chapter 23

Romance Series 25496

Nafisah tidak menyangka semua berlalu begitu cepat. Berandai-andai memang tidak boleh. Apalagi kalau sudah jalan takdirnya. Tapi, seandainya ia tidak kerumah Sofia hari ini? Apakah semua itu tidak terjadi?

Hari ini adalah hari terburuk dalam hidupnya setelah melewati waktu bertahun-tahun yang lalu. Dulu, waktu usia 17 tahun, Nafisah di jebak oleh temannya sendiri lalu di jual kepada pria hidung belang. Kehormatan pun hilang.

Dan sekarang, pria yang baru saja bertemu dengannya dengan insiden jus tumpah di laptopnya 2 bulan yang lalu, kini telah berani menyentuhnya secara keseluruhan.

"Ini chargernya.." lirih Nafisah lemah.

Sofia terlihat heran melihat Nafisah. "Maaf Nafisah aku ketiduran. Sepertinya obat yang aku minum tadi membuatku mengantuk. Kamu kenapa? Apakah semuanya baik?"

Nafisah tak menjawab. Sebaiknya ia harus segera pulang sebelum Daniel bangun dari tidurnya. Sebentar lagi Sore hari akan tiba.

"Aku melihat kunci mobil Daniel di atas meja ruang tamu. Apakah dia di sini?"

Nafisah memilih diam. Tidak juga mengiyakan. Apa yang terjadi 30 menit yang lalu adalah hal yang paling hina, hal yang terulang lagi dalam hidupnya. Untuk menjawab ucapan Sofia saat ini rasanya tidak mampu. Ia masih syok dengan apa yang sudah terjadi. Sofia sadar, sesuatu terjadi pada Nafisah.

"Oke, tidak masalah. Terima kasih sudah mengambilkan charger laptopku. Sekarang aku akan mencharger laptopnya. Sebaiknya kamu pulang dan istirahat Nafisah, wajahmu terlihat pucat dan lelah. Kita tunda dulu sementara membahas revisian naskah kamu.. "

Nafisah mengangguk. "Permisi.."

Setelah Nafisah pergi. Sofia tersenyum sinis. Namun sebenarnya ia juga tak perduli. Sofia menggelengkan kepalanya. Singkatnya, Daniel telah memberi tahu semuanya pada Sofia walaupun tidak semua. Termasuk kenapa pria itu kini telah berpindah keyakinan. Sofia sudah tahu itu.

"Ck, sepertinya dia juga habis di charger sama si brengsek Adelard."

****

Tidak perduli ketika saat ini jika ada orang-orang yang menganggapnya sedang tidak baik-baik saja. Ya, Nafisah memang tidak sedang baik. Moodnya hancur. Perasaannya terluka. Hatinya tersayat. Semua terlalu cepat. Semua terlalu mendadak. Bahkan tanpa di inginkan.

"Ya Allah, hamba hina. Hamba adalah wanita yang penuh dosa.."

Air mata tak mampu di bendung. Nafisah membiarkan air matanya lolos begitu saja. Telapak tangannya dingin dan sedikit bergetar. Bergetar karena masih ketakutan.

"Ya Allah, maafkan hamba. Maafkan hamba yang tidak menjaga harga diri. Ya Allah, mata ini sudah berdosa. Mata ini sudah melihat yang seharusnya tidak di lihat dalam paksaannya, rayuannya.."

"Ya Allah, apa yang sudah terjadi hari ini, apakah hamba masih bisa berdiri dengan tegar seolah-olah tidak terjadi apapun?"

Sekalipun Daniel tidak berlaku kasar padanya. Layaknya seorang pangeran yang menyayangi permaisurinya, namun tetap saja semua itu bukanlah kemauan dan keinginannya.

Cuaca mendung. Perlahan rintik hujan mulai turun. Nafisah membiarkan dirinya terguyur hujan. Menghapus semua jejak Daniel pada seluruh tubuhnya. Dengan perlahan Nafisah meluruh, menangis. Menumpahkan rasa sakit hatinya. Melampiaskan pada berisiknya hujan dengan menangis kencang..

"Ya Allah, hamba sudah kotor. Hamba adalah wanita hina yang telah di zinahi pria lain.."

****

Hanif memasuki sebuah kantor polisi sembari membawa packing orderan yang beralamat di kantor tersebut. Saling fokusnya menatap nama penerima, Hanif pun memilih ambil jalan ke sebuah belokan ketika tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

"Astaga, maafkan aku-" Hanif terbelalak. "Nafisah?"

Nafisah juga sama terkejutnya. Dengan cepat ia langsung berdiri dan pergi. Tapi Hanif mempercepat langkahnya. Ia menghadang wanita itu.

"Apa yang membuatmu kemari? Membuat laporan? Atau... "

Nafisah tidak tahu harus berkata apa. Jika ia mengatakan semuanya, apakah kondisinya akan kembali seperti semula? Tidak. Itu tidak akan kembali. Air mata mengalir di pipi Nafisah. Hanif memajukan langkahnya hingga keduanya berdiri saling berhadapan.

Hanif benci dirinya. Selemah itu ia didepan Nafisah. Ntah rasa apa yang ia alami saat ini, tapi semua itu menunjukan rasa sakitnya yang ingin marah pada diri sendiri.

Kenapa? Kenapa dia kembali terluka dan terjatuh?

Siapapun yang kembali menyakiti adik sepupunya itu, Hanif sanggup melakukan apapun untuk memberinya pelajaran!

"Nafisah.. " lirih Hanif pelan. "Apakah dia lagi?"

Nafisah tak menjawab. Sedangkan Hanif mengepalkan tangannya di balik saku hoddie yang ia pakai. Ia benci, Sangat...

Hanif benci kenapa ia dan Nafisah hanya berstatus sepupu? Kenapa bukan jadi Kakak kandung atau mungkin, seorang suami agar leluasa bisa memberi ketenangan pada wanita itu?

Ntah hanya sebuah pelukan atau mungkin ia juga bisa menghapus air mata di pipi manisnya sambil berkata 'ada aku disini buat kamu, jangan sedih'

Tapi Hanif sadar, ini semua adalah takdir. Ia dan Nafisah, hanya sebatas Sepupu.

"Nafisah, please.. "

"Aku, aku.. " Nafisah memaksakan senyumnya. "Aku tidak apa-apa. "

Lalu Nafisah pergi dalam diam. Hanif menatap kerapuhan Nafisah yang benar-benar sudah jatuh. Hanif ingin mengejar, namun langkahnya terasa berat, tertahan, dan tidak bisa berbuat apapun selain hatinya yang ikutan sesak. Hanif memegang dadanya.

"Kenapa sakit sekali rasanya?"

Kamu menyukainya.. Kamu mulai jatuh cinta padanya..

Perlahan, Hanif mulai sadar. Hatinya berbisik seperti itu. Hanif menggeleng kuat.

"Nggak, itu tidak akan terjadi. Jangan sampai.. "

****

Setelah Nafisah menjauh dan pergi dari sana. Nafisah memutuskan untuk pulang ke rumah. Tiba-tiba sebuah mobil menepi di sebelahnya. Nafisah terdiam sesaat, begitu tahu siapa pemiliknya. Nafisah langsung lari secepatnya.

"Tidak.. Tidak.. Jangan lagi.."

Nafisah panik. Ia berlari tak tentu arah. Tidak tahu tujuannya harus kemana. Dengan cepat Nafisah melihat jalan sempit di ujung jalan yang di kanan kirinya ada bangunan  ruko.

Tak mau pikir panjang, Nafisah langsung kesana. Berkali-kali Nafisah tersandung, mengabaikan flatshoes nya yang terlepas hingga menyisakan kaus kaki senada warna kulit yang ia pakai. Nafisah meninggalkan flatshoesnya, keamanannya lebih penting daripada Flatshoes itu.

Tapi keuntungan tidak berpihak pada Nafisah. Ia langsung menghentikan langkahnya begitu berdiri di depan jalan sempit tersebut. Kedua matanya menatap dua orang pria berbadan besar berpakaian serba hitam sedang berdiri sambil bersedekap. Mereka, sedang menatapnya di ujung jalan.

Nafisah menggeleng pelan. Ia memundurkan langkahnya dan kembali terkejut. Punggungnya menabrak dada bidang yang keras. Sesuatu membisik di telinganya dengan nada rendah dan serak.

"Aku sudah bilang, jangan seperti anak kecil yang suka berlari. Terlalu jauh untuk main kejar-kejaran. Ternyata, tenagamu kuat juga untuk berlari. Apakah kejadian 30 menit yang lalu tidak membuatmu lelah, sayang?"

Tanpa permisi Daniel melingkarkan lengannya pada leher Nafisah. Dan lagi, Daniel memejamkan matanya, begitu damai dan tentram rasanya menghirup aroma wangi tubuh Nafisah.

Air mata kembali menetes di pipi Nafisah, lelah dengan semua ini yang tidak berkesudahan. Daniel, pria itu seperti telah mengikatnya hingga membuatnya tidak bisa lari kemanapun.

Lalu Daniel memutar tubuh Nafisah, tanpa ragu Daniel merubah posisi berlutut, mengangkat salah satu kaki Nafisah yang ia letakkan di atas pahanya. Tanpa ragu ia memasangkan kembali flatshoes wanita itu.

"Cinderella telah meninggalkan sepatunya setelah berlari." Daniel mendongakkan wajahnya menatap Nafisah. "Ukuran yang pas."

Daniel berdiri, menghapus air mata di pipi Nafisah. Menatapnya penuh cinta.. "Kamu sudah menemukan pangeranmu... "

"You're mine, babygirl.."

Pandangan Nafisah mulai mengabur. Sungguh, ia begitu tersiksa. Kata-kata Daniel seperti menusuk di hatinya. Sulit, menerima ucapan manis jika ia memang tidak mencintai siapapun. Saking sakitnya, Nafisah tak mampu lagi menopang dirinya dan semua menjadi gelap.

Nafisah pingsan dalam pelukan Daniel..

Daniel tersenyum geli. Seperti merasa tidak ada beban sama sekali. Ia sadar, Nafisah membenci dirinya. Semua ucapannya mungkin bagaikan sampah tak berguna yang seharusnya di buang.

Tapi Daniel tak perduli. Ia sadar ia begitu egois telah memaksa Nafisah untuknya. Cinta memang benar-benar membuatnya buta. Daniel mencium kening Nafisah dan kembali berbisik tepat didepan wajahnya.

"Aku begini karenamu Nafisah. Siapa suruh menjadi wanita idaman hingga membuatku jatuh cinta padamu? Istirahatlah dalam pelukkan ku.."

****

Dimana aja Nafisah berlari, Daniel langsung gercep ??

Oh iya, bagi kalian pembaca baru disini. Kalau mau baca cerita Nafisah sebelumnya dan masalalunya, bisa baca ke cerita Jodoh Dari Lauhul Mahfudz ya.

?

Terimakasih sudah baca, jgn lupa di vote ??

Instagram : lia_rezaa_vahlefii

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience