KISAH ANGIN SEMUSIM #2

Fantasy Series 311

Seperti biasa Nadia pulang kuliah tidak langsung pulang kerumah, dia selalu menghabiskan waktu dengan teman-temannya entah itu nongkrong, jalan-jalan ke mall, nonton atau menghabiskan waktu di kosan Stella atau di apartemen Anggi.

Anggi dan Stella mereka berdua adalah sahabat Nadia. Dianatara mereka bertiga mungkin Nadia adalah gadis yang lugu dan polos karena belum terlalu terkontaminasi dengan hal-hal buruk yang mengarah pada pergaulan bebas meskipun secara style Nadia paling modis dan sexy diantara mereka bertiga dan tak jarang para lelaki ketika memandang Nadia akan berfantasi liar tentang bagaimana hotnya seorang Nadia.

Kalau hanya minum mungkin dia pernah 2 kali melakukannya itupun karena dicekokin Arya yang sekarang berstatus sebagai kekasihnya Nadia. pada saat ke club malam kedua sahabatnya Nadia lalai mengawasinya dimana pada saat itu mereka tengah sibuk dengan pasangan mereka masing-masing waktu itu. Nadia di temani oleh seorang lelaki yang bernama Arya yang dikenalkan Riki kekasihnya Stella, pada saat itu antara Nadia dan Arya belum berpacaran.

Ya kedua sahabatnya memang sangat menyayangi Nadia dan menjaganya meskipun kedua sahabatnya sangat kacau tapi tidak pernah sekalipun mengijinkan Nadia meminum minuman keras, apalagi berhubungan dengan laki-laki yang dianggap Stella dan Anggi kurang baik untuk Nadia. Bagi Anggi dan Stella cukuplah mereka berdua yang kacau jangan sampai Nadia mengikuti jejak mereka.

Dengan langkah mengendap-endap Nadia menaiki tangga melewati ruang keluarga, dia sengaja ingin masuk kamar tanpa mau ketahuan Prasetia papanya sendiri.

Cklek

Nadia membuka pintu dan langsung menguncinya dari dalam, Nadia merebahkan tubuhnya diatas ranjang menarik nafas panjang dan memejamkan matanya untuk sekedar melepaskan rasa lelah  karena sepulang kuliah hari ini dia menghabiskan waktunya dengan kedua sahabatnya untuk sekedar berjalan jalan di mall kemudian nongkrong di caffe.

“Kau sudah pulang...?” Tiba-tiba suara bariton itu menggema di ruangan kamarnya Nadia.

Adnan yang kini bertelanjang dada bertanya kepada Nadia, suaranya seketika mengejutkan Nadia. Nadia menjerit dan terperanjat kemudian berlari ke arah pintu membuka kunci kamar setelahnya dia berlari kebawah menuju papanya yang sedang nonton TV.

“Ada apa Nad_” Tanya Prasetia datar.

“Pah, dikamar Nadia ada cowok. Mungkin dia maling, nadia takut.” Prasetia tersenyum melihat mimik ketakutan Nadia, Prasetia memeluk hangat Nadia.
Sungguh dia merindukan memeluk nadia sehangat ini.

“Pa, Nadia takut kenapa papa malah senyum?” kesal Nadia.

“Nadia, cantiknya papah. Papa kangen pelukan kamu yang seperti ini, papa merasa dibutuhkan saat ini” Seru pak Prasetia.

“Tapi Nadia takut, pa. Di kamar Nadia ada cowok...” Prasetia mencium pucuk kepala Nadia sebelum melepaskan pelukannya, kemudian menatap anaknya dengan mata berkaca kaca.

“Sepertinya baru kemarin sore papa menggendongmu, menidurkanmu dalam pelukan papa. Dan sekarang papa harus mengakui kalau cantiknya papa ternyata sudah menjadi perempuan  dewasa. Nak, kamu jangan takut dia itu suamimu”

Deg

“Maksud papa apa?” Nadia menarik tubuhnya dari pelukan papanya.

“Ya, papa menikahkanmu tadi siang, Karena papa tidak bisa tenang. Papa tidak melihat perubahan kamu yang sering keluyuran hingga pulang larut malam seperti sekarang ini, padahal papa sudah mengutarakan kehawatiran papa. Tapi sepertinya kamu tidak peduli” Jelas Prasetia.

“Papa, gak sayang Nadia..? Papa mau ngancurin masa depan Nadia...? Papa gak adil sama anak sendiri, papa lebih peduli sama Dimas dan Alea ketimbang Nadia anak papa sendiri” emosi Nadia memuncak.

“Justru papa sangat peduli sama kamu, papa gak mau kamu hancur dan menghancurkan hidup papa kelak. Terimalah dia sebagai suami kamu, belajarlah untuk saling memahami kalau kamu masih mengakui papa sebagai papa kamu” tutur Prasetia dengan nada suara yang sedikit tinggi sehingga mengakibatkan airmatanya jatuh karena seumur hidupnya baru kali ini dia berbicara keras terhadap Nadia.

“Gak pah, Nadia gak bisa....! Nadia ga terima_” Ucap Nadia sambil menyeka air matanya
“Ok...., mulai besok kamu gak usah kuliah lagi, semua fasilitas papa tarik, gak ada credit card, gak ada uang kuliah” sambung Prasetia, masih dengan nada tingginya.

“Papa ngancem Nadia? Papa tega ya...?” Nadia merasa tidak terima dengan keputusan papanya.

“Terpaksa papa ambil sikap demi kebaikan kamu, terima dia atau semua fasilitas papa tarik”. Sambil terisak Nadia berlari lagi ke kamarnaya.

Dengan amarah yang menggebu Nadia hendak memarahi lelaki yang ada di kamarnya tadi. Setibanya di kamar Amarahnya Nadia tiba tiba meleleh ketika melihat lelaki yang tadi bertelanjang dada kini sedang bersujud di atas sajadah. Nadia yang hendak marah sekarang hanya mampu menangis bersandar di daun pintu menjatuhkan tubuhnya kelantai di balik pintu kamarnya kemudian memeluk kedua lututnya.
Setelah Adnan mengucap salam dan berdoa dia memutar tubuhnya ke arah di mana Nadia sedang menangis.

“Apakah kau marah padaku?” seketika suara Adnan menghentikan isak tangis nadia yang sekarang mulai menatap Adnan dengan nanar.

“Kau_?”Nadia mengingat ingat wajah lelaki yang ada di hadapannya.

Ternyata apa yang sempat disampaikan papanya 3 hari yang lalu bukanlah tawaran tapi lebih pada perencanaan. Lelaki ini adalah ustad panggilan yang dibayar papanya untuk mengajari kedua adik tirinya ngaji.

“Maaf, Nadia aku tak bisa menolak permohonan papahmu”Ucapnya singkat.

“Papa membayarmu berapa? kalau kau memang kesulitan uang aku bisa membayarmu tanpa kau harus menikahiku...?”Tiba-tiba hati Adnan merasakan sakit seperti sedang di iris-iris, harga dirinya kini telah diukur dengan angka dan nominal uang.

Sungguh uang bukanlah tolak ukur untuknya, karena dia selalu bersyukur dengan apapun yang ia dapatkan. Apa yang dilakukan saat inipun karena ingin menolong pak Prasetia yang sekarang merasa kesulitan mendidik anak semata wayangnya.

“Aku hanya tidak tega melihat papamu, papamu yang memohon, sungguh..., aku_”tiba-tiba lidah Adnan kelu tak mampu memberi alasan banyak.

Mengingat keadaannya yang memang seperti serba kebetulan juga, tawaran papa mertuanya tepat disaat dia membutuhkan  pekerjaan dan uang untuk kelangsungan hidup ibu dan adiknya di kampung sampai dia tak sadar bahwa keputusan yang diambilnya bisa menyakiti dirinya sendiri, dia harus tersakiti karena direndahkan.

“Tidurlah...! jangan menangis terus ! aku minta maaf karena telah menuruti kemauan papamu” dengan mata berkaca dan suara terbata Adnan berusaha membujuk Nadia untuk tidur.

Adnan bangkit dari duduknya melipat sajadah berusaha tidak mempedulikan istrinya yang sedang menangis kemudian dia membaringkan tubuhnya di sofa dekat ranjang dengan masih menggunakan baju koko dan sarungnya.

Nadia bangkit dari duduknya menuju kamar mandi, sebelum ke kamar mandi dia membawa handuk dan piama karena sadar sekarang dia mengisi kamar tersebut tak lagi sendirian tentunya tak bisa lagi ganti baju sembarangan.

Selesai mandi dia membaringkan tubuhnya di ranjang menarik selimut rapat-rapat jantungnya tak berhenti berdegub karena ini merupakan untuk yang pertamakalinya Nadia berada di satu ruangan dengan seorang laki-laki, dimana laki-laki tersebut asing juga untuk Nadia. Sesekali Nadia menengok ke arah laki-laki yang sedang tidur di sofa itu memperhatikannya lalu kembali menangis.

Sementara Adnan begitu terlelap tidur dengan tenang, mungkin dia kecapean karena sudah 2 hari ini dia mulai disibukan dengan urusan pekerjaan.

“Bagaimana aku akan bahagia menjalani hidup, kalau laki-laki yang menikah denganku itu jelas-jelas lelaki culun dan kampungan. Tidak jelas asal-usulnya?” batin Nadia, karena selama ini dia belum pernah melihat laki-laki ini menggunakan pakaian lain selain sarung dan baju koko. Sungguh malam ini dia tak bisa tidur dia menangis sampai pagi tepatnya sampai jam 4 pagi baru dia bisa tidur.

Adnan menggeliatkan tubuhnya ketika suara adzan menggema, dia bangun dan duduk dan meengamati sekeliling ruangan yang masih asing dimatanya, dia mengusap wajahnya kasar setelah mengingat-ingat kembali bahwa dia sekarang sudah menikah dan berada di kamar istrinya yang sama sekali tak menginginkan kehadirannya.

Adnan mengambil air wudlhu, sholat kemudian mengaji. Seperti biasanya hal ini ia lakukan dari semenjak usia 5 tahun, kebiasaan itulah yang diajarkan ibunya sedari kecil. Setelah jam 05:30 Adnan menyudahi bacaannya. Dia bangkit menyimpan Al-Qur’an di nakas, melipat sajadahnya kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri karena akan bersiap berangkat kerja. mengingat dia tidak punya kendaraan pribadi jadi dia harus memperhitungkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi di jalan nanti kemacetan dan sebagainya, untuk itu dia harus berangkat lebih pagi .

Selesai mengenakan pakaian kantornya Adnan sesekali mengamati wajah cantik Istrinya sambil mengenakan kaos kaki dan sepatu, wajah istrinya yang terlihat sendu memeluk guling membuat Adnan  merasa kasihan namun ada rasa sakit juga mengingat apa yang istrinya sampaikan semalam.
Adnan tersenyum kemudian mengusap wajahnya, entah apa yang dipikirkannya sekarang.

“Sepertinya jadi guling lebih enak, gak punya hati tapi di sayang, dipeluk dengan begitu eratnya” batin adnan. Kemudian Adnanpun keluar dari kamarnya.

“Kamu berangkat bareng papa aja, nak...!” tawar pak Pras. Adnan yang baru menuruni tangga tertegun. Dalam hati ia sangat bersukur dan haru memiliki mertua yang lembut seperti pak Prasetia.

“Duduk dulu di sini, kita sarapan dulu!” pintanya. Adnanpun menurutinya.

“Nadia sudah bangun?” Tanya Prasetia.

“Belum pak, mungkin dia tidak tidur semalaman. Dia menangis terus pak...!” seru Adnan.

“Ya sudah biarkan saja dulu, sebenarnya Nadia anak yang manis, dia penurut dan penyayang. Namun semenjak mamanya meninggal semuanya berubah, mungkin dia merasa kesepian dan dia belum bisa menerima istri saya yang sekarang padahal Neni selalu berusaha menunjukkan sisi lembut keibuannya kepada Nadia  sama halnya seperti saya ke Dimas dan Alea. Kami sama sekali tidak ingin membeda bedakan mereka. Sulit memang, karena Nadia selalu berfikir kalau saya sudah menghianati almarhumah mamanya dengan cara saya menikah lagi” tutur pa Pras, mencoba menjelaskan kondisi Nadia, dia berharap anak menantunya bisa memberikan pemahaman kepada Nadia kelak, bahwa rasa sayangnya terhadap Nadia tidak ada yang berubah. Adnan mengangguk faham.

“Kamu bisa bawa mobil, Nak?”Tanya Prasetia.

“Tidak bisa pak” jawab Adnan sambil menggelengkan kepala.

“Jangan panggil lagi Bapak ketika di luar kantor, kamu sekarang anak papa juga, nak Adnan. Motor bisa...? ”

“Bi_Bisa, Pah” Jawab Adnan sedikit ragu

“Ya udah kamu pake saja motor sport punya papa, tapi kamu harus hati-hati bawanya karena itu motor kesayangan papa, jangan sampai lecet!”Sambungnya.

“Tidak usah, pah. Saya bisa naik transportasi umum.” Tolak Adnan.

“Jangan menolak, kalau kamu menganggap bahwa saya orang tua kamu juga !” Adnan mengangguk terpaksa menyetujui permintaan mertuanya.

“Mah, ambilin kunci motor papa dan STNKnya kasihkan ke nak Adnan”Perintah pak Pras kepada istrinya. Bu Neni tersenyum dan mengikuti perintah suaminya, Kemudian menyerahkannya kepada Adnan.

“Ingat jangan sampai lecet...! Begitupun Nadia, dia harta papa paling berharga saya, kamu harus jagain dia jangan sampai kamu menyakitinya” Pesan Prasetia untuk Adnan.

“Nadia Jangan sampai lecet juga ya pah” timpal Neni yang tiba-tiba datang dari arah dapur membawa taperwhere berisikan bekal makan untuk kedua anaknya di sekolah.

“Tentu Nadia juga jangan sampe lecet...!”Prasetia kembali menegaskan sambil mengulum senyum. Sementara Adnan menunduk dan mengangguk antara faham dan tidak faham.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience