16

Crime Completed 14534

INI PERANG GUE!

Akhir Dari Sebuah Misi

Dari imel yang Maya baca secara ilegal dari inbox Hari, Maya tahu bahwa malam ini mereka akan pergi ke sebuah restoran Jepang yang terletak di jalan Dago. Itulah sebabnya, ia sudah menunggu mereka dalam mobil di pelataran parkir Tokyo Japanese Restaurant.

Setelah berpikir panjang, mungkin saat ini lah saat yang tepat untuk melakukan konfrontasi.

Bukankah suatu kejutan yang menyenangkan bagi Hari dan si Nenek Sihir itu kalau Maya tiba-tiba muncul dan ikut berpartisipasi dalam acara mereka?

Di samping itu, semua ucapan si Nenek Sihir di Rooms Café benar-benar sudah tidak bisa ditolerir. Mantan pacar Hari adalah si Demit yang orangnya histerisan, si Genderuwo yang jago bela diri, seorang yang posesif... Sudah lebih dari cukup membuat kepala Maya mendidih.

Inilah puncak acara dari rentetan misi jahat yang sudah dilakukan Maya.

Malam ini semuanya harus berakhir.

Udah gue pikirin,

Udah saatnya malem ini gue datengin Hari.

Nunjukin sama dia dan si Nenek Sihir itu bahwa selama ini gue nggak sebodoh yang mereka kira.

Mereka pikir gue nggak tau apa kalo mereka udah pacaran bahkan sebelum Hari mutusin gue?

Mungkin malem ini, gue harus nunjukin sama mereka bahwa mereka punya urusan sama siapa.

Sekalian biar si Nenek Sihir itu tau, dia udah ngata-ngatain gue si Demit segala.

Pengen tau gue ekspresi dia gimana.

Semua ucapan si Nenek Sihir itu udah bener-bener di luar batas.

Malem ini saat yang tepat buat ngelabrak.

Ini perang gue! Perang yang selama ini udah gue tunggu-tunggu.

Hari pasti nggak akan ngira kalo gue mau ngasih ’kejutan’ buat dia.

Seperti yang semalem gue baca di buku The Art of War-nya Sun Tzu:

Attack him where he is unprepared, appear where you are not expected.

Dua puluh menit kemudian, sedan silver Hari muncul di pelataran parkir. Sesosok perempuan cantik turun dari mobil. Hari dengan segera menggamit lengan perempuan itu. Dia memang Juju, si Nenek Sihir bertopeng Putri Salju. Berjalan dengan sepatu hak tinggi yang semakin membuatnya terlihat anggun, berbeda jauh dengan Maya yang berjuang setengah mati menjaga keseimbangan saat mengenakan sepatu dengan hak tujuh senti. Sementara Hari, tetap terlihat ganteng. Rambut yang segar dan rapi dengan bantuan gel, celana kain hitam dan kemeja lengan panjang yang ia lipat sampai sikut. Maya yakin, si Nenek Sihir itu dapat mencium wangi parfum Eternity yang biasa dipakai Hari.

Jauh di lubuk batinnya, melihat pasangan paling menyebalkan se-dunia itu membuat rasa cemburu Maya timbul.

Sampai di titik ini ia tetap tidak mengerti kenapa bisa-bisanya Hari rela meninggalkan Maya untuk seorang perempuan seperti Juju. Semua orang bisa menilai, bila harus bersaing pun Juju bukanlah rival yang seimbang bagi Maya.

Apakah karena si Nenek Sihir itu pintar berdandan?

Apakah karena si Nenek Sihir itu begitu mempesona ketika berjalan dengan sepatu hak tujuh senti-nya?

Apakah karena si Nenek Sihir itu hobi berbelanja dan menikmati hidup indah dengan menggesek credit card?

Atau...

Apakah karena si Nenek Sihir itu rajin melakukan meni pedi?

Kalau memang Hari ninggalin gue karena itu, kenapa dia nggak bilang aja?

Gue juga kan bisa ngelakuin itu semua.

Apa sih susahnya belajar dandan?

Apa sih susahnya belajar buat suka pergi ke salon?

Gue bisa Har kayak gitu.

Tapi sekarang sudah terlambat.

Tidak ada yang bisa menahan Maya untuk memergoki Hari dan melabraknya malam ini. Ia tidak akan segan-segan mempermalukan Hari di depan publik. Hari yang ternyata selama ini pandai berpura-pura sudah sepantasnya menerima perlakuan yang memalukan ini.

Kalau malam ini adalah malam penganugrahan Piala Oscar, tentu Hari akan berhasil membawa pulang satu piala atas kategori aktor terbaik.

Maya menatap mereka dengan pandangan kosong sampai akhirnya kedua orang dalam pengintaiannya itu hilang dari batas pandangan. Mata yang tidak berkedip itu seperti membias dendam.

"Bukan salah gue kalo malem ini acara makan malem lo bakal jadi mimpi buruk, Har."

Skenario Melabrak

Sudah satu jam pasangan paling menyebalkan se-dunia itu ada di dalam restoran Jepang. Mungkin saat ini mereka baru menyelesaikan makan malam. Maya yakin sekali, sebentar lagi Hari pasti akan memesan puding coklat kesukaannya sebagai dessert.

Sometimes I

Feel like I trusted you too well

Sometimes I

Just feel like screaming at myself

Sambil menunggu saat yang tepat untuk memberi kejutan indah bagi Hari, Maya memutar CD Linkin Park. Sesekali kepalanya bergerak mendengarkan suara Chester menyanyikan lagu Don’t Stay.

Semua kejadian ini emang karena gue terlalu percaya sama Hari.

Percaya bahwa yang dia bilang itu bener.

Percaya bahwa dia sayang sama gue.

Percaya bahwa di atas sana ada sebuah bintang yang namanya Amaya.

Percaya bahwa sejauh apa pun bintang itu, dia bakal pergi ke langit buat ngedapetinnya.

Ngedapetin apa?

Ngedapetin jidat lo, Har?

Kenapa sih bisa-bisanya gue seperti dibikin idiot sama elo dengan ngasih kepercayaan yang begitu besar?

Dan kenapa setega itu elo ngerusak kepercayaan gue?

Gerimis lambat-laun turun menetes dari langit. Sudah satu jam lebih tiga puluh menit Maya menunggu dalam mobil. Ia melirik jam di pergelangan tangan, kini saatnya memberi kejutan indah bagi Hari.

Maya mematikan CD dan mesin mobil. Ia menarik nafas panjang sebelum keluar. Skenario yang sudah ia persiapkan dengan matang ini tidak boleh gagal.

Maya berusaha berjalan setenang mungkin sambil mengatur ritme nafas sambil memayungkan tangan, melindungi wajah dari terpaan rintik hujan. Sesekali angin mengibarkan rambutnya. Gaun warna marun yang membalut tubuh membuat dia begitu cantik dan elegan. Dan rasanya ia juga sudah bisa berjalan seimbang dan penuh percaya diri dengan mengenakan sepatu hak tinggi.

Skenario-nya seperti ini.

Malam ini Hari akan melihat sosok yang tercantik dari Maya.

Maya akan mempermalukan Hari di depan publik.

Maya akan meninggalkan Hari.

Hari akan mengejar Maya dan mengemis minta maaf.

Maya tidak akan menggubris Hari.

Beberapa langkah mendekati pintu masuk restoran yang terbuat dari kaca tebal transparan, Maya dapat melihat sosok Hari duduk di sebelah kanan sedang menikmati puding coklat sambil tersenyum pada si Nenek Sihir itu.

Seorang petugas restoran yang mengenakan kimono sebagai seragam, tersenyum ramah saat membukakan pintu masuk. Tapi kenapa tiba-tiba kakinya seolah terlalu berat untuk masuk?

"Selamat malam, Mbak… Silahkan masuk," sapa petugas berkimono itu ramah seperti sebuah permintaan agar Maya tidak terdiam kaku memegang pintu.

Beberapa detik ia berdiri seperti patung dengan pandangan kosong. Tanpa diduga, Hari memalingkan wajahnya ke arah Maya, tapi sebelum Hari sempat melihat, Maya segera memutar langkah dan kembali masuk ke mobil.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience