Menjemput Putri

Romance Completed 335

Hari itu pagi-pagi sekali paduka raja pergi meninggalkan istana menuju kampong cina untuk menjemput sang putri yang telah di usir oleh Permaisuri. Berbekal pengetahuan dari para penasihat tentang lokasi sang putri, akhir nya raja pun sampai pada kampong yang dituju. Semua masyarakat yang ada di kampong itu keheranan melihat raja datang dengan tiba-tiba ke kampong mereka.

Mereka semua memberikan penghormatan terhadap raja. Salah satu pemimpin kampong datang menghadap raja dan bertanya mengenai alasan kedatangan paduka raja yang begitu tiba-tiba tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

“apakah aku harus memberitahu kalian dahulu untuk datang kewilayah ku sendiri?” tanya paduka.

“ah.. bukan begitu paduka raja. Jika paduka memberitahukan kedatangan paduka, kami bisa mempersiapkan segala nya untuk paduka, baik itu para gadis muda, makanan yang lezat dan segala keperluan raja.” Kata kepala kampong.

“tidak perlu repot-repot begitu. Aku datang kesini untuk menjemput istri ku. “Putri siu ban ci.”” Jelas raja.

Kepala kampong mengajak paduka kerumah nya untuk menanyakan beberapa hal yang ia sangat bingung perihal hubungan raja dan aku.

“ada apa sebenar nya paduka? Apakah ada suatu kesalahan yang diperbuat oleh nya sehingga putri kami di kembalikan tanpa pengawalan sama sekali ke kampong kami?”

“kesalahan tidak mungkin diperbuat oleh putri kesayangan kalian.. ada suatu kesalah pahaman yang terjadi akhir-akhir ini di kediaman ku. Aku tak bisa menjelaskan secara detail, kau pun tahu kalau piring di tempat nya jika bertemu sesama piring, pasti akan berdenting.” Kata raja.

Kepala kampong pun terdiam.

“baiklah paduka, akan saya tunjukkan dimana kediaman putri siu tinggal.. mari ikuti saya..” kata kepala kampong dan berjalan menuju rumah ku.

Aku yang sedang sibuk menjemur ikan-ikan yang telah dikeringkan dan diasinkan untuk dijual besok kepasar bersama adik-adik ku tak sadar bahwa paduka telah berdiri dibelakangku. Kepala kampung berjalan mendekatiku dan berkata..

“putri, sudahilah pekerjaanmu, yang mulia sudah menunggu untuk menjemputmu pulang ke istana.”

Aku menoleh kebelakang, terlihat paduka sedang berdiri kepanasan . aku bahagia sekali melihat paduka telah sembuh dari sakit nya. Aku berlari menuju paduka dan memberi hormat.

“alhamdulillah paduka sudah sehat. Saya senang sekali melihat nya.” Kata ku.

“ayo putri, kita pulang..” ajak paduka.

“pulang kemana? Aku sudah pulang yang mulia.” Kataku lesu.

“ada apa? Apa kau tidak rindu dengan ku? Dengan saudari-saudari mu di istana?”

Aku hanya menunduk . tidak ada yang bisa mengembalikan harga diriku untuk kembali ke istana dengan cara yang sangat hina.

“kau sangat kecewa padaku?” tanya paduka.

Aku hanya menoleh melihat wajahnya yang murung. Aku tak tahan dengan wajah itu.

“ayo kita pulang kerumah ayah dulu. Aku tak mahu terburu-buru, sedang kan ayah belum kembali dari pasar.” Jelasku.

Paduka berjalan mengiringi ku dari belakang.

“kau sama sekali tidak berubah, kalau marah pasti seperti ini. Mendiamkan aku.. “

Aku terhenti sejenak mencerna kata-kata paduka dan menoleh padanya. Aku meresapi wajah paduka, tapi aku sama sekali tidak ingat apapun.

“tunggu.. kau selalu bilang apa aku mengingatmu? Tapi aku merasa tidak ingat apapun..”

“wah… kau ini.. kapan kau bisa dewasa.. ? aku ini ayah dari teman mainmu dulu waktu kecil.. kau masih tak ingat apapun… ?” tanya paduka.

“ayah dari teman main?” gumam ku.

“dulu waktu kecil, aku dan putra ku sering main kerumah mu, tepatnya salah satu putraku itu santri yang mengaji di rumahmu.” Jelas baginda.

Sejenak aku terdiam dan mengingat ingat.

“memang aku tidak pernah menjukkan keberadaan ku pada kalian saat aku memperhatikan putra ku yang sedang belajar dirumahmu. Tapi aku tahu kau selalu memperhatikan ku dari jauh. “

Sontak aku teringat pada seorang pria yang selalu memantau kami dari kejauhan , dari mulai kelas hingga kelas berakhir. Dan aku juga sering bertanya pada ayah ku. Tapi ayah ku selalu bilang tidak melihat apapun di sana.

Kami pun berjalan menuju gubuk ayah yang terletak tak jauh dari tempat ku menjemur ikan. Aku mempersilahkan paduka untuk duduk di dalam rumah sedang aku pergi kedalam utuk mengganti pakaian ku serta menyiapkan jamuan untuk para tetamu yang datang.

“maaf.. hanya seadanya.. “ kata ku.

“bagaimana putri, apakah anda mau pulang hari ini?” bujuk penasehat kerajaan.

“bagaimana dengan permaisuri? Apakah ia tak keberatan jika aku kembali ke istana?”

“kau tidak perlu mengkhawatirkan tentang permaisuri. Aku yang akan mengurus nya.” Jelas paduka.

Aku menundukkan kepala .

“sebaik nya aku meminta izin kepada ayah ku terlebih dahulu. “ aku mundur dari hadapn raja dan pergi menuju ayah ku yang sedang berada di dapur bersama keluarga ku yang lain.

“terserah dirimu saja nak.. jika kau merasa siap untuk kembali ke istana, kau boleh kembali.. jika kau ingin pulang kerumah, ayah selalu menyambutmu kapanpun kau mau pulang.. tapi ingat.. kau harus mengabariku terlebih dahulu, supaya ayah bisa menjemputmu.. tidak seperti kemarin..” kata ayah.

Aku sangat terharu melihat ayah yang sedang menahan tangis nya. Aku sangat tahu bagaimana perasaan ayah saat ini. Aku berjalan menuju paduka untuk membicarakan keinginan ku .

“baik paduka, hamba ikut pulang. Tapi, hamba ingin jika suatu waktu hamba mau pulang kerumah ayah, hamba diperbolehkan.. “ kataku.

“tentu saja putri.. tentu saja.. tapi, kau harus izin dahulu pada ku. Supaya pengawal bias mengantar mu kembali dengan selamat. Tidak seperti kemarin.. aku sangat sedih mendengar kabar mu pulang sendirian seperti itu.” Kata paduka.

Aku menganggukkan kepala dan menyetujui untuk pulang ke istana pada hari itu juga.

Sesampainya di istana, kami sudah disambut oleh para selir dan permaisuri di pintu masuk istana. Aku tak menyangka sambutan nya akan semeriah ini. Permaisuri datang menghampiriku dan meminta maaf atas semua yang ia lakukan padaku saat itu serta bercerita bahwa apa yang telah dia lakukan sudah mendapatkan balasan setimpal. Karna paduka menikahi bondrit, yang tak lain adalah pelayan pribadi nya sebagai syarat pengobatan paduka. Aku terkejut mendengarnya .

Semua orang di istana merasa bahagia dan malam itu pun kami semua mengadakan pesta untuk merayakan kebahagiaan yang ada di istana. Malam itu juga aku bertemu bondrit dengan penampilan yang sangat berbeda. Aku terkesan melihat kecantikan nya.

“bondrit.. ini kau? Masya allah... cantik sekali... “ ucap ku.

Bondrit tersipu malu dan mengajak ku pergi berkeliling istana dan berbincang- bincang. Tak lama kemudian, permaisuri mendekati kami berdua dan mengajak kami jalan-jalan disekitar candi . kami bertiga terasa sangat akrab sekali seperti tidak pernah terjadi apa-apa di istana.

Dari kejauhan, selir ratih dan paduka memperhatikan kami. Aku melihat mereka seperti bercerita tentang sesuatu yang serius. Tapi aku tak mau memikirkan hal-hal jelek ketika kami sedang bersama.

Setelah bondrit dan permaisuri pergi dari ku untuk mencari angin segar, selir ratih mendekatiku.

“aku tak menyangka ternyata kau punya hati yang luas... “ kata ratih.

“maksudnya mbak?” kataku bingung.

“iya.. tak ada yang mau suami nya menikah lagi, apa lagi dengan orang yang sangat kita kenali. Akan tetapi dirimu berbeda.”

Aku tetap diam tak dapat berkata apapun.

“kau tak seperti permaisuri. Kau cantik dari hati.. kau pantas mendapatkan yang mulia.. “ puji ratih padaku.

Aku terkesima tapi tak boleh lengah. Dalam kehidupan di istana, musuh bisa saja berada disebelah mu.

“Aku sangat senang sekali kau bisa kembali ke istana, aku kira kau akan marah padakami semua yang membiarkan mu pulang dalam keadaan yang tidak baik.” kata Ratih .

“ah.. tidak mbak.. jangan di ingat kembali luka lama, itu sudah berlalu.” kata ku.

“Mari.. kita pergi kedalam istana, kita makan bersama Yang Mulia..” ajak Ratih.

“alhamdulillah paduka sudah sehat. Saya senang sekali melihat nya.” Kata ku. “ayo putri, kita pulang..” ajak paduka. “pulang kemana? Aku sudah pulang yang mulia.” Kataku lesu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience