Kenangan

Romance Completed 335

Hari demi hari aku lalui disini tanpa kebisingan dari keramaian teman-teman selir. disini sepi, jika ingin melihat keramaian aku harus pergi mengunjungi rumah-rumah warga di sekitar istana. aku sering sekali mengunjungi mereka yang sedang membuat penganan, kain songket dan hasil dari nelayan-nelayan yang mencari ikan. bahkan aku sering sekali diberi hasil ikan mereka.

karena, aku ikut membantu mengajarkan mereka cara membuat ikan itu jadi awet dan enak. aku juga mulai belajar membuat kain songket, bahkan rumahku ku buatkan tempat khusus untuk aku belajar menenun. tak terasa aku sudah disini beberapa bulan dan kandunganku sudah semakin membesar. hubungan ku dan para istri Swan Liong cukup baik, tapi dengan istri pertama nya saja yang aku masih agak takut. sebab, tatapan nya padaku selalu mengerikan.

hingga suatu hari, saat aku sedang berjalan didepan rumahnya, aku melihat Swan Liong dan Ayu sedang berpelukan dari jendela kamarnya yang sangat besar itu. Tanpa sengaja Ayu melihatku yang sedang melihatnya bersama para Dayang , aku langsung membuang wajahku dari pemandangan itu dan menutupi wajahku dengan selendang. aku melanjutkan langkahku menuju sungai musi untuk membantu para nelayan mencari ikan.

“pak… sudah dapat ikan?” teriak ku pada salah satu nelayan disungai.

“dapat duk… tapi sedikit.. mau ikut?”

aku menganggukkan kepala, pak Jamil salah satu nelayan disana menepikan perahunya untuk mengajakku .

“hati-hati duk.. jaga-jaga perutmu itu sudah besar..” kata pak Jamil.

“iya pak… ”

perahu kami pun menengah kembali, aku melihat ditepi sungai ada Swan Liong yang sedang memandangiku dari kejauhan.

“sepertinya Tuan mengkhawatirkan putri.. ” kata Pak Jamil.

“Tidak pak.. tidak mungkin Ia mengkhawatirkan ku. ”ucapku.

“Kenapa tidak.. Putri kan titipan ayahnya, pantas saja kalau Tuan mengkhawatirkan Tuan putri.. ” kata Pak Jamil.

aku hanya diam dan merasa tak percaya, kenapa dia harus memperhatikanku dari jauh, tidak ada gunanya. Tapi akhir-akhir ini Swan Liong sering memperhatikan ku dari jauh. aku merasa aneh dangan tingkah nya yang seperti itu. Apa susahnya jika mau berbicara langsung. setelah aku dan pak Jamil mendapatkan ikan yang cukup banyak, kami segera menepi .

semua nelayan kegirangan sekali karena mendapatkan ikan yang sangat banyak saat itu. kami langsung membawa hasil tangkapan kami ke kampung-kampung warga untuk dijual.

“memalukan sekali seorang Putri jauh-jauh datang kesini untuk ikut jualan ikan.” kata seorang perempuan yang ada di kampung itu.

"kalian tidak boleh berkata begitu.. mana ada putri bangsawan yang mau terjun langsung membantu para rakyatnya seperti Putri Siu…? kata pak Bagus.

“iya… kami mendapatkan banyak hasil ikan juga berkat kepintaran dari Putri Siu.. kalian jangan banyak berkata yang tidak baik.. cepat minta maaf pada Putri..” kata pak Jamil.

mereka yang mengolok-olok ku langsung malu dan meminta maaf padaku. setelah menjual semua ikan-ikan itu, aku kembali pulang ke istana bersama para Dayang dan pergi mandi. maghrib pun tiba, aku melakukan aktivitasku seperti biasa menghidupkan obor lalu sholat berjamaah bersama para dayang. setelah itu aku membaca al-quran di teras rumah.

“shodaqollahuladziim..” aku mencium al-qur'an ku setelah menaruh kembali ke pangkuanku, aku terkejut melihat Swan Liong sudah berdiri dihadapan ku. Ia tersenyum, aku membuang wajahku dan berdiri untuk pergi meninggalkan nya. Tetapi, Ia menarik tanganku yang membuat langkahku terhenti.

“kau mau apa? akan aku ambilkan jika kau perlu sesuatu.."

“aku perlu dirimu untuk bercerita kepadaku. ”

“aku tak ingin bercerita apa-apa padamu. kenapa kau kesini?” tanyaku tanpa membalik badan.

“kenapa kau tidak pernah mau melihatku putri?”

“karna kita bukan muhrim… ” aku menarik tangan ku darinya.

“apa salahku padamu ? sehingga kau tidak pernah mau menatapku?”

“tidak ada.. apa ada yang penting lagi? kalau tidak ada, aku mau masuk kedalam..” tanyaku.

Swan Liong menarik tubuhku sehingga punggungku merasakan hangat perutnya, aku meronta , lalu Ia membalikkan tubuhku . sekarang aku berhadapan dengan nya.

“baiklah,, apa yang kau inginkan sekarang? aku mohon.. biarkan aku pergi…”

“aku hanya ingin bercerita denganmu.. seperti waktu kita masih kecil dulu… apa kau tidak ingat aku? Siu.. Mutiaraku…"

aku menatapnya.. berusaha mengingat-ingat siapa dia?

“aku Swan Liong… salah satu murid ayahmu dulu.. kau tak ingat sama sekali? kau bahkan memberiku ini…”

Ia menunjukkan sebutir Mutiara kecil. aku ingat dulu aku yang memberikan mutiara itu padanya, ternyata ia masih menyimpan kenangan kecil itu. aku menatapnya, aku mulai mengingat kenangan semasa kecil, disaat aku dan Swan Liong bermain, belajar mengaji bersama , tumbuh bersama menjadi remaja dan janji kami ketika aku dan Swan Liong akan berpisah saat itu.

“Astaghfirulloh… masha allah… Liong… ” kata ku terkejut dan menangis.

“akhirnya kau mengingatku Siu.. kau Siu ku… Siu yang selalu ku nantikan setiap bulan purnama, Siu yang selalu ku rindukan kehadiranmu dibalik pintu ketika aku meminta bukakan kelas. Siu yang selalu jahil padaku.. ” ucap Swan Liong.

telunjukku menutup bibirnya agar berhenti berbicara dan memeluknya dengan erat… Ia Liong ku… yang aku rindukan disepanjang pantai..

“kenapa kita ditemukan saat seperti ini..?” kataku. “seharusnya aku tidak memalukan seperti ini saat bertemu danganmu..”

“kau bicara apa.. sudah.. akhirnya kau mengingatku, aku sudah sangat bahagia… banyak yang ingin aku bicarakan padamu, tapi kau selalu saja membuang wajah dariku..”

“kau menakutiku… jadi, aku tidak mau melihatmu..” aku menghapus air mata ku.

kebisingan kami didengar oleh para istri Swan Liong yang lain. mereka berbondong-bondong datang kerumahku .

“kalian kenapa?” tanya Wahita.

aku berusaha menghapus air mataku berkali-kali karna airmata ku tak kunjung berhenti mengalir.

“kau tidak apa-apa kan Siu?”

“tidak.. aku tidak apa-apa..” aku tersenyum

“sudah,, kalian kembalilah kekamar kalian masing-masing… kami tidak apa-apa.. ” kata Swan Liong.

“ya sudah.. kalau seperti itu, kami kembali kekamar kami. ” kata Ayu dengan tatapan nya yang tajam.

aku sedikit heran dengan Ayu, kenapa dia sepertinya sangat tidak suka padaku. dari awal aku datang hingga sekarang, padahal aku tidak pernah mengganggu nya sama sekali, atau ini hanya persaan ku saja. mereka kembali kekamarnya masing-masing sedangkan Liong, ia masih berada didepanku.

wajahnya sangat berbinar, ia begitu bahagia. akupun begitu, akan tetapi aku tidak mau mengingkari janjiku terhadap Yang Mulia.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience