Episode 03: Aslan Memperlihatkan Dokumen Pernikahan Dirinya.

Drama Completed 1799

Hagia dibantu oleh Bu Erna dan Bu Seli cepat-cepat memasukkan pakaian Aslan dan Maya ke dalam koper.

Tak sabar rasanya Hagia ingin mengusir pasangan yang tidak tau malu itu. Sungguh Hagia tidak percaya.

Suaminya dan baby sitternya harus melakukan perbuatan bejat mereka di rumah ini. Apalagi anak-anak mereka ada di sini.

Benar-benar jengkel dan emosi yang kini dirasakan wanita tiga orang anak itu.

Setelah semua pakaian Aslan dan Maya beres, Bu Seli dan Bu Erna mengangkut kedua koper itu.

Meletakkan dua benda itu di teras. Rasanya Hagia tidak svdi kalau Maya dan Aslan menginjakkan kaki mereka di rumahnya.

Hagia pun menyusul ke rumah Pak RT. Di sana juga ramai para warga yang memadati pekarangan rumah Pak RT.

Hagia terpaksa tersenyum kepada para warga. Mereka ada yang kasihan pada Hagia, ada juga yang menyalahkan.

Namun wanita itu sudah tidak memperdulikan lagi apa kata para warga.

"Begini, Pak Aslan."

"Para warga tidak bersedia kalau Pak Aslan dan Mbak Maya berada di komplek ini lagi."

"Para warga berniat menikahkan kalian, setelah itu kalian bisa langsung angkat kaki dari sini," kata Pak RT tegas.

Ia juga marah besar pada keduanya.

Mendengar penjelasan Pak RT, mata Aslan dan Maya terbeliak. Sungguh mereka tidak menduga kalau aksi nekat mereka akan ketahuan.

Sementara itu Hagia hanya tersenyum si-nis. Secercah rasa lega terbit di hatinya.

Setelah ini rencananya ia akan menggugat cerai Aslan. Hatinya sudah mati. Ia tidak bisa memaafkan suami pengkhi4nat.

"Ta-tapi, Pak. Kalau Bapak mengusir kami, mau tinggal dimana kami?" protes Aslan ketakutan.

"Ya jelas itu bukan urusan kami."

"Yang jelas para warga komplek ini tidak sudi menerima kalian di sini. Jelas?"

Aslan menelan salivanya dengan susah payah. Kalau dia angkat kaki dari rumahnya.

Otomatis ia tidak bisa mempertahankan pernikahannya dengan Hagia.

Sedangkan selama ini yang menopang perekonomian rumah tangga adalah Hagia.

"Enggak bisa ditawar, Pak?" Raut wajah Aslan begitu cemas.

Sedangkan Maya dari tadi hanya diam dan menundukkan wajahnya. Wanita itu penampilannya sudah acak-acakan.

Rambutnya terlihat berantakan karena bekas dijambak oleh Budenya sendiri.

"Tidak bisa. Oh iya, sebelum kalian angkat kaki,"

"Kami harus menikahkan kalian dulu. Daripada nantinya kalian bebas berbuat zina di luar sana," usul Pak Satpam.

"Hah, ya ya ya. Kamu benar, Pak. Baik kita persiapkan penghulu, wali, dan saksi agar mereka bisa kita nikahkan!"

Wajah Aslan merah padam. Ia tidak terima diperlakukan layaknya persekitaran seperti ini.

Lelaki itu menyalahkan Hagia yang tidak mengabari kalau akan pulang cepat dari jadwal yang sudah direncanakan.

"Pak, maaf tapi kami sudah menikah siri," celetuk Maya angkat suara.

Semua orang yang ada di sana tercengang. Begitu pula Aslan. Lelaki itu tidak berniat untuk mengatakan yang sebenarnya, karena ia takut Hagia akan semakin benci kepadanya.

Mendengar pernyataan Maya, Hagia bagaikan disambar petir di siang bolong. Darahnya mendidih dan menggelegak.

Emosi jiwanya kian membara.

"Pantas saja kalian berani melakukan itu di rumahku."

"Dasar tak tau diri! Pengkhianat!" Hagia menampar wajah suaminya.

Pak RT dan Bu RT terkejut atas sikap Hagia. Semua warga yang ada di sana bersorak dan mendukung Hagia.

Mereka senang melihat sikap Hagia yang tegas terhadap suami dan baby sitternya.

Aslan tak menghiraukan rasa sakit yang menjalar di pipinya. Ia kembali bertekuk lutut, bersujud di kaki Hagia, dan mencium kaki istrinya itu.

"Maafkan aku, Hagia."

"Aku khilaf. Aku mohon maafkan aku."

"Tolong jangan ceraikan aku."

"Aku mohon. Kalau kamu mau aku ceraikan Maya, akan aku lakukan," kata Aslan sambil menangis sesenggukan.

Ia benar-benar takut kalau diceraikan istrinya.

Sesak rasanya dada Hagia mendengar penurutan suaminya. Tetapi yang namanya pengkhianatan dan perselingkuhan, memang tidak ada obatnya.

Hagia tidak tinggal diam. Ia pun menendang wajah suaminya. Tak mau rasanya mendengar alasan basi itu lagi.

Para warga semakin ramai dan berdesakan, mengintip dari jendela rumah Pak RT. Gegap gempita dan tepuk tangan pun dilayangkan untuk Hagia.

Sementara Aslan memegangi pipinya yang sakit. Rasanya dirinya sudah tidak punya harga diri lagi.

Rasa malu dan kesal bercampur menjadi satu. Hagia hari ini sukses menginjak-injak harga diri Aslan.

"Urusan Mas Aslan dan Maya saya serahkan kepada Pak RT."

"Saya juga sudah tidak sudi menerima Mas Aslan sebagai suami saya lagi."

"Saya juga setuju kalau mereka diu-sir dari komplek ini," ucap Hagia tanpa gentar.

Sekuat tenaga Hagia menahan agar air matanya tidak luruh lagi.

Berat rasanya harus mengikhlaskan suami yang ia cintai kepada baby sitter yang selama ini ia percayai.

Hagia pun memutuskan untuk pergi dari rumah Pak RT. Sementara itu Aslan dan Maya dimintai bukti kalau mereka sudah menikah siri.

Aslan dan Maya pun pamit kembali ke rumah untuk mengambil bukti tersebut. Tentu saja Pak RT dan Pak Satpam mengawal mereka.

Namun setibanya di rumah, Aslan terkejut bukan main melihat ada dua buah koper yang sudah terletak di teras.

Sementara Hagia berdiri di depan pintu sambil melipatkan tangan di dadanya.

"Ka-kamu tega mengusirku, Gi?" tanya Aslan tercengang.

"Iya. Emang kenapa?"

"Aku sudah kasih kamu kebebasan buat main sepuasnya dengan Maya," jawab Hagia dengan sinis.

Pak RT pun meminta surat pernikahan siri mereka. Aslan izin masuk mengambil sebuah map besar yang berisi dokumen dan ijazah sekolahnya.

Hagia pun menutup pintu rumahnya, ia tidak mau lagi Aslan masuk. Ia juga menenteng kunci sepeda motor Aslan.

Aslan memperlihatkan dokumen pernikahan sirinya dengan Maya ke Pak RT.

Perasaan Hagia remuk redam. Begini rasanya sakit karena pengkhianatan.

Aslan dan Maya lega. Mereka terlepas dari hukuman zina. Tetapi Pak RT tetap meminta mereka pergi karena khawatir warga akan bertindak anaraks pada mereka.

Aslan pun terpaksa mengiyakan.

Apalagi Hagia juga tidak mengizinkannya masuk ke rumah mereka lagi.

"Ini kunci sepeda motormu, Mas," kata Hagia melemparkan kunci tersebut di atas koper.

Aslan hanya pasrah. Ia pasti akan kembali nanti akan kembali merayu dan menemui Hagia bila keadaan sudah tenang. Lelaki itu pun memungut kunci sepeda motornya itu.

"Mas, bukannya kamu selama ini naik mobil?"

"Kok Bu Hagia cuma menyerahkan kunci motor?" tanya Maya heran.

"Heh, Pelakor! Mobil itu punya aku."

"Aku yang beli dengan ua-ngku sendiri."

"Bukan punya Mas Aslan."

"Jadi jangan mimpi deh kamu bakalan naik mobil dan jadi kaya mendadak karena menikah dengan Mas Aslan."

"Kalau mau jadi kaya ya kerja dong!"

"Halah!! Jangan bisanya cuma ngangkang doang," sahut Hagia dengan ketus sambil menatap tajam Maya.

To Be Continue

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience