Episode 02:Aku Bukan Tuhan! Kalau Mau Sujudnya Sama Allah Mas!

Drama Completed 1799

"Apa? Kamu kenapa tega ngu-sir aku, Gia?"

"Apa kamu enggak mikir masa depan anak-anak?"

"Emo-si boleh. Tapi kamu harus mikir panjang juga," protes Aslan tak terima dirinya diusir.

Hagia tertawa garing.

Rasa cintanya pada Aslan mendadak pupus, menguap begitu saja karena kelakuan Aslan dan Maya.

Sementara Maya hanya terdiam, sa-kit masih menjalar di pipinya. Mendengar akan diusir oleh Hagia ia hanya pasrah saja.

Namun sejurus kemudian senyum terbit di bibirnya. Artinya Maya akan sepenuhnya bisa memiliki Aslan.

"Mikirin anak-anak katamu? Kamu saja main dengan Maya apa pernah mikirin anak-anak!"

"Buktinya anak-anak kalian biarkan main di luar, sementara kalian berdua berkelakuan binatang."

"Apa itu pantas dirimu masih disebut orangtua?" balas Hagia selesai mengetik pesan di ponselnya.

Darah Aslan mendidih mendengar kalimat yang diucapkan istrinya. Ingin rasanya ia membanting ponsel milik Hagia.

Namun dia masih berpikir, ia juga tidak mau sampai diceraikan.

"Sudah, sudah!"

"Enggak usah kamu perpanjang lagi, Gia. Aku minta maaf."

"Kita bisa perbaiki lagi dari awal. Aku janji enggak akan mengulangi perbuatanku lagi."

"Kalau kamu mau pecat Maya. Pecat aja dia, kan dia duluan yang menggoda aku terus," jawab Aslan membela diri.

"Mas!" protes Maya tak terima.

Ia tidak bisa membayangkan kalau hanya dia saja yang disebut bersalah.

"Huh, kamu pikir aku akan terpedaya dengan janjimu, Mas." Hagia tak gentar,

Ia tersenyum karena sebentar lagi ia akan mempersiapkan kejutan demi kejutan yang tak akan terlupakan buat Aslan.

Ya, Hagia dan Aslan sama-sama bekerja di perusahaan. Namun tentu saja berbeda perusahaan.

Jabatan Hagia lebih tinggi daripada Aslan. Sedangkan Aslan hanya sebagai staf di kantornya.

Aslan sering kesepian karena kesibukan dan aktivitas Hagia yang segudang. Maka dari itu ia merasa kesepian.

Kebetulan Mbok Iyem yang selama ini merangkap sebagai ART dan baby sitter mereka tidak bisa lagi bekerja untuk mereka.

Otomatis Hagia dan Aslan kelimpungan mencari pengganti Mbok Iyem. Kebetulan ada tetangga yang masih di komplek mereka menawarkan anak sepupunya yang masih belia untuk menjadi pengganti Mbok Iyem.

Maya yang katanya sudah berpengalaman mengurus bayi itu akhirnya bekerja mengurus anak-anak mereka.

Sedangkan pekerjaan rumah tangga tidak dilimpahkan kepada Maya. Urusan memasak, Hagia kebanyakan membeli makanan di luar dan memasak nasi sendiri.

Sedangkan mencuci, menyetrika pakaian, dan membersihkan rumah. Mereka memakai jasa ART panggilan seminggu dua kali ke rumah mereka.

Hagia sebenarnya ragu mempekerjakan baby sitter muda di rumah mereka.

Namun ia tidak mempunyai pilihan lagi karena membutuhkan orang yang bisa mengasuh ketika anaknya.

Apalagi kesibukannya di kantor tidak bisa membuatnya menundanya untuk mencari orang lain lagi.

Akhirnya ia pun mengiyakan baby sitter yang dicalonkan oleh Bu Hesti, tetangganya.

"Kumohon, Hagia. Beri aku kesempatan."

"Aku sekali lagi minta maaf. Aku hanya ingin rumah tangga kita utuh," pinta Aslan mengiba sambil bertekuk lutut.

"Kalau kamu mau minta aku bersujud padamu, aku akan lakukan sekarang."

"Jangan, Mas! Jangan pernah kamu bersujud padaku."

"Aku bukan Tuhan! Kalau mau sujud, sujudnya sama Allah mas!"

"Sedangkan aku yakin, kalau kamu sudah lama enggak bersujud dengan Allah," pekik Hagia.

"Tapi Hagia,-" Aslan dengan susah payah menelan salivanya.

"Enggak ada tapi-tapian, Mas. Dengan kamu bersujud sebenarnya enggak akan mengubah keputusan aku."

"Enggak akan juga dengan mudah aku memaafkanmu." Mata Hagia terasa pa-nas kembali.

Emo-si di hatinya serasa menggelegak. Ingin sekali ia mencakar wajah Aslan.

Anak-anak Hagia sedang menunggu di kamar mereka sambil bermain. Azkia, Hasna, dan si bungsu jagoan Galang.

Hagia kasihan dengan mereka sebenarnya karena jam segini belum mandi dan makan.

Namun ia harus segera menuntaskan permasalahannya dengan Papa mereka.

Tak berapa lama kemudian, Bu Hesti dan Satpam komplek datang tergopoh-gopoh.

Dua orang itu sangat terkejut karena menerima pesan dari Hagia. Apalagi Bu Hesti yang wajahnya merah padam menahan malu karena keponakannya telah menorehkan kotoran di wajahnya.

"Ya Allah, Maya! Apa yang kamu lakukan, hah? bikin malu Bude aja kerjamu," omel Bu Hesti yang tidak bisa menahan amarahnya.

"Maaf, Bude. Tapi Pak Aslan duluan yang Menggodaku," jawab Maya tertunduk dan menangis terisak.

"Oalah to, Nduk, Nduk. Bude cariin kamu kerjaan di kota supaya kamu bisa mengangkat derajat orangtuamu."

"Katanya kamu butuh uang buat Ibumu yang sakit tapi kenapa kelakuanmu busuk seperti ini, Nduk?"

"Bikin malu Bude dan keluargamu aja." Bu Hesti geram. Saking geramnya, ia menjerit di telinga Maya saking gemasnya.

"Aduh! Ampun, Bude! Sakit," jerit Maya kesakitan.

Belum reda rasa sakit akibat ditempat Hagia, kini Bu Hesti malah menjewernya.

Pak RT dan Bu RT juga datang. Aslan tak terima istrinya tega memperlakukan dirinya seperti ini.

Beberapa tetangga juga terlihat berdiri di luar rumah mereka. Mereka ada yang berbisik, ada yang iba, bahkan tak sedikit juga yang berganjing.

Mila--salah satu tetangga seberang rumah Hagia pun ikutan masuk ke rumah.

Ia langsung memeluk Hagia. Wanita beranak satu itu ikut menangis. Tak tega rasanya dengan kesedihan yang dirasakan temannya itu.

"Kamu yang sabar ya, Gia. Udah kamu bereskan aja masalah kalian."

"Biar aku yang mandiin anak-anak kamu."

"Habis ini aku bawa sekalian mereka buat makan dan main sama anakku," kata Mila menenangkan Hagia.

"Iya. Makasih ya, Mil. Aku enggak tau gimana kalau enggak ada kamu," jawab Hagia dengan air mata yang berkaca-kaca.

"Sudahlah, Gia. Enggak usah dipikirin. Kamu yang semangat ya."

Hagia mengangguk dan tersenyum. Ia beruntung dikelilingi tetangga yang baik dan pengertian.

Sementara itu, Pak RT dibantu oleh satpam komplek mengamankan Aslan ke rumah Pak RT.

Takut juga kalau warga nantinya akan bertindak anarkis karena sudah terjadi perzin4an di komplek mereka.

Begitu pula dengan Maya yang ikut dibawa Bu Hesti dan Bu RT. Ketika Maya dan Aslan dibawa keluar, telinga mereka panas karena mendengar teriakan, umpatan, dan gun-jingan warga atas perilaku asusila yang sudah mereka buat.

"Huuu! Dasar Pak Aslan kelakuannya sok alim. Sok rajin ikut pengajian."

"Eh, enggak taunya baby sitter anaknya juga diembat!"

"Dasar Pelakor enggak tau diri! Sudah dikasih majikan yang baik hati. Eh, malah mau aja digoda laki majikannya."

"Jangan-jangan Bu Hagia juga salah."

"Bisa jadi selama ini servisnya buat Pak Aslan di ranjang kurang."

Begitulah terdengar celetukan warga di sana-sini. Mereka tidak bisa mengerem perkataan dan hujatan yang dilontarkan oleh masyarakat komplek ini.

Hagia mencoba untuk tenang. Ia menarik nafasnya panjang. Kebetulan Bu Erna dan Bu Seli, dua perempuan paruh baya ikut menenangkan Hagia.

"Apa yang bisa kami bantu untuk Mbak Hagia?" tanya Bu Seli dengan hati-hati. Apalagi suasana saat ini sedang tidak kondusif.

"Bantu saya memasukkan pakaian suami saya dan baby sitter itu ke dalam koper ya, Bu."

"Saya berniat untuk mengusir mereka."

"Saya enggak bisa memaafkan perbuatan suami saya," jawab Hagia mencoba tegar.

"Siap, Mbak," balas Bu Erna dan Bu Seli serempak.

"Saya salut sama Mbak Hagia, suami dan Pelakor enggak tau diri kayak mereka."

"Lebih baik dibuang aja sekalian. Daripada dipelihara takutnya nanti malah jadi penyakit," imbuh Bu Erna yang kagum dengan keputusan Hagia.

To Be Continue

"Huh, kamu pikir aku akan terpedaya dengan janjimu, Mas." Hagia tak gentar,

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience