chapter 24

Romance Series 25496

Perlahan, Nafisah membuka kedua matanya. Hal yang pertama kali ia lihat adalah tempat dan suasana yang berbeda. Lampu kamar terlihat temaram. Gorden minimalis berwarna abu tertutup rapat. Nafisah meringis geli ketika merasakan gesekan halus yang berasal dari jambang tipis Daniel mengenai pipinya.

"Sudah bangun, sweety?

Nafisah langsung bangun dan duduk tegak. Ia mengecek dirinya yang kini sudah berganti pakaian mengenakan baju piyama berbahan satin selembut sutra berwarna putih gading.

"Dimana bajuku?! Siapa yang menggantinya?"

"Pakaianmu kotor dan sudah aku buang."

"Daniel!"

"Aku tidak suka modelnya, terlalu pasaran. Nanti aku belikan yang baru."

Nafisah menatap tak percaya. Pria ini sudah keterlaluan.

"Kamu tidak perlu malu kalau aku yang menggantinya, bukankah kita sudah saling melihat satu sama lain?"

Daniel ikutan bangun, membisik ke telinga Nafisah dengan suaranya yang serak.

"Tepatnya 1 jam yang lalu. Rasanya aku tidak bisa menahan diri kalau sudah di dekatmu, Sayang.."

Nafisah hendak protes. Ia menatap Daniel dengan tatapan ingin membunuh saja rasanya. Namun ia terdiam, wajahnya seketika memerah malu begitu melihat Daniel tidak mengenakan kaos atasan dengan penampilannya yang eksotis.

Daniel tersenyum geli. Sadar kalau Nafisah terlihat sok kegengsian setelah melihat fisiknya. Daniel berdeham. "Kalau kamu berpikir untuk pulang, sebaiknya hentikan. Rumah kamu disini."

Plak! Tanpa basa basi Nafisah kembali menampar Daniel. Nafisah bergerak cepat, turun dari tempat tidur besar berukuran king size. Daniel hanya menggelengkan kepalanya sembari mengusap pelan ujung alisnya yang tebal. Ia tertawa pelan dengan suaranya yang rendah.

Nafisah benar-benar keras kepala. Batin Daniel.

"Daniel! Turunkan aku!"

Nafisah meronta, protes, bahkan memukul-mukul punggung Daniel begitu pria itu malah menggendongnya tanpa permisi ke pundaknya.

"Aku bukan karung beras! Kurang ajar!"

Dalam sekali hentak Daniel merebahkan Nafisah ke atas tempat tidur. Nafisah ingin kabur. Benci karena ia seperti wanita yang di sandera. Dan lagi, air mata mengalir di pipi Nafisah.

"Daniel, please.."

"Kamu memohon padaku untuk menidurimu sekarang?" Kerutan di dahi terlihat. Mata Daniel berkilat-kilat nakal. Ia suka menggoda Nafisah dengan candaannya. Daniel, ucapan songongnya beserta otak kotornya.

Bruk! Daniel meringis kesakitan. Tanpa di duga Nafisah menendang selangkangannya. Pria itu terjatuh ke lantai. Lalu secepat itu Nafisah menarik selimut bed cover. Ia melemparkan ke arah tubuh Daniel lalu dalam gerakan cepat ia menggulingkan badan Daniel ke dalam selimut.

Daniel meronta. Tubuhnya terbungkus selimut tebal. Rasanya begitu panas dan gerah. Dengan santai Nafisah menaikan salah satu kakinya ke atas tubuh Daniel.

"Sejak pertemuan kita pertama kalinya rasanya aku ingin menendang selangkangan mu itu! Dan sekarang aku sudah melakukannya!"

"Benarkah?" Daniel tertawa pelan. Terlihat meremehkan Nafisah. "Aku tidak masalah. Tapi aku yakin cepat atau lambat justru dirimu yang akan menginginkannya daripada menendangnya. Kasihan dia, Nafisah. Ini adalah aset masa depan yang wajib kamu sayangi."

Plak! Dan lagi, Nafisah menampar pipi Daniel. Bukannya kesakitan, justru Daniel semakin terpesona menatap Nafisah. Ntah kenapa, melihat Nafisah yang marah-marah dan cerewet semakin membuatnya terlihat cantik? Ya ampun, Daniel sadar bahwa sampai kapanpun tidak bisa berhenti untuk menganggumi dan jatuh cinta dengan wanita keras kepala ini.

"Itu hanya didalam mimpimu saja! Dasar pria laknat! Kamu pikir aku wanita simpanan yang bisa di sandera sesukamu? Cari aja wanita lain, jangan aku."

"Kalau sudah ada didepan mata sesuai pilihan hati. Untuk apa aku mencarinya?"

Nafisah ingin marah. Namun Daniel langsung memotong ucapannya.

"Jangan mencari sesuatu yang lebih sulit kalau solusinya sudah di temukan." Daniel tersenyum puas.

"Kamu milikku. Sudah aku kasih tanda merah di leher tadi. Silahkan di cek. Itu tanda cinta.."

Plak! Nafisah menampar pipi Daniel. Tak perduli kalau telapak tangannya juga perih.

"Aku sudah punya calon dan aku akan menikah dengannya!" Nafisah tersenyum sinis.

Tapi Nafisah lupa, ucapan ngibul yang ia lontarkan barusan membuat wajah Daniel langsung berubah drastis. Otak Daniel rasanya begitu mendidih dan panas. Amarah mulai memuncak di dirinya.

Daniel cemburu.

Suara adzan sholat ashar berkumandang di ponsel Daniel. Raut wajah Daniel masih dingin.

"Bantu aku bangun. Aku mau sholat."

"Bangun sendiri sana!"

"Aku tidak bisa. Ini semua akibat perbuatanmu."

Nafisah tak terima. Sudah jelas awal penyebabnya dari pria itu kenapa sekarang seolah-olah dia yang paling tersalahkan?

"Jangan memperlambat diriku ketika akan bersiap-siap sholat ke mesjid. Allah sedang memanggilku. Atau kamu yang akan berdosa."

Nafisah tak banyak berucap apapun.  Ia langsung membantu Daniel melepaskan lilitan selimut bed cover itu. Daniel langsung berdiri, membuka lemari pakaiannya dan meraih baju koko berwarna putih. Nafisah terdiam. Masih berdiri di tempat. Sadar kalau situasi saat ini sedang tidak ramah dan terasa menyeramkan. Tidak ada lagi raut wajah Daniel yang menyebalkan dengan tatapan gelinya yang biasanya dia perlihatkan.

Tapi, meskipun Daniel terlihat datar dan dingin. Sorotan amarahnya tidak mengurangi ketampanannya. Terlebih saat ini pria itu sudah memakai baju koko berwarna putih yang menambah ketampanannya. Buru-buru Nafisah menggeleng cepat. Ini bukan waktu yang tepat menganggumi pria bejat macam Daniel.

"Pergi dari sini." dingin, tajam, dan perintah yang penuh penekanan dari Daniel.

Nafisah langsung merubah raut wajahnya. Ia sedikit menaikan dagunya. Wajahnya terlihat angkuh.

"Tanpa di perintah aku juga mau pergi dari sini! Ini terakhir kalinya kita bertemu. Aku pastikan itu!"

Daniel tersenyum sinis. Ia berjalan ke arah pintu tanpa menoleh ke belakang.

"Benarkah? Kalau begitu hubungi aku jika dalam waktu dekat ada kabar kalau calon little Daniel mulai berkembang di rahimmu."

DEG!

Nafisah terdiam. Sontak ia langsung memegang perutnya sendiri yang masih rata. Ketakutan langsung menghampirinya. Wajahnya langsung pucat. Daniel masih menunggu ucapan selanjutnya dari Nafisah. Namun yang ia rasakan saat ini hanya hawa ketegangan yang berasal dari Nafisah. Daniel tersenyum puas. Tidak menghilangkan sedikitpun rasa takutnya. Rupanya Nafisah masih lupa, siapa lawan mainnya.

"Jangan lupa mandi junub, babygirl. Aku yakin setelah dirimu kabur dari rumah Sofia kamu belum mandi wajib.."

Lalu suara pintu tertutup. Hening. Meninggalkan Nafisah yang mulai was-was

****

Nafisah mulai ketar ketir ??

Makasih yang sudah baca. Komentar yang banyak justru akan membuatku bersemangat balasin chat kalian ??

Jgn lupa di vote ??

With Love, Lia

Instagram ; lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience