Natal tiga tahun lalu masih melihat senyuman seseorang yang secantik malaikat. Kepergiannya tak di harapkan oleh semua orang. Di musim dingin itu menjadi polemik dan kebekuan pada jiwa-jiwa yang mencintainya dengan tulus.
"Hyun kau harus bangun.”
Kehangatan elusan lembut sedang menyapu pipi Hyun yang masih terbaring. Dia masih tak sadarkan diri di sofa panjang, Hoon memanggil lembut namanya sekali lagi. Hoon begitu merasa cemas pada mahasiswa tampan yang sedang merintih sakit dan memanggil nama seseorang.
Keringat dingin yang keluar dari tubuh semakin membanjiri wajah si manis. Sang dosen melihat kedua mahasiswa itu pingsan secara bersamaan.
“Kamu harus memeriksa seluruh ruangan."
"Baiklah aku mengerti apa yang harus kulakukan sekarang eomma."
Hoon segera meninggalkan mereka, sang dosen sekilas melihat ibunya akan segera menggelap wajah Hyun dengan kain bersih dan melepaskan sepatu. Hoon mengingatkan ibunya untuk segera melepaskan dua kancing baju.
"Baiklah Hoon."
Disisi lain Hoon berada di depan layar sembari mengecek isi laci di meja. Semua terpantau dari dalam dan luar para mahasiswa dan dosen ikut berlarian dan sebagian lain sudah seperti seorang psikopat gila.
Ini seperti pemusnahan manusia dari seleksi alam.
Wajah Hoon lesu terduduk putus asa, memijat kepalanya yang sakit. Hoon masih belum mendapatkan jawaban pasti dan logis atas kejadian menimpa satu kampus ini.
Sekelebat saja dia teringat smartphone andalannya di saku celananya. Setelah ia menariknya dengan jari jemarinya yang mulus putih.
Nihil sama sekali, bahwa tertera tidak berada dalam jangkauan sinyal. Sempurna sekali hari ini, kebetulan kesialan ini bertubi-tubi sangat lancar menghantam mereka semua. Harapan yang pupus di tengah jalan.
Hoon sedang memikirkan bagaimana cara bisa keluar dari sini dengan aman dan selamat.
Sakit kepala menyerang syaraf otaknya, siapa sih yang berasa tenang dengan suasana fenomena yang sangat asing?
Seandainya saja bencana ini tidak terjadi tentu sekarang masing-masing mereka sudah menikmati kasur yang empuk malam ini.
Si dosen juga sadar tempat ini aman untuk sebentar atau beberapa hari tapi tidak bisa menjamin keselamatan pada perut mereka masing-masing di masa depan.
Susah bertahan lama tanpa stok makanan yang memadai buat mereka berempat di tambah kondisi kedua para mahasiswa yang sangat membutuhkan peralatan medis dan makanan sehat.
Pak dosen menghela nafas melihat stok tersisa berupa beberapa dus air mineral dan beberapa snack ringan. Lambat laun mereka akan mengalami kelaparan dan mungkin saja saling memangsa satu sama lain.
Keputusan harus di jalankan, besok pagi mereka harus segera keluar dari sini. Malam ini mereka bisa bernafas lega untuk bersembunyi dengan aman. Cukup sekarang beristirahat untuk memulihkan stamina dan mengendurkan syaraf yang tegang.
Nampak kegiatan dosen tersebut acak kadut, menekan kepalanya yang sakit dan sepertinya membutuhkan waktu untuk tidur. Pak dosen tertidur pada meja kecil tersebut. Sudah bisa di tebak pasti saat bangun seluruh tubuhnya akan merasakan sakit. Ya mau bagaimana lagi hanya itu yang tersisa.
Seorang pria jantan itu harus mau berkorban demi orang yang terkasih.
Di satu sisi lain di waktu yang sama situasi Hyun yang tampak masih tak sadarkan diri. Keadaan peluh keringat dan ocehan yang tidak jelas.
Seperti dengkuran naik turun, kedua kaki Hyun semakin dingin. Ny. Jun mengecek dahinya sedikit hangat seperti suam-suam kuku. Ada rasa gelisah di dadanya tentang kondisi Hyun dan sisi Dahye yang masih tak sadarkan diri juga.
Karena kedua mahasiswa ini sudah cukup lama pingsan Ny. Jun berinisiatif memanggil Hoon untuk membantunya. Ny. Jun berjalan mendekati anaknya, terlihat anaknya lelah dan tertidur di meja.
Niat Ny.Jun menjadi agak ragu tapi karena desakan kondisi dua mahasiswa farmasi itu semakin parah akhirnya terbulatkan hati untuk segera membangunkan anaknya.
Salah satu tangannya memegang bahu anaknya yang baru saja tertidur. Mungkin rasa lelah ini belum hilang dari tubuhnya. Sudah pasti emosional juga bisa naik turun yang disebabkan kelelahan secara fisik dan batin.
“Hoon bangunlah eomma butuh bantuanmu.”
Mendengar suara yang sangat dikenal badan Hoon terkejut dan tepukan yang datang padanya semakin membuat dirinya tersadar dalam tidurnya.
Seirama kelopak matanya bergerak ke kanan ke kiri, tirai yang menutupinya segera dinaikan ke atas. Pandangan pertama terlihat begitu samar-samar seperti roh halus, ya itu pasti membutuhkan minimal satu atau lima menit menyinkronkan koneksi antara otak dan mata.
“Iya eomma ada apa?”
“Hyun masih tak sadarkan diri dan mulai demam.”
“Kita harus segera mengompresnya.”
“Bukan kah disini tidak ada es batu?”
“Kita harus mencari jalan lain dan segera membawanya ke rumah sakit terdekat.”
“Pada situasi seperti ini?”
“Mau tidak mau pada akhirnya kita harus melakukannya eomma."
Hoon menggigit bibirnya sebagai tanda bahwa keputusan tersebut harus dijalankan tapi di satu sisi lain juga mempertimbangan hasil kegagalan yang justru membahayakan nyawa mereka semua.
Sebagai ketua tim harus bersikap bertanggung jawab, bijak dan tepat memilih. Keputusan yang diambil semata-mata di dasarkan dari ego diri akan menyebabkan hal yang bakal membuat posisi team semakin bahaya.
Sangat riskan sekali, sudah tentu semua itu sudah dipikirkan secara matang oleh dosen muda tersebut.
Di hal yang lain menjadi pokok pikiran sang dosen adalah alasan logika apa manusia di luar seperti seorang psikopat lapar dan tanpa kenal rasa takut?
Masih terlintas di benak juga soal kondisi Hyun yang secara turun drastis jatuh pingsan setelah mereka memasuki ruangan ini dan hal itu menjadi titik fokusnya juga.
Satu nama terpanggil terus menerus tersaut dari bibir kecilnya yaitu Jenny. Siapakah jenny?
Mula-mula Hoon menyentuh ibu jempol Hyun dan menekan sejenak. Hoon tidak melakukan itu saja tapi turut membuka kain yang melapisi tubuh mahasiswa tersebut. Apapun dilakukan demi sang uke, seorang seme muda idola mahasiswi nekat memberikan pijat diantara ruas kaki dan serta meninggikan kaki Hyun ke atas bahunya.
Sudah beberapa kali melakukannya sebagai pertolongan pertama. Hoon tak luput mencoba menghangatkan mahasiswa yang sedang tak berdaya ini. Berkat ini Hoon dapat meremas kedua tangan sang uke dan menggosokannya seperti lampu ajaib Aladin.
Hoon terus menggesekkan dan memberikan uap hangat dari mulutnya. Sungguh kesempatan emas.
merasa dirasa itu tak cukup, dengan ide nakalnya yang entah dari mana datangnya, kedua tangan Hyun di masukan ke dalam baju kasualnya dan dieratkan di belahan kedua dada roti sobeknya, ini akan menjadi racun yang sangat mendebarkan bagi Hoon.
Dasar dosen mesum!
suka suka hati mau update kapan aja :)
Share this novel