KISAH ANGIN SEMUSIM #1

Fantasy Series 311

Nadia adalah seorang gadis manja yang sekarang sudah menjadi mahasiswi di fakultas Ekonomi, usianya saat ini menginjak 21 tahun. Dia tumbuh dari keluarga yang tanpa ada kekurangan sesuatu apapun, kasih sayang dan fasilitas hidup selalu ia dapatkan tanpa harus merengek atau memintanya.

Gadis manja itu sebetulnya gadis baik dan penurut akan tetapi semenjak ibunya meninggal 1 tahun yang lalu kemudian ayahnya menikah lagi dengan Neni seorang singleparent yang memiliki 2 anak, Nadia berubah menjadi anak pendiam, pemberontak dan senang keluyuran menghabiskan waktunya di luar rumah. Sungguh saat ini Pak Prasetia papanya Nadia sangat kesulitan mengontrol segala bentuk prilaku dan aktivitas anaknya yang tak lagi semanis dulu. Pak Pras merindukan Nadia yang ceria, penurut dan manja terhadapnya.

“Nadia, kamu baru pulang nak?” Sapa Prasetia saat melihat kehadiran anaknya yang baru saja akan menaiki tangga. Tanpa menjawab Nadia hanya menoleh kearah suara.

Terlihat jelas kehangatan sebuah keluarga bahagia diruang keluarga dimana Pak Prasetia Ayahnya Nadia, ibu Nani ibu sambungnya Nadia, Dimas dan Alea mereka adalah kedua adik tirinya Nadia dan seorang Ustad seorang guru privat yang sedang mengajari kedua adik tirinya  membaca Al-Qur’an.
Sudah 2 bulan ini menjadi kegiatan rutinitas kedua adik tirinya setiap jam 7 malam akan di ajari mengaji oleh seorang Ustad yang di undang oleh pak Pras.

Setiap mendengar panggilan pak Pras dari ruang keluarga Nadia hanya akan menoleh sebentar saja, menyunggingkan senyuman dinginnya kemudian akan menaiki anak tangga kembali menuju kamarnya yang ada di lantai atas.

“ Nadia, apa tidak sebaiknya kamu bergabung bersama kami, kita belajar baca Al-Qur’an bersama kedua adikmu!” Nadia menghentikan langkahnya kembali, ketika baru 2 tangga yang ia naiki terdengar kembali gema suara papanya.

“ apa papa mulai lupa kalau Nadia adalah anak tunggal papa? adik siapa yang papa maksud?” jawaban yang dingin Penuh penegasan, kemudian Nadia melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan ajakan papanya.

Prasetia hanya menggeleng mendengar apa yang diucapkan Nadia, Sementara Neni ibu sambungnya Nadia tersenyum berusaha menenangkan agar suaminya tidak tersulut emosi.

“ Sudah, Pah…!” Ucap Neni, dengan nada rendahnya sambil mengelus lembut punggung suaminya.

Sebenarnya Neni adalah tipe ibu tiri yang baik, lembut dan hangat hanya saja Nadia belum mau menerima kehadirannya. Mungkin karena merasa cemburu dan berfikir papanya telah menghianati ibunya setelah ibunya meninggal dunia, untungnya bu  Neni memaklumi akan hal itu.

Satu jam sudah berlalu Adnan sang Ustatad mengajari Dimas dan Alea membaca Al-Qur’a, dengan di damping oleh Neni dan Prasetia,  Merekapun beranjak meninggalkan ruang keluarga menuju meja makan untuk makan malam.

“Jangan dulu pulang nak Adnan, kita sama-sama makan malam dulu!” Ajak Pak Pras kepada Adnan
“Tidak usah pak, saya su_” belum selesai memberi penjelasan Prasetia memotong adnan yang sedang bicara.

“Jangan menolak rejeki nak Adnan, Pamali” Jelasnya. Mau tidak mau Adnanpun menuruti permintaan Pak Prasetia.

“Nak, tolong panggilkan kakakmu Nadia…!” Titah Neni kepada Dimas anak pertamanya yang sekarang baru menginjak usia 17 tahun yang sekarang masih duduk di bangku SMA. Dan tanpa membantah Dimaspun beranjak dari duduknya berjalan menaiki tangga menuju kamar Nadia.

Tok tok tok

“Ka Nadia, dipanggil papa, mama untuk makan malem!” Panggilan Dimas terdengar di balik pintu kamar Nadia.

“Hemmm… bilangin gw ga laper…!”

“Tapi, kak Nad_” Belum selesai Dimas bicara nadia membuka pintu dengan tatapan dinginnya menatap Dimas.

Dimas yang ditatap Nadia bukannya pergi malah bengong melihat sosok yang ada di hadapannya dengan rambut yang masih basah, hotpan yang hanya menutupi setengah pahanya dan kaos putih ketat tanpa bra dimana terlihat jelas tercetak 2 putting yang terexplor, meskipun Dimas masih berusia 17 tahun tentunya sebagai remaja normal hal tersebut akan mengundang desir bagi tubuhnya dan tentunya akan kurang baik untuk kesehatan jantungnya.

Melihat Dimas yang terhipnotis dengan penampilannya, Nadiapun cukup menyadarinya apa yang membuat Dimas demikian. munculah ide gilanya sedikit menggoda Dimas dengan Gerakan sensual. Nadia menggigit bibir bawahnya dengan mata yang dibuat sayu kemudian meraba dada kirinya dengan tangannya sendiri.

Dimas yang terkesima tiba-tiba terkagetkan dengan suara teriakan mamanya dan tanpa mengucapkan apa-apa lagi kepada Nadia, Dimas langsung melengos pergi meninggalkan Nadia. Sementara Nadia menutup pintu dan tergelak menertawakan tingkah Dimas dengan muka pucatnya, entah sejak kapan Nadia menjadi seliar ini.

“Ka Nadia gak laper katanya, mah.” Ucap Dimas sesampainya di lantai bawah dengan nafas ngosngosan, entah karena cape menuruni tangga atau ada hal lain pastinya mamanya Dimas tidak akan tahu apa yang sudah terjadi hanya Nadia, Dimas dan pembaca yang tahu.

“Ya sudah…kita makan saja, pimpin do’anya, nak Adnan ” Prasetia meminta Adnan untuk memimpin do’a sebelum melaksanakan ritual makan mereka.

Selama mereka makan Prasetio tidak melepaskan pandangannya memperhatikan Adnan dengan sesekali mengajaknya mengobrol mempertanyakan hal hal seputar pendidikan Agama. Dan sempat terbesit dalam benak prasetio untuk menjadikan Adnan sebagai menantunya tentunya untuk di jadikan suami Nadia karena karena Alea jelas tidak mungkin mengingat usia Alea baru menginjak 9 tahun.

“Nak Adnan, jangan dulu pulang saya masih betah ngobrol dengan nak Adnan” pinta pak prasetia setelah selesai makan malam.

“Baik pa” Jawabnya singkat.

“Sekarang Dimas sama Alea, bantuin mama beresin meja makan setelah itu kalian belajar...!” Seru pak pras pada kedua anaknya, yang disambut dengan anggukan dan senyuman manis Dimas dan Alea.

“tunggu saja saya di ruang tamu, nak Adnan...!” perintah pak prasetio di jawab Adnan dengan anggukan kecil.

“Ma, Bikinin papa kopi dan bikinin juga buat Nak Adnan” Bu Neni langsung menuruti apa yang menjadi permintaan suaminya. Diikuti langkah suaminya menuju dapur.

“Papa ngapain ngikutin mama? Katanya mau ngobrol dengan nak Adnan?” Tanya Bu Nani

“Papa, boleh minta pendapat mama?” tanya pak Pras ragu.

“tentang apa?” tanya bu Neni penasaran.

“Papa harus menyelamatkan anak papa ma, bukan berarti papa gak nganggep Dimas dan alea anak papa sendiri. Tapi sepertinya Dimas dan alea tidak ada yang harus kita hawatirkan, mereka cukup nurut. Saat ini papa terlalu menghawatirkan Nadia, ma...” ucap pa Pras sambil memperhatikan istrinya membuat kopi.

“Mama bukan ga mau bantuin papa, papa tau sendiri Nadia belum mau terima kehadiran mama di rumah ini. Mama Cuma bisa mendukung apapun yang menjadi keputusan papa untuk kebaikan Nadia” Senyum tulus terpancar dari bibir istrinya, seperti sedang menyemangati Prasetia.

“Papa ada niatan menjodohkan Nadia dengan nak Adnan, sepertinya nak Adnan sosok lelaki yang bisa memberikan keteduhan buat Nadia. Papa tahu Nadia marah sama papa menganggap papa tidak setia terhadap almarhumah, makanya papa tidak lagi bisa mendekati Nadia. Jujur selama ini papa hawatir dengan pergaulan Nadia akhir-akhir ini. Nadia  sering keluyuran dan papa pernah mencium bau minuman saat Nadia pulang malam” Terlihat raut muka kesedihan nampak di wajah pak Pras.

“Ya...Sudah papa gak usah sedih gitu, apapun yang menurut papa demi kebaikan Nadia lakukanlah...!” Setelah mendapatkan persetujuan istrinya Prasetiapun beranjak pergi dari dapur menuju Ruang tamu.

“Maaf, menunggu lama, nak Adnan." Ucap pak Prasetia.
“Tidak apa-apa pa” Sahut Adnan dengan senyuman khasnya.

“Nak Adnan, Kalau nak adnan berkenan bolehkah jika saya ingin mengetahui tentang nak Adnan. Sepertinya saya sangat tertarik dengan sosok nak Adnan” Adnan tersenyum mengangguk-angguk kecil dan tanpa berfikir panjang adnanpun mulai bercerita.

Adnan menghela nafas berat namun iapun menceritakan semua tentang dirinya dari mulai asal usul  keluarganya di kampung, latar belakang pendidikan dan sampai akhirnya menjadi guru ngaji di mesjid hingga menjadi guru ngaji Dimas dan Alea.

Pak Pras nampak kagum dengan penuturan Adnan tanpa dibuat buat dan tanpa ada yang ditutup tutupi. Tanpa Adnan sadari kalau dia sedang presentasi dengan calon mertuanya.

“Kalau saya boleh tau, apa yang membuat bapak ingin tau tentang saya?” Timpal Adnan, setelah ia selesai menceritakan kehidupannya.

“Kalau nak Adnan tidak keberatan, saya mau minta tolong...? ” Lirih pa Pras sedikit ragu. Dan Adnan sedikit menelisik serta mengamati apa yang akan diutarakan pak Pras selanjutnya.

“Begini nak Adnan, ini tentang Nadia anak saya satu-satunya, dia harta berharga saya bukan berarti saya mengabaikan kedua anak saya yang lainnya. Nadia adalah anak kandung saya sementara Dimas dan Alea_”Pak Pras menghentikan sejenak ucapannya saat istrinya datang untuk menyuguhkan kopi, kemudian Neni duduk disamping pak Pras yang nampak ragu dan canggung atas kehadiran istrinya.

“Papa gak usah ragu atau canggung karena ada mama disini” Tutur bu Neni sambil mengelus punggung suaminya.

“Ya... Saya adalah ayah sambung Dimas dan Alea, tapi saya tidak pernah membeda-bedakan mereka. Mungkin pemikiran Nadia belum sedewasa usianya, saya sadar saya terlalu memanjakan dia nak Adnan” Adnan masih memperhatikan wajah pak pras masih menelisik penasaran dengan apa yang akan disampaikan pak Pras.

“Nak Adnan, sekiranya nak Adnan bersedia memperistri anak saya tentu saya akan sangat berterimakasih dan bahagia.”Seketika Adnan tersedak karena pak Pras muluncurkan kalimat terakhirnya tepat pada saat Adnan menyesap kopinya.

“Pak Pras becanda kan...?” pertanyaan tidak percaya meluncur dari Adnan.

“Tentu saya tidak akan bercanda untuk kebaikan dan masa depan anak saya sendiri, Nada segalanya buat saya. Saya sangat menghawatirkan Nadia” Wajah Pak Pras Nampak sedih.

“Maaf pak, bukan saya menolak bapak. Seperti yang bapak tahu saya belum punya pekerjaan, apa bapak yakin dengan masa depan Nadia bila saya memperistri anak bapak. Bagaimana saya bisa menafkahi anak bapak?”Jawab Adnan yang meragukan dirinya sendiri.

“Saya masih mampu memberikan fasilitas yang dibutuhkan Nadia, Nak Adnan tidak usah hawatir masalah itu, mengenai pekerjaan nak Adnan tidak usah di fikirkan yang penting nak Adnan bersedia menikahi anak saya, menjaga dan mendidik Nadia dengan baik, setelah menikah nak Adnan ikut saya ke kantor ” Adnan sedikit berfikir.

“ini anugrah atau musibah” batin Adnan dalam hati.

Nadia gadis cantik dan papanya akan memberikan pekerjaan jika ia mau menikahi anaknya, ini merupakan anugrah bagi Adnan. tapi untuk mendididk seorang istri yang memiliki karakter seperti Nadia mungkin disinilah letak  musibahnya karena jelas tidak akan mudah apalagi Adnan tidaklah mengenal Nadia dengan baik.

“Gimana nak Adnan...?” sesaat pak Pras membuyarkan lamunannya. Melihat wajah pak pras yang terlihat seperti berharap membuat Adnan kasihan.

“Ya...” dengan ragu Adnan mengiyakan, namun pak Pras tidak terlalu yakin dengan jawaban Adnan, nampak keraguan di wajah Adnan yang tidak bisa disembunyikan dari pak Pras.

“Nak Adnan, bersedia...?” Terpancar raut bahagia dari wajah Prasetia.

“Saya bersedia, tapi saya tidak yakin” Jawab Adnan ragu.

“Begini saja nak Adnan, Nak Adnan jangan kasih tau dulu keluarga nak Adnan di kampung dan sayapun akan menikahkan kalian secara sirih dulu, yang penting kalian sah dimata agama, Nadia punya kewajiban untuk menuruti semua perintah nak Adnan setelah kalian sudah bisa menerima satu sama lain baru kita resmikan tapi jika apa yang saya harapkan tidak sesuai harapan Nak Adnan boleh meninggalkan Anak saya” Pak Prasetia memberikan penjelasan.
Sementara Adnan mengangguk angguk tanda setuju.

“Ok..., kalau begitu tiga hari lagi kita laksanakan akadnya”Sambung pak Prasetia.

“secepat itu pak..?” Adnan terkejut tak percaya.

“Memangnya saya akan menunggu sampai anak saya rusak dengan pergaulannya di luaran sana, nak Adnan...?”

“Baiklah...” Adnan menyetujui meskipun ada keraguan atas keputusan yang diambilnya, sebagai lelaki dewasa Adnan mencoba memahami perasaan pak Pras yang sangat menghawatirkan putrinya. Mendengar kesediaan Adnan mata pak Pras nampak berbinar.

“Masalah pekerjaan, kamu besok temui saya di kantor!” Prasetia mengeluarkan kartu Nama dari dompet, kemudian dibalas dengan anggukan kecil pertanda Adnan memahami maksud calon mertuanya.

Rupanya pak Pras tidak menunggu sampai Adnan menikah dulu dengan Nadia untuk memberikan Adnan pekerjaan. Setelah kepulangan Adnan, Prasetia menemui Nadia di kamarnya.

Tok tok tok

“Nak, apa kamu sudah tidur...?”Nadia membuka pintu dan nampak wajahnya yang malas ketika menatap papanya.

“Boleh papa masuk,nak...?” Tanya Prasetia pada anaknya.

“Masuk saja, pah...!” Prasetia tersenyum sambil mengelus rambut Nadia penuh sayang sambil mengikuti langkah Nadia.

Nadia kembali diduk di kasur dan melanjutkan kembali aktifitasnya semula berkutat dengan laptop dihadapannya.

“Anak papa lagi sibuk ya...?” Tanya pak Prasetia basa basi.

“Hemmmp...” tanpa jawaban, Nadia mengacuhkan pertanyaan papanya.

“Gak terasa ya, anak papa sudah gadis dan sepertinya sudah melupakan papa. Papah jadi kangen dengan gadis kecil papa yang dulunya sangat manja sama papa. ”Goda Prasetia.

“Bukannya kebalik,pah...? bukannya papa yang ngelupain Nadia gara-gara papa sibuk dengan dunia baru papa tuh” sindir nadia dengan nada ketus.

“Ya..., kamu boleh marah sama papa, asal kamu tau papa sayang dan sangat menghawatirkan kamu, nak” Sahut pak Prasetia.

“hemmmp” Nadia hanya berdehem tanpa jawaban.

“Nak, papa harap kamu mengerti dengan kehawatiran papa. Dan papa tidak mau sesuatu terjadi sama kamu tanpa ada yang jagain kamu, Nak. Maka dari itu papa sudah ambil keputusan untuk menikahkanmu dengan nak Adnan” mata Nadia terbelalak.

“Papa mau menikahkan Nadia...? Dan siapa itu Adnan...?” tampak kesal dan marah Nadia pada papahnya.

“Nadia, papa hawatir sama kamu. Sekarang kamu sangat dingin terhadap papah, kamu juga tertutup dan papa kesulitan untuk mengontrol kamu,  kamu itu harta paling berharga buat papa. Kamu jangan hawatir, Nak Adnan Laki-laki baik, papa yakin dia bisa menjaga kamu membimbing kamu dan membahagiakan kamu kelak.” Bujuk pak Prasetia.

“Nadia gak ngerti pah maksud papa apa? Dan Adnan..., Siapa Adnan?” ucap nadia setengah berteriak nampak nafasnya penuh emosi.

“Adnan itu guru ngajinya Dimas dan Alea, Papa yakin dia akan bisa menjagamu” Jawab pak Pras masih dengan nada sabarnya.

“Papa kalau mau si Kenan jagain Nadia, papa tinggal bayar dia untuk jadi  sopir atau jadi bodyguar Nadia kan pah? Gak harus sampe nikahin Nadia segala? Papah kacau nih...!” Seru Nadia yang tiba-tiba lupa nama laki-laki yang dimaksuk papanya, karena masih tersulut emosi tidak terima.

“Adnan, Nadia. Namanaya Adnan bukan Kenan” Jelas Prasetia.

“ya udah terserah papa, namanya siapa. Yang jelas Nadia gak mau dinikahin...! sama ustad culun lagi”
Gerutu Nadia.

“Ustad juga manusi, Nad_” canda papanya.

“Nadia seriouse pah, Nadia gak mau!” Tegas Nadia.

“Ya udah klo kamu ga mau, papa gak maksa kamu. Tapi kamu yakin gak mau...?” Prass memang tak bisa tegas kepada Nadia akibat terlalu memanjakan anaknya.

“Enggak...,Pah. Nadia Ga mau Nikah, apalagi sama dia” Ucap Nadia.

“Yakin...! kamu gak kan nyesel...?” Canda pak Pras dengan wajah kecewanya.

“Apaan sih papah..., gak jelas banget mau nikahin Nadia sama dia”

“Maksud papah kan baik supaya kamu ada temen, ada yang jagain” Kembali Prasetia membujuk Nadia.

“Temen Nadia banyak, pah...! dandanannya juga gak kampungan kayak gitu pah, papa mau malu-maluin Nadia di depan temen-temen Nadia” pak Prass tampak bingung dan kehilangan akal.

“Kalau papa sewa Adnan buat jadi bodyguard kamu, kamu gak keberatan...?” Nadia memutar bola matanya tampak jengah.

“Ya udahlah terserah papa...”

“Ok..., Nanti papa akan suruh dia untuk jagain kamu, dari mulai kamu selsai ngampus supaya kamu gak kelayapan”. Ucap Prasetia sambil mencium kening anaknya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience