Chapter 17

Romance Series 25499

Bruk!

"Aw, Sakit!"

"Ya Allah, kepalaku.."

Nafisah meringis kesakitan. Tanpa sadar ia terjatuh dari atas tempat tidur ke lantai hotel yang dingin. Nafisah memegang kepalanya yang begitu nyeri. Barusan ia mimpi buruk. Bisa-bisanya Daniel adalah suaminya yang sekarang. Allahuakbar!

"Alhamdulillah cuma mimpi. Lagian, siapa yang mau nikah lagi? Kalaupun itu terjadi, nggak mungkin Papa melakukan perjodohan lagi tanpa sepengetahuanku."

Nafisah melirik ke arah jam dinding. Ia tercengang. Bahkan bola matanya terbelalak.

"ASTAGHFIRULLAH! JAM 05:45."

Buru-buru Nafisah turun dari tempat tidur. Gara-gara ia menangis semalaman dan sulit tidur akibat ulah Daniel dirumah Pak de nya, pria itu sudah benar-benar keterlaluan menyentuh kulitnya semaunya. Akibat kesedihannya itu, ia jadi kesiangan.

Nafisah sudah tidak lagi memperdulikkan penampilannya yang ala kadarnya dan hanya mencuci muka, sikat gigi, lalu memakai bedak tipis. Untung saja saat ini ia sedang haid, sehingga tidak perlu melaksanakan sholat subuh.

"Waktu aku cuma 15 menit untuk sampai di bandara. Apakah masih sempat?"

Nafisah semakin kalut ketika saat ini ia sudah berada di dalam taksi online.  Bahkan sesampainya di bandara, Nafisah terkejut dengan segerombolan orang-orang yang tidak biasa. Beberapa di antaranya ada yang menangis.

"Ada apa ini?"

Nafisah sudah tidak memiliki banyak waktu untuk mencari tahu. Bahkan ketika ia hendak boarding pass, seseorang dari belakang mengejarnya.

"Nafisah!!!!!"

Nafisah menoleh ke belakang. Ada Pak de dan Budenya berlari sampai tergopoh-gopoh di usianya yang sudah tua. Nafisah menghentikan langkahnya.

"Pak De? Bude?"

"Ya Allah, anakku... Anakku.."

Nafisah sampai tak bisa berkata-kata lagi ketika Budenya malah memeluknya begitu erat. Bahkan menumpahkan tangisan ke dalam pelukan Nafisah. Nafisah masih di landa kebingungan sampai akhirnya ia membalas pelukan Budenya.

"Bude kenapa? Apakah semuanya baik-baik aja?"

"Justru Bude yang bersyukur kamu baik-baik aja." Bude Nafisah pun sampai menyentuh pelan kedua pipi keponakannya. Lalu meraba pelan kedua lengan kanan kirinya. Setelah itu memeluknya lagi.

"Pak De, sebenarnya ini ada apa?"

"Kamu nggak tahu berita? 10 menit yang lalu ada pesawat yang mengalami kecelakaan dan terjatuh di perairan lautan. Pesawat itu adalah pesawat yang bakal kamu naikin pagi ini. Jadwal jam 6 pagi. Pak De baru tahu setelah membaca berita di ponsel."

Nafisah tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ini benar-benar terlalu mengejutkan dan mendadak. Tidak ada yang tahu musibah bisa datang kapan saja ketika Allah berkehendak.

"Allah begitu baik menyelamatkanmu dari musibah ini, nak. Semua berawal dari Hanif yang memberi tahu Bude kalau kamu akan pergi pagi ini. Lalu kami berniat menyusulmu. Apa yang sebenarnya terjadi Nafisah? Ponsel kamu susah di hubungi sejak tadi malam."

"Bude, Nafisah nggak apa-apa kok. Lagian sejauh ini loh, Bude sama Pak De nyusul aku sampai kesini?"

"Bude nggak perduli. Lagian kamu pergi tanpa pamit. Justru hal seperti itu bikin Pak De sama Bude khawatir. Hanif bilang, tadi malam kamu nangis. Kamu ini perempuan Nafisah, sudah bude anggap seperti anak bude sendiri. Kalau ada apa-apa, bude tambah takut dan khawatir. Bude nggak pernah lupa amanah almarhum Mama kamu untuk jagain kamu, nak."

"Bu, Nafisah baru selamat dari musibah. Alangkah baik nya kita pulang dulu. Dan bicarakan hal ini baik-baik."

"Em, Tapi.. " Nafisah ingin menolak. Sesungguhnya ia sudah tidak mau lagi pulang ke rumah Bude nya. Ia harus menghindari Daniel.

Tapi melihat kedatangan Pak De dan Budenya yang nekat menyusulnya saat ini. Apakah pantas jika ia menolak? Bukankah seharusnya ia malah bersyukur selamat dari musibah? Bagaimana jika ia tidak bermimpi buruk lalu berangkat tepat waktu? Sudah jelas ia akan menjadi korban penumpang kecelakaan pesawat itu.

Allah Maha Baik. Allah masih menyelamatkannya dari musibah melalui dirinya yang bangun kesiangan dan terlambat dari jadwal keberangkatan.

"Nafisah?"

"Eh, i.. Iya Bude. Pak De benar, kita pulang dulu. Tapi, Nafisah izin ke toilet sebentar."

"Iya, Bude sama Pak De tunggu disana ya.."

Nafisah mengangguk. Ia menitipkan kopernya pada mereka. Sementara Nafisah pergi ke toilet dan sempat melewati beberapa pihak keluarga yang menangis seenggukan karena mendapati keluarga mereka menjadi salah satu penumpang korban kecelakaan pesawat itu.

Nafisah berjalan lurus menelusuri koridor toilet. Jam sudah menunjukkan setengah 7 pagi. Nafisah melihat tanda sebelah kanan tempat toilet wanita berada. Ia pun segera memasukinya.

Tiba-tiba seseorang menutup mulutnya dari belakang. Nafisah meronta bahkan tubuhnya di bekap hingga langkahnya terseret masuk ke dalam bilik toilet. Nafisah melepas paksa tangan besar yang membekap mulutnya, ia tercengang begitu tahu siapa pelakunya.

"Daniel!"

"Ssshhh... " Dengan cepat ia membekap lagi mulut Nafisah.

Daniel sedikit mendorong pelan tubuh Nafisah hingga punggungnya menyentuh dinding toilet. Tempat yang sempit dan tidak ada jarak sama sekali di antara mereka.

Nafisah meronta. Lalu tangan Daniel yang satunya memegang kedua pergelangan tangan Nafisah. Nafisah tak mau menyerah, bahkan ia menginjak kaki Daniel. Daniel meringis kesakitan namun tetap mengabaikannya.

"Bisa tenang sedikit?"

Nafisah menggeleng kuat. Ia kembali berusaha menghindar, tapi tubuh Daniel yang tinggi besar justru menghimpit nya.

"Kalau dirimu tidak juga diam, aku akan mencium bibirmu sekarang juga.. "

Ancaman yang membuat Nafisah tak berkutik. Maka Nafisah pun menurut. Ia tak habis pikir, pria di depan matanya ini suka berada dimana mana dan muncul tiba-tiba. Sekalipun di toilet. Nafisah masih teringat kejadian tadi malam. Lalu ntah kenapa air mata keluar begitu saja di pipi nya.

Perlahan, Daniel melepaskan tangannya yang membekap mulut Nafisah. Ia langsung menghapus air mata di pipi wanita itu. Nafisah terlihat enggan, berdekatan dengan pria ini justru malah menambah dosa baginya.

"Aku mengkhawatirkanmu, Nafisah. Begitu aku tahu kamu pergi dariku, aku ketakutan. Aku pikir aku sudah kehilanganmu setelah mengetahui kabar kecelakaan pesawat. Usahaku kemari tidak sia-sia begitu aku melihatmu tidak jadi naik pesawat itu. "

Tanpa di duga Daniel mencium keningnya. Seberani itu yang di lakukan Daniel padanya. Kenapa Daniel begitu sesuka hati menyentuhnya? Apakah dia memang seperti itu sama wanita lain?

"Aku hanya lengah beberapa jam setelah kejadian tadi malam, tapi kenyataan yang aku dapat kamu hampir saja dalam keadaan bahaya.

"Apapun yang terjadi padaku, itu bukan urusanmu!"

"Nafisah-"

"Apa yang kamu perbuat padaku. Justru hanya menambah dosa buatku. 5 tahun aku menata hati, 5 tahun aku menjaga batasan, tapi kenapa kamu malah merusaknya?"

Daniel sadar, ketika berhadapan dengan Nafisah, wanita itu selalu enggan menatapnya dan memalingkan wajahnya ke samping. Dengan perlahan, Daniel menyentuh dagu wanita itu.

"Lihat aku, "

"Tidak akan.."

"Jangan keras kepala Nafisah. Atau aku akan-"

Dengan cepat Nafisah menatap Daniel. Lelah dengan semua ancamannya.

DEG!

Secepat itu jantung Nafisah berdebar. Wajah Daniel yang tampan memang membuat siapapun terpesona. Namun sekarang bukanlah saatnya yang tepat memikirkannya. Ia yakin apa yang ia rasakan barusan adalah kekagumannya sebagai wanita yang normal pada umumnya ketika melihat pria tampan rupawan.

"Kamu milikku Nafisah. Siapapun tidak boleh menyakitimu. Termasuk diriku."

"Kamu bukan siapa siapaku. Kamu tidak punya hak.."

"Dan aku membencimu!"

"Aku benci pria pembohong! Mengaku cinta, tapi di belakang memiliki wanita lain. Aku benci pria pengkhianatan bahkan aku benci pria seperti dirimu yang seenaknya menyentuh diriku!"

"Nafisah-"

"Aku bukan wanita murahan! Aku ingin menjalani hidup dalam kedamaian tanpa persoalan cinta dan pria."

"Dengarkan aku-"

"Sekali lagi kamu menyentuhku. Aku tidak akan segan-segan untuk lenyap dari kehidupan ini!"

"Kamu-"

"Aku hidup untuk beramal ibadah. Bukan menambah dosa karena bersentuhan sama yang bukan mahram!"

Dalam sekali hentak, Nafisah mendorong tubuh Daniel. Ia langsung mengambil kesempatan untuk pergi dari sana dalam keadaan menangis. Sudah ia katakan, hatinya telah tertutup lama untuk cinta. Tembok yang ia bangun tidaklah mudah. Tidak ada pria manapun lagi yang boleh membuka hatinya apalagi menyakitinya.

"Oke, kalau itu maumu. Aku tidak akan menyentuhmu.. " ucap Daniel pelan setelah wanita itu pergi.

"Ketakutanku adalah benar-benar tidak bisa melihatmu lagi.."

****

Nafisah.. Dan rasa frustasinya??
Daniel.. Dan rasa ketakutannya juga ??

Makasih sudah baca..
Sehat selalu ya ??

Jgn lupa beri vote dan komentarnya??

With, Love Lia

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience