Hagia tersenyum lega karena sudah mengusir suami pengkhianat dan baby sitter kegatelan di rumahnya.
Namun rasa sakit yang ditorehkan masih terasa menyayat relung hatinya.
Tidak mudah memang bagi wanita beranak tiga itu untuk menjalani semua ini.
Sebentar lagi wanita itu akan menyandang status janda. Hal yang tidak pernah ia sangka selama ini, membayangkan saja Hagia tidak pernah.
Hagia pun mencari baby sitter pengganti Maya dengan menelepon yayasan penyalur.
Ia tidak mau anak-anaknya sampai terlantar karena kesibukannya bekerja.
Toh selama ini ia juga bekerja demi memenuhi kebutuhan dan pendidikan ketiga anaknya.
Mbak Narti, wanita berusia 45 tahun itu akhirnya bekerja di rumahnya menggantikan Maya.
Hagia merasa lega karena mendapatkan baby sitter yang lebih tua. Apalagi beberapa hari ini, ia melihat Mbak Narti sabar sekali dalam mengasuh tiga anaknya.
Aslan sedang kebingungan karena diusir oleh istrinya. Sementara itu disisi lain adik bungsunya, si Lani, masih membutuhkan biaya untuk kuliah.
Lelaki itu baru menyadari kalau gajinya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Selama ini memang Aslan rajin mengirimkan uang bulanan kepada Ibunya. Itupun karena uang tambahan dari Hagia.
Beberapa hari kemudian.
"As, kamu kemarin belum ngasih Ibu uang bulanan kan?"
"Ibu minta uang gaji kamu ya?" pinta Bu Asnah kepada putranya.
Uang bulanan yang diberikan Aslan tiap bulan tersisa dua puluh ribu.
Selama ini Bu Asnah menggantungkan hidup pada pemberian bulanan putra pertamanya itu.
Suaminya sudah lama meninggal dunia karena serangan jantung sejak Lani masih kecil.
Aslan yang baru saja pulang kerja menghela napasnya kasar. Hari ini memang ia baru saja gajian.
Tetapi uang yang diterimanya hanya sekadar UMR lebih. Gajinya lebih sedikit bila dibandingkan Hagia.
Ya, karena memang posisi jabatan Hagia lebih tinggi di atasnya.
Apalagi hari ini Maya mengajaknya berbelanja. Semakin pusing rasanya kepala Aslan.
"Ini, Bu." Aslan memberikan beberapa lembar uang kertas berwarna merah kepadanya ibunya, setelah ia merogoh saku celananya.
"Apa cuma segini doang, As? Hari gini belanja dengan uang segini apa cukup?"
"Biasanya kamu ngasih Ibu dua juta sebulan!" gerutu Bu Asnah tidak terima.
Glek.
Aslan menelan salivanya dengan susah payah. Lelaki itu juga terkejut mendengar kalimat Ibunya, bahwa Ibunya menerima dua juta dari gajinya.
Itu artinya separo lebih dari gajinya selama ini. Ia kembali menyadari satu hal.
Selama ini memang ia hanya memberikan uang gajinya lima puluh persen saja kepada Hagia.
Ia tidak tau persis berapa jumlah uang yang diterima Ibunya.
"Tapi, Bu. Maya mau ngajakin makan dan jalan-jalan hari ini."
"Kalau Aslan berikan dua juta pada Ibu, gimana Aslan makan di kantor dan beli bensin untuk sepeda motor Aslan?" Aslan memprotes.
"Lho memang segitu Hagia memberikan uang kepada Ibu."
"Ibu masih ada bukti mutasi rekening Ibu kalau kamu enggak percaya."
Aslan mendadak jadi bingung, bagaimana ia memberikan dua juta kepada Ibunya.
Kalau diberikan dua juta, sisa uangnya tinggal sedikit dong.
Kalau uangnya habis sebelum gajian, biasanya Hagia akan memberikan uang bensin dan makan lagi pada suaminya itu.
"Bu, tapi Maya juga butuh belanja dan bersenang-senang."
"Kamu ini gimana sih?"
"Maya terus yang ada di pikiran kamu. Kamu enggak mikirin Ibu sama adikmu kayak gimana?"
"Dulu pas kamu masih sama Hagia, kamu enggak pernah perhitungan begini!"
"Kamu juga enggak pernah beralasan ini uang untuk Hagia."
"Maaf, Bu."
Bu Asnah kecewa dengan putranya. Ia menyesal kemarin mengizinkan Aslan menikah lagi dengan Maya walau hanya menikah siri.
Putranya itu selalu mengeluh karena kesepian ditinggal Hagia sibuk sendiri.
Bu Asnah terpaksa mengizinkan Aslan menikah lagi, dengan syarat jangan sampai ketahuan Hagia.
Pasalnya Aslan sudah beberapa kali main dengan baby sitter itu sebelum Hagia pulang dari kantor. Ia tidak mau putranya berzina terus.
Namun nasib apes menimpa Aslan waktu itu. Ia mengira akan aman saja main di ranjang bersama Maya.
Karena selama ini ketika Hagia masih lembur di kantor pun aksinya tidak ketahuan.
Apalagi jelas saat itu Hagia sedang dinas di luar kota. Mereka tidak menyangka kalau ternyata Hagia akan pulang cepat.
Tak disangka Aslan dan Maya pun diusir Hagia. Hagia memang tidak mau menerima suami pengkhianat seperti Aslan.
"Mas, jadi kan hari ini kita pergi ke Mall?" tanya Maya yang sudah siap dengan pakaian seksinya.
Wanita bertubuh sintal itu memakai dress selutut dengan lengan baju you can see.
Aslan melirik ke arah Ibunya. Bu Asnah menatap Maya dengan sinis.
Penyesalan pun perlahan hinggap di benaknya, ia jadi menyesal karena mengizinkan Aslan menikah lagi.
"Heh, kamu ini ke Mall terus sih yang di pikirin?"
"Tuh beras, minyak goreng, telur, gula sabun di dapur pada habis."
"Ibu juga belum ada belanja bulanan."
"Sekarang Ibu mau minta Aslan tapi Ibu cuma dikasih uang segini doang sama Aslan," hardik Bu Asnah dengan ketus.
"Hadeh, Ibu. Makanya kalau jadi janda itu yang kreatif!"
"Jangan cuma ngandelin uang dari Mas Aslan. Ibu sih taunya minta doang sama Mas Aslan."
"Ibu harus ngerti dong, apalagi Mas Aslan sekarang punya dua istri," balas Maya dengan kesal.
"Tutup mulut kamu! Kamu itu juga harusnya kerja dong."
"Jangan mentang-mentang kamu sekarang jadi istri Aslan kerjanya cuma ongkang-ongkang kaki di rumah."
"Tiru tuh si Hagia. Dia punya anak tiga tapi dia rajin bekerja."
"Heh, Nenek tua! Enak aja nyuruh aku kerja."
"Aku ini udah jadi istri Mas Aslan, suka-suka aku dong."
"Lagian Mas Aslan kan juga kerja. Aku enggak bisa kerja di luar, aku sedang hamil anaknya Mas Aslan." Maya tersenyum dengan penuh kemenangan.
Mendengar kalimat kalau Maya sedang hamil, mata Aslan dan Bu Asnah pun terbelalak.
Terlebih Aslan yang juga terkejut bukan main, bagaimana bisa Maya hamil? Sedangkan selama ini Aslan menyuruh Maya untuk selalu minum pil KB.
"Ka-kamu ha-hamil, May? Bukannya selama ini kamu sudah aku suruh minum pil KB?" tanya Aslan tak percaya.
Bagaimana bisa Maya hamil? Sedangkan selama ini Aslan menyuruh Maya untuk selalu minum pil KB.
To Be Continue...
Share this novel