Chapter 28

Romance Series 25496

DOR! 

Suara letusan senjata terdengar nyaring dan memekikkan telinga. Nafisah masih sama seperti sebelumnya, kedua matanya terpejam rapat. Tapi yang membuat Nafisah heran adalah kenapa tidak ada rasa sakit apapun di tubuhnya? Perlahan, Nafisah memundurkan dirinya ke belakang dan bersandar pada dinding yang begitu terasa dingin mengenai punggungnya.

"Argh!!"

Daniel menghampas pistolnya ke lantai. Merasa marah pada dirinya sendiri. Kenapa semua ini begitu berbeda? Kenapa ia merasa lemah didepan wanita asing ini? biasanya, jika sesuatu datang mengancamnya, maka Daniel tidak perduli siapapun lawannya. Hatinya seperti terkoneksi dengan wanita bercadar ini begitu dia menyebut namanya sewaktu didalam ballrom tadi. Daniel memilih untuk memunggungi wanita itu.

Ada apa dengan dirinya? peluru itu sengaja tidak arahkan ke wanita bercadar ini. Tetapi ia arahkan ke lantai yang ada di belakang wanita itu.

TOK! TOK! TOK!

"Nafisah? apakah kamu di dalam? ini aku, Zulfa." Suara gedoran pintu utama toilet terdengar. "Apakah kamu di dalam sana? Aku sempat meminta tolong ke bagian area cctv untuk melacak keberadaan dirimu. Hasil rekaman terlihat dengan jelas kalau kamu berlari memasuki toilet pria. Ya ampun Naf, apa yang sudah kamu pikirkan?! Kenapa harus ke toilet laki-laki? Jangan membuatku khawatir dan sulit mencarimu. Kamu lupa, kalau kamu sudah membuang ponselmu ke sungai?"

Tidak ada jawaban apapun dari Nafisah. Sekarang, rasanya ia ingin menjewer telinga Zulfa kenapa dia bisa datang terlambat menyelamatkan situasinya!? Sudah begitu blak-blakan pula bicara semuanya.

Daniel langsung menoleh ke belakang dengan cepat begitu mendengar semuanya. Di lihatnya Nafisah sekarang merubah posisinya dengan meluruh ke lantai sambil duduk memeluk lututnya sendiri. Nafisah menyembunyikan wajahnya dan terisak disana. Dan Daniel menyesal, kenapa ia sudah melakukan semua ini pada wanita yang di cintainya? Daniel mendekati Nafisah, ia bersimpuh, menyamakan posisinya dengan wanita lemah ini.

"Sekarang aku sadar, kenapa sekarang aku begitu lemah di depan seorang musuh." Daniel menyentuh pelan bahu Nafisah. Tubuh wanita itu terasa bergetar kecil. "Seolah-olah hatiku seperti terhubung denganmu bagaikan magnet. Dan ternyata benar, hampir saja aku melakukan tindakan bodoh yang dapat membuatku menyesal seumur hidup. Belum pernah aku melihat seorang musuh yang mudah menyerah begitu saja ketika terancam, itu yang aku lihat sekarang. Kamu terlihat pasrah."

Akhirnya Nafisah mengangkat wajahnya. Terlihat jelas kalau cadarnya sudah basah oleh air mata "Aku kiriman. Kenapa tidak menembakku saja?"

"Nafisah?!!" TOK ! TOK ! "Ayo cepat keluar. Semua sudah aman. Kejadian di ballroom tadi murni kesalahan teknis karena ada korsleting listrik. Kamu tidak mau kan, penyamaran kamu ketahuan sama Daniel? Sudah cukup kita ingin memukul wajahnya begitu melihatnya bersama wanita lain. Jangan menambah beban pikiran kita, Nafisah!!"

Nafisah dengan sikapnya yang masih keras kepala. Sudah jelas kalau wanita yang mengetuk pintunya diluar sana adalah Zulfa dan sedang mencarinya. Tapi masih saja Nafisah tidak mau mengakui dirinya. Dan rasanya Nafisah ingin menyumpal mulut Zulfa saat ini juga!

Astaga, tamatlah riwayatnya..

Perlahan, Daniel melepaskan ikatan cadar Nafisah yang sempat menundukkan wajahnya. Setelah terlepas semuanya, terlihat jelas kalau Nafisah sedang menangis. Daniel menatapnya sendu. Ia memegang dagu wanita itu dan membuatnya saling bertatapan.

"Maafkan aku, aku membuatmu takut." Daniel menghapus air mata di pipi Nafisah. "Benar. Kamu adalah kiriman. Kiriman tulang rusuk yang bengkok untuk melengkapi hidupku yang menyedihkan ini." Daniel memegang kedua pipi Nafisah, jarak wajah mereka begitu dekat.

"Aku tidak akan menunda hal penting ini lagi. Papa sudah menikahkan kita dan kamu adalah istriku secara sah."

Bagaikan pukulan yang keras menghantam rongga dadanya yang begitu menyakitkan, dengan cepat Nafisah mendorong kasar dada bidang Daniel. Nafisah berdiri, kedua tangannya mengepal kuat.

"Kamu pikir aku percaya dengan semua ucapan dan rayuanmu itu HAH?!"

"Nafisah, dengar-"

"NGGAK! AKU NGGAK DENGAR. SAMPAI KAPANPUN AKU TIDAK AKAN MAU MENDENGARKANNYA!! "

Daniel berusaha memegang lengan Nafisah, Nafisah menepisnya. Bahkan dengan cepat ia langsung meraih pistol Daniel yang tergeletak di lantai. Dengan tubuh gemetar ia langsung mengarahkannya ke pelipisnya. Daniel panik.

"Nafisah, jangan main-main." Tatapan Daniel terlihat takut. Kecemasan mulai merasuk pada dirinya. Sesuatu yang berbahaya bisa terjadi kalau Nafisah sampai nekat.

"Nafisah! buka pintunya!" TOK! TOK! TOK! teriak Zulfa dari luar. Sayangnya Nafisah tidak menghiraukannya,

"Bukankah kamu yang sedang bermain-main?" sinis Nafisah tajam.

"Nafisah, please," Perlahan tapi pasti, Daniel mendekati Nafisah dengan hati-hati. "Aku bermain-main? apa maksudmu?"

"Jangan pura-pura seperti orang bodoh! Kamu pikir aku mudah percaya setelah melihat semuanya? Kamu tinggal serumah dengan Sofia, menyentuhku semaumu lalu setelahnya kamu datang malam ini dengan istrimu? aku bukan sampah! aku bukan wanita simpanan! dan aku bukan pelacurmu!"

Brak! pintu langsung terbuka lebar. Situasi yang tiba-tiba membuat Daniel tidak bisa melawan begitu Hanif datang dan langsung menghajarnya. Daniel tersungkur ke lantai sementara Hanif berada di atasnya memukuli wajahnya. Nafisah syok, ia langsung menjatuhkan pistol Daniel ke lantai bertepatan saat Zulfa masuk dan langsung memeluknya.

Tiga orang polisi berpakaian preman pun masuk lalu melerai Hanif dan Daniel. Salah satu Polisi langsung memborgol tangan Daniel, Daniel ingin protes namun polisi itu sudah menyelanya duluan.

"Anda kami tangkap sesuai laporan yang kami terima karena telah melakukan tindakan pemerkosaan terhadap saudari Nafisah."

"What?" Daniel menoleh ke arah Nafisah . "Are you kidding me, Nafisah?"

Nafisah menatap Daniel dengan benci. Begitu polisi membawa Daniel dan melewati dirinya, Daniel menghentikan langkahnya tepat di depan Nafisah. Ia menatap wanita itu sejenak dengan kilatan serius serta seringai bibirnya nya yang menyebalkan.

"Mi assicuro che dopo questo sarai con me fino alla fine della vita,, e nessun altro ci ostacolerà. ricordalo, piccola..."

Zulfa melongo tak percaya. Ia menatap kepergian Daniel yang mulai menjauh.

"Ngomong apa? Dia pikir orang macam kita ngerti? Dasar pria tidak waras!"

"Bahasa Italia." sambung Hanif tiba-tiba. Ia menoleh ke arah Nafisah. "Tadi pihak kepolisian kerumah, meminta keterangan korban. Karena kamu tidak ada, aku menghubungi Zulfa. Dia bilang kalian sedang bersama dan aku langsung kesini bersama mereka. Jadi benar, waktu di rumah sofia kamu di perkosa?"

Nafisah tak menjawab. Ia menatap Hanif sejenak, kenapa dia bisa tahu itu bahasa Italia? Nafisah memilih meninggalkan Hanif. Sesungguhnya kejadian ia di perkosa adalah hal  yang benar-benar memalukan. Zulfa mengikuti Nafisah, tapi Hanif tak tinggal diam.

"Jadi itu benar?"

Otomatis Nafisah menghentikan langkahnya. Ia melirik ke arah Zulfa. "Aku ingin berbicara padanya secara pribadi, apakah kamu bisa pergi sebentar?"

Zulfa mengangguk. "Aku tunggu di kamar. Malam ini kalau kamu ingin pulang sama Hanif-"

"Aku akan tetap pulang bersamamu, Zulfa."

Zulfa terdiam. Raut wajah Nafisah sudah terlihat lelah dan putus asa. Ia hanya mengangguk dan pergi dari sana. Setelah Zulfa pergi, Nafisah menatap Hanif lagi.

"Nafisah, aku tahu ini berat bagimu. Tapi please, aku tidak ingin kamu menanggungnya sendirian. Ada aku-"

"Aku tahu. Semua masalah ini memang berat." potong Nafisah cepat. "Justru itu aku tidak mau melibatkanmu, Mas Hanif. Saking beratnya aku tidak ingin menambah beban masalah lagi.."

"Apa maksudmu beban?"

"Beban kalau sampai akhirnya Mas Hanif jatuh cinta padaku."

Seketika Hanif terdiam. Ucapan Nafisah barusan menyentil hatinya yang paling dalam. Kenapa semua itu terasa benar? Buru-buru Hanif merubah reaksi wajahnya. Ia tertawa lebar. Tapi Nafisah paham, tertawanya Hanif bukan tertawa lepas. Tapi terkesan di paksakan.

"Jadi kamu pikir Mas bakal suka sama kamu, gitu? Ya Allah Nafisah... Dari sekian banyak wanita, kenapa harus kamu? Dengar, aku hanya menganggapmu adik yang harus aku lindungi dari apapun termasuk orang jahat seperti Daniel. Almarhum Mama kamu yang memberi amanah ini padaku sebelum beliau pergi."

"Benarkah?" Nafisah memaksakan senyumannya. "Sepertinya Mas lebih tahu daripada aku tentang Daniel yang kita kira adalah orang jahat. Apakah itu benar, Tuan Axel yang terhormat?"

Bayangan flashback beberapa jam sebelumnya pun seolah-olah terlintas seperti kaset video yang sedang di putar. Begitu tanpa sengaja Hanif menabrak Nafisah tepat di belokan area gedung kantor polisi, tanpa sadar Hanif menjatuhkan sebuah kartu Identitas badan intelijen negara bernama Axel dengan foto wajah 100% adalah Hanif. Nafisah langsung memungutnya dalam hitungan detik dan menyembunyikannya di dalam genggaman tangannya.

****

"Mi assicuro che dopo questo sarai con me fino alla fine della vita,, e nessun altro ci ostacolerà. ricordalo, piccola..."

( Aku pastikan setelah ini kamu akan bersamaku sampai akhir hayat, dan tidak ada siapapun yang akan menghalangi kita. Ingat itu sayang...) - Daniel

???? Daniel dengan ucapannya yang penuh arti. Wkwkwkw

Halo, makasih ya sudah baca. Jgn lupa di vote ??

With Love, Lia

Dan Follow akun Instagram : lia_rezaa_vahlefii
Agar mendapatkan info aku update atau perihal tentang novel aku yg lainnya ??

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience