Episode 08: Maya Tersenyum Karena Aslan Sudah Masuk Kedalam Perangkapnya.

Drama Completed 1799

Aslan pun melemp4r tudung saji ke arah semb4rang karena saking kesalnya. Rasa lapar, kesal, dan marah bercampur jadi satu.

Mangkuk yang berisi tempe pun ia lemparkan juga untuk mel4mpiaskan kekes4lannya.

Praaank.

Bunyi mangkuk kaca yang jatuh dan pecah berkeping-keping pun sukses membuat Bu Asnah dan Lani terkejut.

Dua perempuan itu sedang membicarakan apakah Lani lanjut kuliah atau kerja.

Tapi gadis itu malah bersikukuh ingin kuliah. Jelas Bu Asnah bingung karena tempo hari Aslan menolak untuk membiayai kuliah adiknya.

Sedangkan simpanan uang Bu Asnah semakin hari semakin sedikit. Efek Aslan tak lagi memberinya ua-ng sebanyak dulu.

Bu Asnah memang sepenuhnya bergantung mengandalkan ua-ng kiriman dari Aslan.

Suaminya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu akibat serangan jantung mendadak.

Almarhum Ayahnya Aslan itu hanya bekerja sebagai karyawan biasa. Ketika meninggal, memang atasan Ayahnya Aslan memberikan uang duka dan pesangon.

Namun uang tersebut cepat lvdes karena diam-diam ternyata almarhum memiliki utang dimana-mana yang tidak diketahui istrinya semasa hidup.

Jadinya ua-ng tersebut habis untuk menutupi utang tersebut.

Wanita paruh baya itu juga tidak bekerja. Makanya ia menggantungkan harapan pada Aslan dan Hagia untuk menyekolahkan Lani sampai kuliah.

Ketika ditinggal sang Ayah, Lani masih duduk di bangku SMP.

"Astaga, kenapa lagi si Aslan?" gumam Bu Asnah terperanjat ketika mendengar suara mangkuk di lempar.

Bu Asnah dan Lani pun tergopoh-gopoh ke dapur menemui Aslan. Kedua perempuan itu terkejut melihat pecahan beling berserakan dimana-mana.

"Aslan, apa-apaan ini?" pekik Bu Asnah yang terkejut karena melihat pec4han beling bers3rakan.

"Ibu enggak masak apa?"

"Masa aku cuma disisain nasi kering dan tempe doang."

"Aku dari tadi siang belum makan lho, Bu!"

"Emangnya Ibu udah enggak nganggap aku anak lagi apa?"

"Jadi aku cuma dikasih makan ginian doang."

"Tiap bulan aku ngasih Ibu uang lho padahal."

"Masak yang enak dong, Bu," jawab Aslan dengan penuh emosi.

Wajah Bu Asnah merah padam. Emo-si di dalam dadanya ikut mendidih.

Bukan berarti dia tidak mau memasak makanan yang enak. Tetapi uang yang diberikan Aslan pun pas-pasan.

Tidak seperti ketika Aslan masih bersama dengan Hagia. Belum lagi uang pemberian Aslan itu juga dibagi untuk bayar sekolah Lani yang lumayan mahal,.

Karena anak bungsunya itu ia sekolahkan di sekolah swasta yang cukup bergengsi di kota mereka.

"Kamu pikir uang yang kamu berikan ke Ibu itu banyak, hah?"

"Uang cuma sedikit tapi lagakmu kayak memberikan uang sepuluh juta kepada Ibu!"

"Belum lagi uamgg dari kamu Ibu bagi untuk bayar listrik, bayar PD-A-M, bayar S-P-P adikmu, dan memberi uang sakunya tiap hari."

"Kamu enggak mikir sampai ke situ, As?" bentak Bu Asnah tak terima dengan kata-kata putranya yang menyakiti perasaannya itu.

"Tapi, Bu. Kenapa dulu ketika Aslan berkunjung ke rumah Ibu,"

"Ibu selalu masak yang enak-enak? Makanan yang Aslan mau juga Ibu masak."

"Sekarang boro-boro Ibu masak makanan kesukaan Aslan!"

"Ibu malah masak tempe kering doang. Mana bisa Aslan makan nasi lauk tempe aja, Bu!" Aslan juga tak terima dengan sempr0tan perkataan Ibunya.

"Kamu tau, As? Dulu Hagia memberikan ua-ng kepada Ibu dua kali lipat daripada ua-ng yang kamu berikan kemarin."

"Terkadang pas pertengahan bulan Ibu perlu ua-ng untuk bayar arisan, Ibu minta lagi sama Hagia,"

"Toh dia kasih. Lah sekarang uang kamu itu cukup sampai mana, As?"

"Buat kebutuhan selama seminggu aja kurang!"

Mata Aslan terbeliak mendengar penjelasan Ibunya. Ternyata selama ini, Hagia yang menutupi kekurangan uang yang akan ia berikan kepada Ibunya.

Rasa bersalah semakin menyusup dalam benak Aslan. Ia pun menyesal karena sudah menduakan Hagia dan diam-diam menikah lagi dengan baby sitter anak-anaknya itu.

"Ibu aja yang terlalu b0ros!"

"Dari dulu kan Ibu enggak pandai mengatur keauangan."

"Makanya uang pesangon almarhum Ayah pun cepat habis."

"Aslan tau itu karena Ibu yang selalu mendesak Ayah memenuhi keinginan Ibu."

"Makanya Ayah jadi punya banyak utang." Aslan pun berani mencib1r wanita yang telah melahirkannya itu.

Plak

Sebuah tamparan pun dilayangkan ke wajah Aslan. Tidak terlalu keras. Namun cukup sakit. Ya, cukup membuat hati Aslan terpukul.

"Ibu tegar menampar Aslan. Ibu tega!!" jerit Aslan.

"Kamu keterlaluan, As! Kamu terlalu bod0h."

"Sikapmu juga gegabah dan terlalu terburu-buru."

"Harusnya kamu enggak usah menikah dengan Maya, kalau akhirnya malah bikin hidup Ibu jadi nelangsa begini."

"Ibu nyesal, As. Ibu nyesel. Ibu nyesel karena sudah mengizinkan kamu menikah lagi dengan Maya." Bu Asnah meninggalkan Aslan.

Emosinya sudah tidak terkendali lagi. Wanita paruh baya itu pun masuk ke dalam kamarnya.

Ia pun menangis sejadi-jadinya.

Lani membersihkan dan menyapu pecahan beling yang berserakan tersebut.

Gadis itu sebenarnya ikut bersedih karena ia terancam tidak bisa kuliah.

Ia juga menyesal karena sudah ikut mendukung Aslan menikah lagi dengan Maya.

Apalagi Lani dan Maya juga seumuran. Makanya mereka cepat akrab.

Berbeda dengan Hagia yang umurnya terpaut jauh dari Lani.

Maya yang sedang enak-enakan tidur siang pun terbangun karena mendengar keributan antara suami dan mertuanya.

Wanita itu menggeliat kan tubuhnya di atas ranjang. Sejurus kemudian Maya tersenyum karena Aslan sudah masuk ke dalam perangkapnya.

Maya menemui Aslan yang sedang duduk di kursi depan meja makan. Wajah suaminya itu kusut sekali. Apalagi Aslan belum makan dari tadi siang.

"Kamu belum makan, Mas?" tanya Maya yang bermulut manis kepada suaminya itu.

"Ya belum lah."

"Ibu cuma masak tempe doang. Dikiranya aku bisa makan cuma sama tempe apa!" jawab Aslan frustasi.

"Sudah, Mas. Enggak usah suntuk gitu mukanya."

"Aku bikinkan mie instan dan telur ceplok dulu ya," bujuk Maya yang memang ada maunya pada lelaki itu.

"Iya, sana buruan."

"Aku sudah laper banget nih," jawab Aslan sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

Maya pun langsung memasak mie instan dan telur. Tak butuh waktu lama, makanan itu sudah terhidang di atas meja makan.

Aslan dan Maya pun makan dengan lahap.

"Mas, aku mau ngomong nih sama kamu," kata Maya dengan suara lembut.

"Iya, mau ngomong apa," sahut Aslan yang masih menikmati mie instan yang terasa nikmat baginya itu.

"Anu, Mas. Ibuku butuh kiriman ua-ng lagi untuk berobat."

Seketika Aslan pun tersedak dan terbatuk-batuk mendengar istri sirinya minta ua-ng lagi.

To Be Continue..

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience