chapter 25

Romance Series 25496

Zulfa mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Begitu ia menerima chat berisikan sherlock yang berasal dari Nafisah, buru-buru Zulfa langsung menuju lokasi.

Sepanjang jalan, Zulfa mulai berpikir. Ada apa dengan wanita itu? Tumben sekali kenapa dia tidak membawa motornya? Tidak membutuhkan waktu yang lama, Zulfa menepi di pinggir jalan. Tepat sesuai titik lokasi. Zulfa keluar dari mobilnya, menengok kanan kiri mencari sosok Nafisah. Ia pun segera menghubunginya

"Zulfa.."

Zulfa menoleh ke belakang. Ia menganga lebar. Tidak jadi menghubungi Nafisah dan langsung kembali menyimpan ponselnya. Zulfa juga tidak percaya dengan apa yang ia lihat.

Seorang Nafisah yang biasanya terlihat rapi, feminim, tiba-tiba berubah menjadi seperti orang yang tidak waras? Astaga yang benar saja!

Nafisah hanya memakai piyama putih, potongan kain yang berantakan dan tidak rapi untuk di bentuk menjadi jilbab segi empat serta kaus kaki hitam yang terlihat kebesaran di kakinya. Sepertinya bukan kaus kaki untuk perempuan.

"Ya Allah, Allahuakbar! Nafisah, serius ini kamu? Astaga, ya Allah....!!!!"

Sudah Nafisah duga. Zulfa pasti akan bereaksi seperti ini. Ia menghela napas kasar. "Cepat, kita harus segera pergi dari sini!"

"Iya, tapi-" Ucapan Zulfa terpotong. Ia terkejut dan masih tidak percaya. Zulfa menghentak kasar salah satu kakinya di atas trotoar. "Yaudah Oke. Kita masuk mobil dulu. "

Mobil sudah berjalan dengan kecepatan sedang. Sesekali Zulfa melirik ke samping, memperhatikan Nafisah yang menatap ke kaca jendela yang ada di sampingnya. Tatapan temannya itu terlihat sendu.

"Naf.. " panggil Zulfa sembari fokus menatap jalanan di depannya.

"Hm.. "

"Aku yakin kamu lagi nggak baik-baik, aja. Tapi, bisa jelasin nggak? Kenapa tiba-tiba kamu terlihat begini? Kayak bukan kamu loh, Naf."

"Memangnya aku terlihat seperti apa?"

"Kayak orang.. " ucapan Zulfa menggantung. Sedikit ragu untuk mengatakannya. Khawatir bila Nafisah tersinggung.

"Orang gila? Kurang waras?" sela Nafisah akhirnya.

Jangankan Zulfa, Nafisah sendiri saat ini merasa kurang waras. Bisa-bisanya ia selemah itu ketika di hadapan Daniel. Sepertinya setelah ini ia harus meruqiyah diri agar iman nya tidak lemah terhadap setan berwujud manusia tampan macam Daniel.

Akhirnya Zulfa memaksakan senyumnya. "Em, macam begitu lah. Kurang waras. Pasti karena Daniel, kan?"

Nafisah memejamkan matanya. Sebuah genggaman hangat menyentuh tangannya. Nafisah menoleh ke samping.

"Pasti berat bagimu, Naf. Tapi jangan pernah sungkan kalau mau cerita apapun sama aku. Aku akan menunggu sampai kamu siap."

"Terima kasih.. " Nafisah membalas dengan mengelus pelan punggung tangan Zulfa. Lalu akhirnya Zulfa kembali memegang kemudi setirnya.

Perjalanan mereka kali ini adalah keluar kota. Nafisah memutuskan ikut dengan Zulfa untuk menghindari segala permasalahan yang ada. Sebelumnya, Nafisah sudah menghubungi Zulfa dan mengatakan kalau ia bersedia ikut bersamanya. Lagian, tidak mungkin juga ia pulang ke rumah Pak De dan Bude nya dalam keadaan penampilan seperti ini. Apalagi kalau Hanif sampai tahu.

"Aku di perkosa sama dia, Zul.. "

CCCCCCIIIIIIIITTTTTTTT!!!!!

Suara decitan ban mobil terdengar. Zulfa mengerem secara mendadak dengan tatapannya yang syok. Dengan cepat ia langsung menoleh ke arah Nafisah. Kali ini Zulfa benar-benar terkejut, ingin marah, bahkan rasanya ingin memukuli Daniel saat ini juga

"Naf, jangan bercanda."

"Aku serius.. " Air mata tak mampu Nafisah bendung. "Aku di paksa walaupun dia tidak melakukan kekerasan dan ancaman. Dia selalu menganggapku kalau aku adalah istrinya. Karena itu, dia bisa seenaknya melakukan apapun padaku."

"Ya Allah, Nafisah.." Zulfa menatap sedih ke arah Nafisah. "Kok dia begitu sih? Seenaknya apa-apain kamu? Lagian kalau memang Daniel itu suami kamu, pasti ada omongan dulu kan, dari keluarga kamu. Terutama Papamu. Apakah Papamu ada bilang mau nikahin kamu?"

"Nggak. Sama sekali nggak.."

"Lalu? Kamu diam aja, begitu?"

"Aku sudah melaporkan hal ini pada pihak berwajib. Mungkin sekarang mereka mulai memproses penangkapan Daniel."

Zulfa mulai berpikir jernih. Sebenarnya dia was was dan cemas. "Oke, oke, begini. Kamu yakin ikut aku keluar kota? Perjalanan kita kesana kurang lebih 30 menit. Di sana ada acara keluargaku di hotel. Resepsi pernikahan."

"Aku yakin."

"Serius Naf?"

Nafisah memutar bola matanya dengan jengah. "Ya ampun ini anak. Aku serius. Kalau nggak, ngapain aku kabur?!"

Perlahan, raut wajah Zulfa yang tadinya menegang akhirnya tertawa pelan. "Okelah kalau begitu. Tapi tidak dengan outfit mu yang begini kan?" Zulfa terbahak keras. "Jilbabmu bagus juga. Boleh dong kerja samanya buat aku jual ulang lagi?" goda Zulfa akhirnya.

Nafisah menyentil kepala Zulfa. "Teman lagi kena musibah dianya malah begini. Ini seprei si brengsek itu yang aku gunting asal. Nggak mungkin kan, aku kabur tanpa memakai jilbab?"

"Lah jilbab kamu, baju kamu kemana? Terus, kamu bisa kabur gimana ceritanya?"

"Dia membuangnya tanpa seizinku. Setelah itu dia mengusirku."

"Bejat banget sih jadi laki! Habis di pakai langsung buang gitu aja. Kamu sudah kayak macam sampah aja, Naf. Nih maaf ya, aku ngomong gini. Jangan tersinggung. Predator macam dia emang pantas masuk penjara biar nggak banyak makan korban lagi!"

"Tapi aku terpikir satu hal deh, Naf." tambah Zulfa lagi.

"Apa?"

"Kenapa kamu nggak minta Hanif nikahin kamu? Supaya dia bisa-"

"Kalau berharap minta perlindungan sama dia, sebaiknya tidak. Aku tidak akan menikah dengan siapapun." potong Nafisah cepat. "Apalagi dengan alasan supaya ada yang lindungin aku. Aku nggak butuh di kasihani dengan sosok pria manapun, apapun modelnya."

"Ah masaaaaa... " goda Zulfa lagi. "Sombong banget sih, janda satu ini." Zulfa tertawa geli. "Hati-hati loh, laki macam Daniel itu bukan laki-laki biasa. Dia terlihat misterius dan menantang. Ya walaupun sifatnya bejat. Aku yakin, walaupun besok atau kapan dia tertangkap sama polisi. Dramamu sama dia akan terus berlanjut."

"Nggak akan. Aku pastikan itu.."

"Tapi, Naf. Aku merasa, Hanif itu suka sama kamu." sambung zulfa lagi. Mereka sudah lama berteman dan rasanya sudah seakrab itu hingga sekarang.

"Sebagai adik sepupu."

"Nggak, " Zulfa menggeleng. "Aku yakin enggak. Ini serius. Dia suka sama kamu, Naf. Kamu nyadar nggak sih? dari cara dia menatap kamu itu kayak bukan tatapan biasa. Kelihatan kok, dia itu sebenarnya ada rasa sama kamu. Tapi ya, mungkin aja agak bingung apalagi status kalian sejak awal hanya sepupu dan dia anggap kamu adiknya.."

"Terus kamu nggak cemburu?"

Zulfa terkejut. Ia langsung salah tingkah. Tertawa hambar seperti di paksa. "Dih, apa'an! Siapa juga yang suka sama dia apalagi cemburu? Lagian Hanif itu cuma rekan kerja. Dia kurir, aku online shop nya."

Nafisah tersenyum sinis. Tahu betul kalau Zulfa terlalu beralasan. Berbeda dengan Zulfa sendiri yang mulai menetralkan degup jantung dan mulai mengatur napasnya agar teratur. Wajahnya terlihat jelas kalau ia sedikit gugup.

Nafisah sudah tidak perduli lagi dengan hal hal yang menyangkut tentang Daniel atau siapapun. Tanpa diduga Nafisah memutar posisi, ia mengambil sesuatu dari dalam tas Zulfa yang ada di kursi belakang.

"Ini paketmu yang baru datang?" tanya Nafisah.

"Hm, barusan aku ambil dari gudang ekspedisi. Nunggu Hanif antar ke rumah yang ada setahun. Lama banget. Keburu pembeli aku batalin orderannya."

"Aku beli 1. Model ini. Nanti aku transfer."

"Yang kemarin belum ditransfer loh, neng. "

"Iye, bawel amat." Nafisah tertawa pelan. "Tapi kita singgah dulu ke kamar mandi umum bisa? Aku mau mandi."

"Jangan deh. " sela Zulfa tidak setuju. Sepertinya pemandian umum tidak cocok buat kondisi Nafisah saat ini. "Lebih baik kita cari penginapan yang murah. Dan kamu bisa mandi di sana sekalian sholat ashar. Aku ada bawa perlengkapan mandi, kamu bisa memakainya."

"Kenapa bawa perlengkapan mandi?"

"Rencana aku akan menginap di rumah keluargaku. Tapi karena kamu ikut, aku pikir lebih baik kita ke penginapan. Yakin nih, masih mau ikut?"

"Ya Allah, Zulfa... " Nafisah menatap Zulfa dengan kesal.

"Iya deh, iya.." kekeh Zulfa geli.

"Ah sebentar. Bisa kita menepi?"

"Lah, ngapain?"

"Ikutin aja apa yang aku bilang."

Zulfa menurut. Ia menepi ke pinggir jalan. Tepatnya di sebuah jembatan pinggir sungai. Nafisah keluar dari mobil Zulfa. Ia mengeluarkan ponselnya. Lalu mengirim pesan voice  ke whatsapp Bude nya.

"Assalamu'alaikum, Bude.. Em Bude, Nafisah izin mau keluar kota sama Zulfa, ya. Kami akan menginap. Bude dan Pak De nggak perlu khawatir. Secepatnya Nafisah akan pulang. Insya Allah kami aman. Titip salam dengan Mas Hanif, Assalamu'alaikum.. "

Tak lupa Nafisah memfoto Zulfa yang sedang berdiri di samping mobilnya. Zulfa terlihat tidak menyadari kalau Nafisah mengambil gambar dirinya. Semua yang Nafisah lakukan sebagai bukti kalau ia benar-benar pergi bersama Zulfa. Setelah pesan terkirim dengan benar, Nafisah mematikan ponselnya. Mengeluarkan SIM card nya lalu mematahkannya begitu saja.

Nafisah curiga, dengan posisi Daniel yang suka muncul tiba-tiba dan membuntuti nya, ia yakin ponselnya pasti pernah di sadap atau di retas olehnya. Tak hanya itu, Zulfa sampai melongo tak percaya ketika Nafisah membuang ponselnya begitu saja ke sungai.

"Ayo kita harus pergi dari sini.. " ajak Nafisah dengan ekspresi datarnya.

****

Pasti kalian pada heran, ini Daniel emang beneran udh nikah atau belum? Wkwkw ikutin aja ya alurnya. Enjoy??

Makasih sudah baca. Jangan lupa utk di Vote ya ??

With, Love Lia

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience