Bagian #8

Drama Series 398

Kriing! Kriiing! Kriiing!

Suara alarm berbunyi nyaring. Mengiringi suasana tenang di pagi ini. Matahari mulai merasuk ke sela-sela jendela. Hangat. Hanya saja, tetap saja dapat menyilaulkan mata.

Alarm masih berbunyi. Tapi, yang menyalakannya saja mengabaikannya.

Tiba-tiba tanpa sepengetahuannya, pintu kamarnya terbuka. Sesuatu masuk. Langsung meloncat ke ranjang. Mendekati kepala tuannya. Menjilati seluruh wajah. Dengan sedikit gonggongan kecil.

Shella membuka mata. Mengangkat anjingnya tinggi-tinggi. "Selamat pagi Meggy."

Anjing itu hanya menggonggong.

"Iya-iya aku bangun." Shella menarik selimutnya. Terduduk lantas melepaskan Meggy. Membiarkannya pergi.

Tangannya terulur. Mematikan alarm. Matanya tak sengaja menatap memo di dindingnya. Ia menambahkan gambar senyuman disana. Moment yang ia siapkan bahkan untuk dua bulan yang lalu.

Hari ini pertandingan ya. Shella membaringkan tubuhnya kembali. Meggy tidak akan datang. Ia hanya akan membangunkannya sekali, lalu akan pergi saat ia sudah duduk. Jika 10 menit Shella tidak keluar, ibunya yang akan turun tangan. Selalu seperti itu.

Ia memeluk guling di sampingnya. Mencengkramnya kuat. Pandangan matanya mengarah pada langit-langit kamar. Ada satu poster besar menempel disana. Poster klub kesukaannya. Warnanya terlalu mencolok dengan warna cat kamarnya yang abu-abu. Poster itu berwarna kuning cerah. Ia tidak menyukainya. Tapi, Dino bilang begitulah seniman bekerja. Harus ada sesuatu yang mencolok di tempat yang kusam. Saat Dino mengatakannya, ia menimpuknya dengan bantal.

Lagi-lagi Dino.

Gadis itu menghela nafas. Ia lelah. Memendam amarah bukan sikapnya. Ia terbiasa melampiaskan kemarahannya. Apalagi menangis. Ia jijik sekali dengan yang satu itu. Apaan? Cuma karena Dinosaurus pemakan bawang itu? Shella menyeringai. Memang konyol sekali tingkahnya kali ini.

Sebrnarnya apa yang terjadi dengannya?

Baiklah. Lupakan Dino. Tidak usah dipedulikan orang yang bahkan tidak mempedulikanmu. Tidak usah memikirkannya. Fokus ke pertandingan. Akan lebih konyol lagi kalau hal yang ia tunggu sejak lama malah hilang karena seseorang yang membuatnya kesal setengah mati. Vin benar. Seperti itulah seharusnya.

Shella memutar posisinya. Mulai berdiri. Pintu kamarnya terbuka lagi. Seseorang berdiri di tengahnya. Ia tersenyum, sepertinya sudah 10 menit. "Tenang saja ma, hari ini aku sekolah."

                    *****
Hari baru, Semangat baru, dan bagi Shella ini kehidupan barunya. Ia tidak akan bergantung pada siapa-siapa lagi. Baginya, menggangtungkannya kepada orang lain tidak ada gunanya. Hanya dirinya sendirilah yang patut ia andalkan. Tidak perlu ada yang lain. Hanya mengganggu dan membuat frustasi. Toh, tidak semua orang yang baik akan selalu baik. Sama, seperti orang itu.

Kaki jenjang Shella memasuki gerbang sekolah. Ia membenahi ranselnya. Banyak sekali rencana-rencana di fikirannya kali ini. Hari ini, tasnya ia taruh di meja belakang saja. Tempat anak culun yang berkuncir itu. Ia lupa namanya. Untungnya, selama pekan olahraga, tidak ada pelajaran jadi akan sangat memungkinkan untuk tidak bertemu orang itu. Kecuali saat bimbingan pelatihan. Shella mengerutkan dahi. Untuk itu,  Tentu saja Shella tidak akan ikut.

Langkah kakinya terhenti di bangku taman di halaman sekolah. Pergantian rencana. Tasnya di taruh disini saja. Untuk bangku si culun, ia bisa memakainya waktu kegiatan belajar sudah di mulai. Baiklah ide bagus. Ia menyeringai. Menguncir rambut sebahunya. Lantas, menaruh tasnya di bangku. Tidak akan ada yang mencuri, ia yakin itu. Tidak akan ada yang berani bermasalah dengannya.

Baiklah, ia siap. Ia siap dengan kehidupan barunya tanpa Dinosaurus itu.

Shella melangkahkan kakinya kembali. Menuju papan pengumuman. Ada banyak hal yang belum ia ketahui. Jadwal-jadwal pertandingan atau yang lainnya. Sebenarnya ia malas, tapi tidak ada yang bisa ia andalkan bukan? Jadi yah, kau tau sendiri.

Shella terhenti lagi. Sepertinya ia harus bersabar. Ada banyak sekali siswa yang mengerumuni tujuannya. Belum lagi, siswa-siswa sekolah lain yang mulai berdatangan. Jadi, ia akan menunggu. Sepasang mata birunya menjelajah. Ia berhasil menemukan sebuah objek. Pemandangan yang berhasil membuatnya ingin berlari saat itu juga.

Tapi, ia justru terpaku. Diam dan membeku.

Dino tengah berada di seberangnya. Ada bangku panjang di samping papan pengumuman. Dan pria putih itu terduduk disana. Tengah memainkan ponselnya. Ia juga sedang menunggu kerumunan sepi. Sama seperti Shella. Sayangnya berbeda dengan gadis rambut sebahu yang tengah terpaku di seberang sana, Dino tidak tahu bahwa Shella tengah mengawasinya.

Shella menggeram. Tangannya mengepal kuat. Disaat-saat seperti ini, kakinya justru mematung.

Tapi yang lebih membuatnya terkejut, tiba-tiba saja ia tak bisa melihat. Gelap. Ada seseorang di belakangnya yang sengaja menutup mata Shella dengan kedua tangan. Tangan Shella yang masih mengepal terangkat. Menukik, memukul ke belakang. Mendarat tepat di pelipis seorang pria.

"Vin?"

"Hey, aku hanya memberi kejutan. Dan kau membalasnya dengan baik." Vin mengelus jidatnya yang sakit.

Shella menghembuskan nafas. Orang satu ini, selalu saja datang tiba-tiba. Dan membawa sial. Awas saja jika kali ini ia juga membawa nasib buruk lagi. Bukankah lebih baik menghindar? Shella mengibaskan tangan, berbalik hendak pergi.

Tapi, Vin menahannya. Shella menggerang.

"Sebenarnya apa yang kau lihat?"

"Bukan urusanmu dan biarkan aku pergi."

Vin justru merasa bersemangat. Berdiri tepat di tempat Shella tadi. Menyingkirkan gadis itu di belakangnya. Tetap memegang erat pergelangan tangan Shella. Mata sipit Vin menjelajah, ke perkiraan arah yang Shella tuju. Dan dapatlah satu objek itu. Sekali lagi, instingnya memang hebat.

"Dia pria yang tampan."

Shella terdiam. Merutuki vin dalam hati.

"Sudah kuduga. Memang sulit bersahabat dengan pria setampan itu tanpa membuatmu jatuh cinta. Belum lagi, dilihat dari ceritamu, ia berhasil bersabar dekat denganmu dalam waktu yang lama. Ia pria yang baik dan mrngagumkan. Pantas saja, kau sampai tergila-gila."

Shella mengangkat tangan kirinya yang terbebas dari cengkraman Vin. Terangkat ke atas kepala. Menjitaknya dengan keras. "Tutup mulutmu!"

Vin mengaduh kesakitan sekali lagi. Dia sungguh gadis yang kejam. Baru kali ini, ia di lecehkan. Bahkan untuk Ridho sekalipun, ia tak pernah rela di sentuh. "Bisakah kau tidak bersikap kasar?" Vin hendak berteriak dan mencincang gadis itu. Tapi, dia seorang wanita. Yang harus di lindungi. Huh, bodoh sekali kenapa ia selama ini menganut aliran itu. Vin menggerang lagi. Ia tetap seorang wanita.

"Lalu aku harus bagaimana memperlakukan seseorang asing yang tiba-tiba datang ke kehidupanku dan membuatnya lebih rumit? Menyambutnya dengan senyuman?" Shella menyeringai. "Ini sikap asliku, jika kau tak suka, kau boleh pergi." Gadis bermata biru, menghempaskan tangannya yang di cengkram Vin. Entah mengapa, cengkramannya mengendur.

"Jadi selama ini, kau masih menganggapku asing?"

"Tentu saja, aku bahkan tidak yakin kau mengetahui namaku."

"Namamu Shella bukan? Aku sudah mengetahuinya, jadi kurasa aku tidak perlu bertanya." Vin mengulurkan tangannya. Hendak mengajak Shella bersalaman.

"Bukan."

"Tapi ibumu memanggilmu dengan nama itu."

Shella menggeleng kencang. "Sudah kubilang bukan. Bukan itu namaku."

Vin mengerutkan dahinya. "Aku tetap tidak percaya. Biar kubuktikan."

Shella terbelalak. "Mau apa kau?"

"SHELLAAA!" Vin justru berteriak dengan kencang. Shella hendak menutup mulutnya, tapi pria ini terlalu tinggi. Terlalu sulit menggapainya.

"SHELAA!" Vin masih terus berteriak. Sekejap orang-orang yang berkerumunan di depan papan pengumuman menoleh. Tetapi, langsung mengabaikan Vin.

"Tutup mulutmu Vin."

"SHELLAAA!" vin justru berteriak kalap. Kali ini orang-orang di sekitar sana tidak peduli lagi. Sibuk dengan urusan masing-masing. Kecuali satu orang yang berdiri. Berjalan kearah yang dapat menjangkau pandangan matanya ke seseorang yang berteriak tadi. Ia celigak-celiguk mencari arah. Dan terhenti tepat pada saat ia menemukan sosok gadis itu. Shella mehembuskan nafas kesal. Menarik Vin yang justru senyam-senyum sendiri saat ini.
Sial! Dino melihatnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience