Chapter 27

Romance Series 25496

"Bagaimana penampilanku?"

Zulfa menatap Nafisah sejenak. Malam ini, Nafisah memutuskan memakai syar'i warna pink muda dengan tambahan cadar. Ia sengaja melakukannya. Antisipasi kalau tiba-tiba Daniel berada di tempat keramaian. Mengingat pria itu seperti Jailangkung yang suka datang tiba-tiba, maka tidak ada cara lain dengan cara merubah penampilannya untuk malam ini. Setidaknya Daniel tidak akan mengenalinya. Semoga keberuntungan memihak pada Nafisah malam ini.

"Selain cantik, anggun, kamu juga tidak terlalu familiar."

"Aku akan pakai cadar bentuk poni." Tambah Nafisah lagi. "Jadi hanya kedua mataku saja yang terlihat."

"Kamu yakin semua ini akan berhasil?"

"Bismillah aja ya,"

Zulfa pun mengangguk. Ia menggenggam tangan Nafisah. "Bismillahirrahmanirrahim. Ayo kita ke ballroom. Keluargaku pasti sedang menungguku disana."

Nafisah dan Zulfa pun memasuki lift dan menekan tombol angka 10 tempat dimana ruang ballroom berada. Kotak besi itu bergerak ke lantai atas. Namun saat lift yang mereka naiki berhenti di lantai 7, pintu lift terbuka.

Seorang pria berbadan tinggi dengan style tuxedo hitam kemeja putih masuk bersama seorang wanita cantik. Zulfa dan Nafisah terkejut. Mungkin jika lompat ke lantai bawah tidak membuat keduanya mati di tempat, maka hal itu lah yang akan di lakukan Nafisah dan Zulfa. Lebih baik menghindar daripada ketahuan.
Tapi semua sudah terjadi. Sejenak, Daniel tersenyum ke arah Zulfa.

"Aku tidak menyangka kita bertemu di sini. Ada acara?" tegur Daniel santai melirik ke samping tanpa harus menoleh ke belakang.

Sementara Nafisah semakin meremas tangan Zulfa. Posisi mereka saat ini ada di belakang Daniel dan wanita itu. Sementara Daniel bersama gandengannya berada didepan.

"Kamu ngomong sama aku?" sinis Zulfa

"Tentu. Siapa lagi?"

Nafisah bernapas lega. Rupanya Daniel tidak menyadari penampilan barunya sekarang.

"Iya ada acara. Pernikahan sepupuku."

"Lara?"

"Kamu kenal sama Lara?"

"Tidak. Aku kesini hanya menemani dia."

Daniel tersenyum pada wanita di sebelahnya. Wanita cantik. Sama-sama bule. Tubuh tinggi dengan memakai jilbab. Nafisah dan Zulfa bisa menilai wanita di sebelah Daniel saat ini adalah bule muslimah.

Wanita itu akhirnya melirik ke belakang, tersenyum ramah pada Zulfa Dan Nafisah. Senyuman itu saat ini lebih tepatnya membuat Nafisah jadi insecure karena kecantikannya di tambah iris mata wanita itu berwarna biru. Ya ampun, apalah daya dirinya yang hanya biasa-biasa saja.

Setelah itu wanita tersebut kembali menatap ke depan. Semakin mengeratkan pelukannya pada lengan berotot Daniel. Nafisah merasa miris, rupanya lengan pria itu sudah sembuh dari luka tembakan begal beberapa waktu yang lalu. Sekarang dengan nyamannya di peluk sama wanita cantik dan terlihat sempurna.

Oh Nafisah sadar, pria ini benar-benar jahat! Atau mungkin kutukan buat dirinya. Setelah menyentuh tubuhnya dan mengusirnya tanpa beban tadi siang, sekarang dia terlihat menggandeng wanita cantik. Ah jangan bilang ini istrinya? Astaga, tentu saja ini istrinya. Dirinya memang sampah yang setelah di pakai langsung di buang. Ternyata apa yang di katakan Zulfa tadi siang benar-benar terlihat seperti dirinya. Zulfa meremas lembut genggamannya pada Nafisah. Seolah-olah memberinya kekuatan.

Ting! Pintu lift terbuka tepat di lantai ballroom. Daniel keluar tanpa mengatakan sepatah katapun pada dua wanita menyedihkan bagaikan obat nyamuk yang ada di belakangnya. Daniel terlihat elegan dan tampan. Benar-benar serasi dengan wanita di sebelahnya.

"Rasanya aku ingin menampar pria itu!" sungut Zulfa marah.

"Sudah, biarin aja."

"Tapi, Naf-"

"Aku sudah biasa di ginikan. Ayo kita masuk. Setelah bertemu keluargamu. Kita langsung makan, aku lapar."

"Nafisah... " Zulfa menatap Nafisah semakin iba. Tatapannya terlihat sendu. Nafisah malah memaksakan senyumnya.

"Ambil pelajaran dari aku, Zulfa. Jangan asal terima laki-laki modelan apapun dalam hidupmu sebelum kamu benar-benar yakin kalau dia orang yang tepat."

****

Nafisah memilih menunggu di kursi meja makan sembari mencicipi buah semangka yang baru saja ia ambil. Perlahan, ia mulai memasukkan potongan kecil semangka tersebut ke dalam mulutnya melalui bawah cadar yang ia pakai.

Nafisah sadar, makan dengan menggunakan cadar di tempat umum tidak semudah kelihatannya. Bahkan sesekali ia melirik ke atas pahanya kalau saja ada sisa makanan yang jatuh di atas pakaiannya.

Nafisah yakin, ia bisa melewati semua ini. Sungguh luar biasa wanita wanita muslimah di luar sana yang sudah memakai cadar dan bisa menikmati kegiatannya di tempat umum tanpa merasa risih apalagi terganggu. Terutama ketika makan. Itu yang Nafisah pikirkan sekarang. Nafisah melirik ke atas panggung pelaminan. Disana ada Zulfa yang tiba-tiba di ajak berfoto keluarga besar oleh orang tuanya.

"Maaf, apakah disini ada orang?"

Suara bariton terdengar. Astaga, itu Daniel. Allahuakbar! Niat sebelumnya ikut Zulfa ke luar kota adalah supaya ia bisa menghindari semua permasalahan yang ada termasuk Daniel. Tapi kenapa pria macam Jailangkung ini malah ada di depan mata nya? Apakah takdir benar-benar menguji dirinya?

Kalau seseorang mungkin akan senang bertemu seseorang pria tampan bak model internasional, Tapi ini? justru kebalikannya pada Nafisah. Ia malah takut bertemu Daniel.

"Maaf ukhti?" tegur Daniel lagi.

Buru-buru Nafisah teralihkan. Ia hanya menggangguk dan mempersilahkan Daniel dengan tangannya. Nafisah memilih diam. Ia menghindari membuka suaranya agar tidak ketahuan.

Jantung Nafisah semakin berdebar kencang. Kedua tangannya terlihat keringat dingin. Berharap Zulfa akan segera datang dan menyelamatkan situasi. Suara ponsel Daniel yang berdering terdengar, meskipun sedikit teredam oleh suara backsound Lantuan Sholawat Zaujati yang menggema nyaring di seluruh ballroom.

"Ada apa?"

Nafisah mendengar suara Daniel yang terdengar datar.

"Adelard, akhirnya Ayahmu tahu kalau kau sudah menikah. Kapan kau akan mendatanginya?"

"Sekarang situasinya tidak tepat."

"Baiklah, aku akan menunggu disini. Ah sudah 5 tahun. Aku harap otakmu tidak pernah terbentur agar kau tidak melupakanku. Ah satu lagi, seseorang sedang mengawasimu. Dia sedang menyamar sebagai tamu undangan. Ntah pria atau wanita. Aku masih butuh waktu untuk mengurus disini agar kau terbebas dari semua kasus itu dan itu belum selesai."

"Dia juga musuhmu. Sepertinya kejadian masalalu itu membuat mereka marah karena kerugian. Berhati-hatilah, motif pembalasan dendam bisa saja terjadi."

"Kau tidak perlu khawatir. Aku akan mengawasi orang-orang di sekitarku."

"Mengawasi? Memangnya kenapa dia? Apakah dia sedang terancam?" batin Nafisah.

Nafisah menggeleng cepat. Ya ampun, apakah dia baru saja penasaran? Tidak-tidak. Daripada memikirkan hal yang tidak penting, Nafisah memilih berdiri dari sana. Namun karena gerakannya terlalu cepat, Nafisah tidak menyadari kalau ujung syar'i yang ia pakai tersangkut pada ujung kursi yang Daniel dudukin.
Otomatis Nafisah limbung dan tidak bisa menjaga keseimbangannya. Ia terjatuh ke lantai, tepat di samping Daniel. Daniel langsung menoleh ke arahnya dan terkejut bertepatan saat ia mengakhiri panggilannya.

Tiba-tiba lampu padam. Suara pecahan kaca ntah dari mana terdengar. Para tamu undangan langsung histeris dan panik. Kericuhan juga langsung terjadi dalam hitungan detik. Nafisah langsung ambil kesempatan, ia berdiri, mencoba bertindak untuk menjauhkan diri dari Daniel dan berusaha menarik syar'inya.

"Maaf, ujung syar'i ku.." ucap Nafisah akhirnya, terpaksa mengeluarkan suaranya.

BOOM!

Suara ledakan terdengar. Nafisah merunduk ketakutan. Tapi sekarang ia harus melawannya karena cuma ini satu-satunya ia bisa kabur.

"Maaf permisi, bisakah geser sedikit kursi anda.." sela Nafisah lagi.

Daniel terlihat sibuk, tidak menghiraukan bahkan sedang menghubungi seseorang. Kesabaran Nafisah habis. Dengan lancang ia menarik paksa ujung Syar'i nya sampai sobek walaupun sedikit. Berhasil! Nafisah langsung pergi, namun ujung khimarnya yang tertarik membuat Nafisah berhenti.

"Jangan keluar, bahaya. Sesuatu bisa saja terjadi." Daniel memperingatkannya.

"Aku tidak perduli! Sekarang lepaskan aku DANIEL!"

Sontak keduanya terdiam. Daniel memicing tajam. Darimana wanita ini tahu namanya? Astaga, jangan-jangan wanita ini adalah seseorang yang di maksud rekannya waktu di telepon.

Dalam sekali cengkraman Daniel langsung menarik Nafisah keluar. Menerobos kerumunan tamu dan panitia acara yang terlihat berdatangan mengecek situasi. Terlihat juga beberapa pria teknisi listrik dan security hotel. Nafisah sampai kebingungan dan ketakutan menghantuinya.

Dengan kasar Nafisah melepaskan cekalan Daniel. Dalam sekali hentak Nafisah menendang selangkangan pria itu. Daniel meringis kesakitan dan Nafisah berhasil kabur. Nafisah panik karena tidak bertemu Zulfa lebih cepat. Akhirnya ia memutuskan ke lift, namun suara Danielyang mengejarnya juga terdengar. Nafisah frustasi, pintu lift belum juga terbuka untuknya. Akhirnya Nafisah memutuskan untuk memasuki toilet.

Napas Daniel tersenggal. Ia menuduk sebentar mengatur napasnya yang sesak. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Mencari keberadaan wanita bercadar itu. Daniel menggeleng cepat. Akhirnya ia memutuskan ke toilet. Sepertinya ia butuh mencuci wajahnya agar bisa berpikir jernih.

Daniel berada didepan westafel. Ia menatap wajahnya. Namun sesuatu membuat menyipitkan kedua matanya begitu menatap pantulan cermin didepannya. Terlihat di lantai depan pintu salah satu toilet terdapat payet mutiara kecil berbentuk bunga. Daniel menoleh ke belakang, berjalan mendekati lalu merunduk mengambilnya. Ini toilet untuk laki-laki. Kenapa bisa ada benda ini?

Daniel tak mau berpikir panjang. Ia mencoba tidak perduli. Mungkin ini punya seorang istri pria lain yang menempel pada pakaiannya begitu ke toilet. Itu yang ia pikirkan.

****

Setelah semuanya aman, Nafisah langsung keluar. Perlahan ia membuka pintu toilet. Untung saja bersembunyi selama 5 menit di dalam toilet laki-laki tidak membuatnya panik. Nafisah berjalan pelan, nyaris hati-hati tanpa menimbulkan suara.

Nafisah bernapas lega begitu berhasil keluar dari toilet laki-laki. Ia langsung berbalik dan dalam hitungan detik, Nafisaha terkejut, seseorang membekap mulutnya dan kembali membawanya ke toilet laki-laki. Daniel langsung mengunci pintu masuk.

Nafisah ketakutan. Napasnya tersenggal di balik cadarnya. Ia memundurkan langkahnya. Daniel berbalik, menatap waspada wanita ini.

"Jangan tangkap saya, mungkin anda salah orang."

Daniel tertegun. Kenapa suaranya begitu familiar? Sejenak ia menatap wanita itu. Kedua matanya mirip Nafisah. Tapi tidak. Sepertinya tidak mungkin. Iris mata Nafisah berwarna coklat tua. Sedangkan wanita ini beriris abu tua gelap. Daniel tak perduli, ia langsung mengeluarkan pistol dari balik punggungnya.

"Katakan padaku, apakah kau orangnya?"

Suara pelatuk di tarik. Nafisah langsung mengangkat tangannya. Ia menggeleng cepat. Astaga, apakah ia akan mati di tangan pria ini? Jika itu benar, miris sekali hidupnya. Sudah di sentuh seenaknya, di buang begitu saja, mati pula sama orang yang sama.

"Bu.. Bukan saya."

"Aku sudah terbiasa dengan hal ini. Bahkan aku tidak perduli sekalipun kau seorang wanita!" dingin, penuh ancaman.

"Tunjukkan siapa dirimu.." dengan langkah pelan dan pasti, Daniel semakin mendekati Nafisah. Nafisah mulai kebingungan.

"Tidak. Anda tidak boleh seenaknya menyuruh seorang wanita melepas cadarnya."

"Pengecualian terhadap dirimu. Kau pasti adalah kiriman!"

Kiriman? Siapa sebenarnya Daniel? Kenapa dia selalu membawa pistol di balik punggungnya seolah-olah dia sedang waspada? Lalu, kenapa juga Daniel menganggapnya kiriman? Apakah ada seseorang yang sedang mengancam nyawanya?

Daniel bukan orang biasa. Itu yang Nafisah pikirkan sekarang. Zulfa benar, Daniel bukanlah orang sembarangan dibalik sosoknya yang suka muncul tiba-tiba.

Tanpa sadar pistol tersebut sudah di kening Nafisah. Nafisah memejamkan kedua matanya dengan kuat. Air mata akhirnya meluruh di pipinya. Bayangan wajah Papa nya yang sudah tua, adiknya, dan keluarga yang mencintainya terlintas. Seolah-olah itu adalah hal terakhir yang ingin Nafisah lakukan. Jika ia tidak mengaku, apakah ia akan mati? Ah bukankah itu lebih baik agar hidupnya terbebas dari Daniel? Lagian, pria itu juga sudah bersama wanita lain setelah memakai dirinya, kan?

"Ya aku kiriman, tembak saja aku." ucap Nafisah frustasi.

DOR!

Dan akhirnya Daniel melakukan kesalahan terbesarnya.

****

?????? TUH KAN! ??

Jgn lupa di vote cerita ini ya. Makasih sudah baca?

With Love, Lia

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience