"Emang dasar Nadine aja yang gak tau diri, aku sumpahin dia mendapatkan azab dari apa yang dia lakukan kepadamu, Ibu tidak terima ya Mar, apalagi tentang uang yang di dirampasnya itu! udah jelas-jelas dia tidak bekerja, seharusnya dengan sukarela Dia memberikan uang itu kepadamu, kan memang kamu yang kerja?" pendapat sampah seorang Pratiwi.
Padahal yang sebenarnya adalah uang yang diterima oleh Nadine itu merupakan uang tunjangan dari perusahaan yang memang diperuntukkan untuk istri dari para pekerjanya, lalu bagaimana jika perempuan yang bekerja di perusahaan Indrawati tersebut?
Nah kalau ada perempuan yang bekerja di sana maka akan mendapatkan bonus separuh dari tunjangan istri tersebut yaitu sekitar 1.500.000. Bonus itu pun tidak serta-merta keluar begitu saja.
Bonus itu bisa cair jika pekerja tersebut tidak absen selama masa kerjanya di satu bulan dengan alasan apapun.
"Iya ya Bu? Kok Nadine tidak mendapatkan azab karena sudah menzalimiku? Dia malah semakin senang hidupnya! Ibu tahu tidak kalau dia sudah memulai usahanya?" Tanya Damar.
"Perempuan tidak berpendidikan seperti dia memangnya bisa apa? Palingan kalau tidak menjadi pembantu ya jadi pemulung! itu kan pekerjaan gratis yang tanpa meminta pengalaman ataupun ijazah!" jawab ibu Pratiwi merendahkan latar pendidikan Nadine.
"Bukan Bu, Nadine itu membuka usaha roti kering dan roti basah, dari yang aku dengar, yang pesan ke dia banyak loh bu!" Damar membantah.
''Alllaaaah... paling juga tidak akan maju usahanya! mana ada dia berpengalaman di bidang marketing? Lagian emangnya kamu percaya kalau Nadine itu bisa membuat kue?" Ibu Pratiwi meragukan kemampuan Nadine.
"Selama jadi istriku tidak pernah sih dia membuat kue, jangankan kue Bu, Lawong setiap hari masakannya saja hanya tahu tempe tumis sayur kangkung sayur bayam! paling mewah telur kalau tidak ikan asin, itu pun tidak sering!" Damar menjelaskan dan menjawab pertanyaan ibunya.
"Nah dari sana saja kamu sudah tahu, mana ada orang pandai membuat kue tapi tidak pernah berkreasi di rumah? Ibu yakin jika Nadine benar membuka usaha itu, usahanya itu tidak akan pernah maju! kamu lihat aja nanti." kata Bu Pratiwi masih meremehkan kemampuan Nadine.
Ibu dan anak itu seolah menutup mata dengan apa yang mereka lakukan kepada Nadine di hari yang telah lalu, uang jatah 600.000 sudah cukup sampai sebulan saja sudah syukur alhamdulillah, lah ini? Disuruh berkreasi membuat kue? Helloooowwww.... waras itu otak?.
"Kalau menurut Ibu bagaimana kelanjutan hubunganku sama Nadine Bu?" Tanya Damar.
"Sudah biarin aja, tidak usah Kamu urus perceraian kalian, keenakan dia tidak keluar uang sama sekali nanti! gantung saja statusnya!" jawab ibu Pratiwi menyesatkan sang putra.
"Tapi kalau dia statusnya masih istriku, keenakan dia Bu nantinya, setiap bulan dia tetap akan mendapatkan tunjangan perusahaan sebanyak 3 juta! dan itu langsung masuk ke nomor rekeningnya, apa tidak semakin besar kepala itu dia nantinya?" Jelas Damar mengingat dengan jelas apa yang diucapkan oleh atasannya waktu itu.
"Lah kok bisa begitu? Mending kamu bernego sama atasanmu kalau uang jatahnya kamu sendiri yang akan memberikannya secara langsung, dengan begitu kan nanti uangnya bisa untuk ibu?" Usul Bu Pratiwi.
"Tidak bisa bu, Bu Indra sudah menemui Nadine sendiri saat itu, Ibu juga tahu bukan? Dan saat itu Bu Indra sudah meminta nomor rekening milik Nadine! sialnya lagi bulan ini dia pun masih mendapatkan tunjangan tersebut!" jelas Damar yang membuat Ibu Pratiwi keluar tanduknya.
Ia benar-benar merasa tak terima jika uang tersebut masuk dan mengalir begitu saja ke rekening milik Nadine.
"Enak bener hidupnya! kalau begitu, secepatnya Kamu urus aja perceraian mu dengannya! lha wong cuma ongkang-ongkang kaki di rumah saja kok dapat uang jatah dari perusahaan!" Ibu Pratiwi berkata dengan penuh emosi.
"Lagian bosmu itu kok ya nggak mikir? Yang kerja kan kamu, Lah kok yang mendapat tunjangan dari kantor malah istri mu? Aturan kalau ada uang tunjangan itu, Ibu yang menerimanya bukannya Nadine!"kata ibu Pratiwi masih tidak terima.
"Tapi yang jadi pertanyaannya, Damar tidak memiliki uang untuk mengurus perceraian Damar dengan Nadine Bu! ibu kan tahu sendiri nominal gaji yang Damar terima sekarang? Hanya separuh dari apa yang aku dapatkan selama ini!" keluh damar.
Jabatan yang tak sama, nominal gaji serta tunjangan dan lembur pun nilainya tak sama seperti yang dia dapatkan sewaktu masih menjadi suami Nadine.
Jika dulu uang lembur yang didapatkannya lumayan banyak, beda dengan kali ini bahkan kini juga terpotong dengan uang jatah Nadine dari perusahaan yang sudah ditiadakan, hanya sekitar 60% saja dari apa yang dia terima selama ini.
Pertikaian dan perpisahannya bersama Nadine benar-benar membuat jalan rezeki Damar seolah tersumbat, mana setiap bulannya dia juga harus membayar dan mencicil ke pihak koperasi atas sertifikat tanah ibunya yang telah digadaikan.
Yang biasanya sang Ibu mendapatkan jatah 3 juta, kini hanya mendapatkan satu juta saja setiap bulannya, sementara untuk Sarah, Damar sudah tidak mau memberikannya lagi. sementara untuk adiknya Santi, dia hanya memberikan jatah 500.000 saja.
"Kalau begitu kamu minta saja uang kepada Nadine untuk biaya perceraian kalian! minta saja kepada Nadine memotong uang 100 juta yang diberikan oleh perusahaan kepadanya!" kata Bu Pratiwi memberi usul.
"Kan Damar sudah bilang Bu? Uangnya sudah dimasukkan deposito oleh Nadine untuk tabungan Gibran! kalau sudah masuk deposito seperti itu, mana bisa uang itu diganggu gugat!" Jawab Damar.
"Nadine itu kenapa sok-sokan seperti itu sih? Dari mana juga dia tahu tentang deposito? Dia kan orang udik? Orang yang tidak memiliki pendidikan! kenapa bisa sampai kepikiran tentang deposito?" Geram Bu Pratiwi tak habis pikir.
"Mungkin ulah Sari dan Ine Bu, mereka berdua kan yang selalu ikut campur urusan kita!" jawab Damar.
"Ibu yakin kalau Nadine itu masih menyimpan sebagian uang tersebut, lagian dari mana dia bisa membuka usaha seperti yang kamu katakan kalau tidak dari uang itu? Kamu paksa saja supaya uang itu bisa keluar! jika pun perlu gunakan saja kekerasan!"usul Bu Pratiwi semakin berani.
"Kalau menggunakan kekerasan, yang ada itu aku yang bonyok Bu! Nadine itu jago beladiri! Lawong preman 5 saja bisa di libasnya dengan tangan kosong kok!" jawab Damar bergidik ngeri setelah mengatakan hal itu kepada ibunya.
"Tapi saat jadi istrimu dia kalem loh, bahkan nurut dan diam saja tanpa melawan saat Ibu, Sarah maupun Santi menghinanya! kok Ibu nggak yakin ya dengan apa yang kamu ucapkan?" Bu Pratiwi ragu dengan penjelasan putranya.
Seperti yang di katakannya barusan, Nadine selama ini merupakan sosok perempuan yang kalem dan patuh saat menjadi istri Damar, tak sekalipun menunjukkan ke bar-barannya seperti yang di ceritakan oleh Damar.
Share this novel