1

Crime Completed 14534

Setahun Jadian

SABTU. Jam dinding menunjukkan pukul 18.45. Tak terasa sudah satu jam Maya, perempuan cantik berumur 21 tahun, berdiri di depan cermin untuk memastikan baju yang dia pakai sempurna. Padahal biasanya ia tidak pernah seperti ini, berlama-lama menghabiskan waktu di depan cermin adalah sesuatu yang sangat bukan Maya. Namun, hari ini semuanya berubah karena merayakan satu tahun jadian dengan pacar adalah sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya. Itu sebabnya malam ini ia ingin terlihat cantik. Adalah sesuatu yang membanggakan bagi seorang perempuan bila menerima pujian itu dari seseorang yang sangat spesial, misalnya seperti Hari bagi Maya.

Sekali lagi Maya bercermin memastikan rok hitam selutut dan kaos berlengan pipa dengan warna yang sama yang dipakainya terlihat sempurna. Rambutnya yang sepunggung dibiarkan lurus terurai. Sekarang, ia mulai berdandan. Menaburkan bedak, mengenakan maskara (dengan berkali-kali kelilipan) dan berlipstik glossy merah muda Sambil berdandan, Maya berpikir dalam hati.

Kayak apa yah rasanya dinner nanti malem?

Setaun jadian? Ih, seneng bangeeet.

Gue belum pernah selama ini jadian sama cowok.

Mungkin gak sih Hari ngajak gue ke Jakarta? Ketemuan sama orangtua-nya?

Ma… Pa… Kenalin nih calon istri Hari... Orang yang pengen Hari nikahin… hahahaha…

Maya tersenyum memikirkan khayalannya. Ia lalu mengenakan sepatu bertali minimalis dengan hak tujuh senti yang sengaja ia beli minggu lalu bersama Rini untuk malam ini. Tak lama terdengar suara bel rumah. Maya melirik jam di pergelangan tangan kanannya, tepat jam tujuh malam.

"Maaay... Hari jemput tuh." Terdengar suara Mamih memanggil.

"Iya Mam, sebentaaar." Maya meraih tas pesta warna merah bertabur manik-manik dan bergegas menuju ruang tamu sambil berusaha menjaga keseimbangan badan berjalan dengan sepatu ber-hak tujuh senti.

"Mau kemana nih?" tanya Mamih ketika Maya melintas ruang tengah.

"Jalan sama Hari, Mih... Biasaaa..."

Senyum Mamih mengembang melihat Maya yang berjalan kaku seperti robot dengan sepatu hak tingginya itu. "Liat tuh Pih, anak kita sekarang udah mulai belajar pake sepatu hak tinggi," ujar Mamih. Papih yang sedang membaca koran menjawab dengan tawa.

"Kamu cantik banget malem ini," Hari tersenyum lebar begitu Maya muncul di ruang tamu. Ia terlihat menyembunyikan sesuatu di balik punggung dengan tangan kanan.

"Makasih... " balas Maya sambil tersenyum malu.

"Met setaun jadian ya, May." Hari tak putus mengagumi Maya. "Nih, aku bawain hadiah buat orang secantik kamu." Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari balik punggung.

"Aduuuh... bagus banget!" Maya langsung mencium harum sebuket mawar yang baru saja diberikan Hari. "Makasih yah, Har."

"Yuk, kita pergi sekarang," ajak Hari. Mereka lalu berpamitan pergi pada orangtua Maya dan berjalan menuju mobil yang diparkir Hari di depan rumah.

Begitu masuk, interior mobil terlihat bersih dan wangi. Dashboard yang mengkilat dan di jok belakang hanya ada jaket hitam Hari yang tergeletak. Memang begitu seharusnya ketika seorang laki-laki menjemput pacar. Mobil yang bersih dan wangi membuat seorang perempuan merasa sangat dihargai.

Ma… Pa… Kenalin, Ini Amaya

Hari menjalankan mobil dengan kecepatan rendah. Ia memutar sebuah CD jazz.

I’m in the mood for love

Simply because you’re near me

Funny but when you’re near me

I’m in the mood for love

Heaven is in your eyes

Bright as the stars whirl under Oh is it any wonder i’m in the mood for love

"Enak nih lagunya."

"Kamu suka?"

Maya mengangguk. "Romantis."

Hari tersenyum. "John Pizzarelli, judul albumnya Kisses in the Rain."

"Hihihi... Nggak kenal."

"Makanya, sekali-kali dengerin jazz dong May. Jangan dengerin Metallica terus."

"Nggak kok, nggak dengerin Metallica aja... Kadang-kadang dengerin Pas, Linkin Park, /rif, Korn, Seurieus... " "Daripada musik metal lebih baik musik jazz ’kan May," Hari tersenyum. Satu alis kanan terangkat.

Maya tertawa.

Mobil sedan warna silver milik Hari memasuki pelataran parkir Rooms Café. Beberapa mobil sudah terparkir memenuhi sebagian tempat. Sampai di lobby, seorang petugas vallet parking berseragam hitam putih lengkap dengan dasi kupu-kupu mengambil-alih mobil.

Hari menggenggam tangan Maya memasuki Rooms Café. Seorang pelayan café berjalan mengantarkan mereka menuju meja yang sudah di-booking Hari di lantai dua, dekat jendela. Saat melintas, terlihat meja-meja kayu berwarna coklat yang dikelilingi sofa dan kursi dengan berbagai macam gradasi warna coklat, terlihat masih kosong. Banyak terdapat papan kecil bertuliskan ’reserved’ diletakkan di atas meja. Sebuah cermin berukuran raksasa dengan frame ukiran warna emas mendominasi dinding, dilengkapi dengan sorot lampu temaram.

"May, aku udah order makanan buat kita kemaren pas sekalian booking," ujar Hari sambil merapikan kemeja biru gelapnya.

"Oh ya?"

Hari mengangguk. "Salad, fillet de boeuf sama cheese cake. Favorit kamu kan?" "Yep." Maya tersenyum.

"Kamu lebih suka minum air putih atau orange juice ’kan?"

Maya tersenyum. "Kalo ini UTS, kamu udah dapet nilai A buat mata kuliah ’Mengingat Makanan Favorit Pacar’ loh Har, kreditnya 3 sks lagi." Giliran Hari tertawa.

Pada saat yang bersamaan, Maya memperhatikan Hari dalam-dalam.

Duh, ganteng banget sih cowok gue ini.

Bisa-bisanya bikin gue cinta mati sama dia.

Hari... pinter, ganteng, baek, gentle, ngertiin gue, dia tau apa yang gue suka... I couldn’t ask for more.

Dia orang yang sempurna banget buat gue.

Mereka menikmati dessert sambil menikmati view kota Bandung seusai makan malam. Denting piano dan gesekan lembut biola membuat malam itu menjadi lebih spesial dari biasanya.

"Har, makasih loh kamu udah ngajak aku ke sini buat ngerayain setahunan kita," ujar Maya sambil memotong cheese cake. "Tempat ini kan mahal banget, Har."

"Ah ngga apa-apa kok, aku memang udah lama pengen ngajak kamu ke sini. Malam ini spesial dan aku ngajak seseorang yang spesial... Jadi aku harus ngajak kamu ke tempat yang spesial juga dong," ujar Hari dengan tatapan mata yang ’mematikan’.

"It means a lot to me..." ujar Maya pelan.

Hari tersenyum sambil menikmati ice coffee latte. Sesaat keduanya terdiam. Hanya denting piano dan gesekan biola yang berbicara.

"May, sebetulnya aku ngajak kamu ke sini... karena memang ada sesuatu yang pengen aku omongin sama kamu." Kali ini wajah Hari terlihat serius.

"Mau ngomongin apa, Har?"

Wow, apa Hari mo ngasih kejutan yang laen lagi buat gue?

"Uhuk... uhuk..."

Hari terbatuk-batuk kecil. Ia lalu meraih kedua tangan Maya.

"May..."

"Yah, Har?"

"Aku pengen ngomong sesuatu yang ’penting’."

Hari terdiam beberapa saat sebelum meneruskan kata-katanya. Sekilas tercium harum bunga sedap malam yang terbawa angin.

"May... kamu tau, kita udah sama-sama dewasa. Bukan anak kecil lagi. Kita udah harus mulai mikirin masa depan kita. Sebentar lagi, kamu mau diwisuda... dan sebagai laki-laki, aku ngerti bahwa kamu butuh kepastian."

Maya tersenyum. Kali ini jantungnya berdegup kencang. Rasanya jauh lebih kencang daripada saat pertama kali ia naik Halilintar di Dufan saat SMP.

Sebagai laki-laki, aku ngerti bahwa kamu butuh kepastian.

Maksudnya apa nih?

Ngajakin gue ketemuan sama orangtua-nya?

Iya kan?

Cowok kalo udah ngomong gitu pasti udah mulai mikirin buat ngenalin sama orangtua-nya dong.

Tuh kan... berarti gue gak salah ngehayal tadi sore J .

"Tapi sebelumnya, aku pengen kamu tau... kalo buat aku, kamu adalah seseorang yang hebat... cantik, pinter, perhatian, pengertian... "

Oh please. Gue emang gitu kok...

Hahahaha...

"Dan sebelum kita lebih jauh lagi, misalnya seperti ngomongin hal-hal yang serius buat hubungan kita ke depannya... aku... aku..." Tenggorokan Hari seperti tercekat dan kering. Ia cepat-cepat membasahi tenggorokan dengan segelas air putih sebelum meneruskan kata-katanya.

Dan sebelum kita lebih jauh lagi, misalnya seperti ngomongin hal-hal yang serius buat hubungan kita ke depannya...

Lo mo ngajak gue ketemuan sama orangtua lo kan, Har?

Ah, ini sih udah pasti.

Hmmm... aduuuh gue tegang banget nih… Gua pasti bakal diajak Hari ke Jakarta buat nemuin keluarga dia… Ketemu calon mertua?

Aduuuh... gue mesti gimana? Pake baju apa? Harus ngomongin apa?

Duh deg-degan deh gue…

"Aku... uh..."

Hari terdiam beberapa saat, sepertinya ia ingin memberikan sebuah efek dramatis.

"Aku apa, Har?" tanya Maya tidak sabar. Detak jantungnya terasa lebih cepat.

Ma… Pa… kenalin nih pacar Hari… namanya Amaya Sumardi…

Orang yang nanti pengen Hari nikahin…

"Aku... uhm... pengen... kita temenan aja."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience