarnya masih ketakutan untuk melakukan hal bodoh ini, tetapi setiapkali Anggara berkata-kata pastilah langsung terhasut saat itu juga.
Sementara itu, Anggara hanya mengangguk saja dan juga kini ia sudah menindih tubuh Sarah dan sibuk menjilati leher gadis itu.
"Aku kok jadi sesak pipis, Angga!" beritahu Sarah yang mulai tak karuan, sepertinya ia sudah mulai terangsang pada ciuman tersebut.
"Kayaknya itu cuman rangsangan doang, Rah. Tahan aja ya!" celutuk Angga, lalu ia melirik kearah dua bantalan tinggi yang tertutupi kaos Pink dari Sarah.
"Boleh gak aku pegang, Rah?" tanyanya sekali lagi untuk meminta izin, tetapi tak ada jawaban dari Sarah yang sudah merasa tak karuan dan berusaha memadamkan birahinya.
"Aku anggap kamu setuju ya, Rah." ucap Anggara yang langsung menarik ke atas Kaos Sarah sampai benar-benar lepas dan memperlihatkan tubuh elok itu lagi dengan dilapisi benang di bagian puncak gunung itu.
Anggara tersenyum nakal, lalu ia melepaskan benang tersebut dan baginya ini adalah hal yang paling menggairahkan tatkala saat ia melihat langsung dua puncak gunung tersebut secara nyata. Gunung yang memiliki puncak bewarna hitam di tengahnya itu langsung ia remas sampai membuat Sarah menggeliat .
"Sakit, Rah?" tanyanya, Sarah cuman menggelengkan kepalanya saja karena ia juga terlalu malu untuk mengatakan nikmat.
"Baguslah kalau gak sakit, " ucap Anggara yang langsung menjilati Gunung itu kembali , sampai mengundang syahwat yang mulai memuncak. Sarah mulai menggeliat-liat seperti cacing kepanasan .
Bukannya meminta agar Anggara untuk berhenti, malahan Ia memilih diam saja sambil menikmati semua sensasi yang diberikan oleh Anggara.
Hingga beberapa bekas kecupan mulai memenuhi sekitaran dada Sarah, tetap saja Anggara belum menyudahi tindakannya itu.
Dan secara spontan, entah bagaimana bibir Sarah lepas kontrol begitu saja sampai membuat Anggara tertegun.
"Masukin! Aku gak kuat, Angga." lirihnya yang sudah mendesah tak karuan.
Anggara yang sebenarnya juga memang ingin merasakan bagaimana rasanya memasukan bendanya itu ks milik Sarah, tetapi buru-buru mengontrol diri. Ia tak mau sampai berbuat sejauh itu Karena Anggara tak juga berniat menghancurkan kehidupan Sarah lebih jauh lagi, bahkan ia sendiri tak mau sampai kebablasan yang bisa saja mengakibatkan Sarah Hamil.
"Masukin , Aku mohon! Aku gak kuat lagi," bujuk Sarah yang masih terus memejamkan matanya karena tak sanggup menahan dirinya.
Anggara tak menjawab, ia langsung bangkit dari sana untuk menenangkan pikirannya sesaat. Tetapi Sarah yang sudah terlanjur gak kuat, malah membuka celananya sambil melirik kepada Anggara.
"Masukin cepat! Aku udah basah, gak kuat, ini gimana jadinya Angga?" tanyanya yang malah menangis, maklum saja Sarah juga masihlah remaja belasan yang belum mengerti tentang beginian.
Anggara yang merasa kasihan, langsung mengambil kembali baju Sarah yang jatuh di lantai.
"Kita hentikan saja sampai sini ya, Rah! Maaf ya, aku udah keterlaluan." ucapnya sambil menghapus air mata Sarah, tetapi Sarah malah menggelengkan kepalanya saja sambil menangis.
"Tapi aku masih terangsang, gimana? Bentar lagi Mama pulang, " adunya pada Anggara. Namun Anggara cuman diam saja dan membiarkan Sarah menangis selama beberapa saat sampai akhirnya Sarah mulai tenang. Barulah ia membantu Sarah duduk kembali dan memberikan baju itu kepada Sarah.
"Kamu pakai dulu ya baju kamu, aku gak mau nantinya perbuatan kita malah buat kamu hamil." Sarah cuman mengangguk saja, dan untuk yang sekian kalinya ia menurut saja .
"Pasang lagi celana kamu juga, " ucap Anggara, kini tatapannya serius dengan nada lembut tidak seperti sebelumnya.
"Udah basah, kalau gitu mendingan aku mandi aja kali ya biar bersih." pekik Sarah sambil mengenakan kembali celananya, tetapi sebelum sempat pergi dari sana mendadak Anggara menahannya
"Bentar, ada yang mau ku bilang!"
"Apa?"
"Kamu gak apa-apa , kan? Ada yang gak tindakanku yang gak sengaja buat kamu terluka?" tanya Anggara penuh khawatir.
"Gak kok, tapi jangan lakuin secara keseringan ya. Aku gak kuat dan takutnya kambuh lagi perasaan traumaku."
"Makasih ya udah pengertian, aku janji bakal belajar mencintai kamu."
"Kamu janji gak ninggalin aku?" tanya Sarah yang dibalas anggukan oleh Anggara.
"Kalau gitu mendingan kamu mandi, nanti kalau Mama kamu pulang kita ijin jalan-jalan keluar."
"Tapi aku belum berani keluar?"
"Kamu gak usah takut ya , Rah. Aku bakal ada disamping kamu buat jagain kamu. Tenang aja ya!" Anggara mencium kening Sarah sambil tersenyum.
Sarah yang mendengarkan itu langsung mengangguk saja, dan segera berjalan ke kamar untuk bersiap-siap.
Walaupun sebenernya ia sendiri gak tahu apakah dirinya siap untuk keluar rumah, meskipun Dokter sudah mengijinkannya untuk keluar dan mencoba beradaptasi kembali.
Share this novel