‘’Kalo kamu tahu, kenapa masih bertanya?’’ Kali ini aku berkata ketus dengan nada yang tinggi. Ingin rasanya meluapkan semua rasaku ini.
‘’Dengerin dulu penjelasan aku, Sya. Aku dan Reza nggak pulang bareng. Reza yang duluan pulang, baru setelah itu aku nyusul. Karena kamu lama membuka pintu makanya kamu mengira aku dan dia bareng ke sini.’’
‘’Payung cuman ada satu di toko. Nggak mungkin aku sepayung sama wanita yang bukan istri aku. Udah sejam aku dan Reza nunggu hujan reda, malah hujannya semakin lebat. Nggak mungkin juga nginep di toko. Makanya aku memilih untuk pulang sekalipun dalam keadaan hujan lebat.’’
‘’Aku nggak mau kamu dan anak-anak mengkhawatirkan aku.’’ Aku masih memilih diam.
Entah kenapa hatiku tetap merasa teriris dan cemburu, terbayang olehku suami dan wanita itu pakaiannya basah kuyup berdiri di depan pintu. Hatiku mengatakan kalau mereka punya hubungan yang khusus. Apa aku terlalu berlebihan mengkhawatirkan suamiku? Atau memang terjadi sesuatu padanya? Entahlah. Tapi aku berharap apa yang aku cemaskan tak kan pernah terjadi.
‘’Sya?’’ panggilnya lembut karena aku sejak tadi memilih diam membisu sambil menatap kosong ke arah jendela kamar.
‘’Semoga kekhawatiranku nggak akan terjadi, Mas,’’ lirihku dan tetap memunggunginya.
‘’Apa maksud kamu? Kamu nggak percaya sama suamimu ini?’’ Terdengar suaranya seperti kesal.
‘’Tidurlah, Mas. Besok kamu mau berangkat pagi ke toko.’’
Dengan sengaja kualihkan pembicaraannya. Aku berpura-pura memejamkan mata, namun nyatanya air mataku yang mengalir setetes demi setetes. Entah kenapa aku merasa tak percaya dengan ucapan suami. Apa aku terlalu mengkhawatirkannya?
‘’Ya Allah. Apa aku terlalu berlebihan?’’ Kuseka dengan pelan air mata yang selalu menetes.
‘’Sya? Foto kita…’'
‘’Foto itu tadi jatuh dan pecah. Semoga saja bukan pertanda buruk,’’ potongku dengan suara bergetar.
Rupanya dia masih sadar kalau foto pernikahan kami tak lagi terpampang di dinding. Aku berharap semoga bukan pertanda buruk untuk pernikahanku dengan Mas Nando.
Mataku begitu sulit terpejam, Mas Nando dan Reza yang pulang dalam keadaaan basah kuyup selalu membayang di pelupuk mataku. Aku memijit kepala yang terasa berdenyut, posisiku masih memunggungi suamiku. Aku lebih memilih menghadap pada kedua putraku yang tengah tertidur pulas. Hati makin teriris memandangi kedua putraku yang terlelap.
‘’Bagaimana kalo Mas Nando benaran mengkhianati aku?’’ Aku menggeleng cepat dan berusaha menepis semua prasangka buruk.
‘’Ya, mungkin ini akibat aku yang terlalu suka membaca novel online.’’
***
Suara kumandang azan membangunkanku dari istrihat. Mata begitu perih, mungkin karena begadang semalam. Kupaksakan membuka mata lalu mengusapnya. Ya, baiknya aku berwuduk dulu. Selang beberepa menit kemudian, aku langsung melangkah ke kamar mandi untuk berwuduk. Setelahnya aku langsung kembali ke kamar, segera kupasang mukenah lalu menghamparkan sajadah.
‘’Entah kenapa aku merasa agak lain dengan kamu, Mas,’’ lirihku sambil memandangi Mas Nando yang menggeliat.
Tak ingin berlama-lama menatapnya, aku langsung solat dua raka’at. Sangat lama aku bermunajat pada Sang Pencipta, segera kutadahkan kedua tanganku.
‘’Ya Allah, Engkau yang Maha Tahu segalanya. Engkau mengetahui apa yang tidak aku ketahui dan aku tidak mengetahui apa yang Engkau ketahui. Tolong perlihatkanlah padaku jika memang suamiku mengkhianatiku dan setelah itu bantu aku untuk jadi wanita kuat.’’
Setelah selesai melaksanakan kewajiban dua rakaat, aku membaca al-qur’an sejenak. Kubaca lima ayat dari Al-Qur’an lalu segera menutup kembali kitab suci itu, meletakkan kembali ke tempat yang tinggi.
***
Kubuka kulkas, membuat aku menghela napas berat.
‘’Bahan-bahan masak udah habis. Terpaksa aku ke pasar pagi-pagi.’'
Ya, walaupun aku sedang tak enak hati dan sedang dalam kondisi yang tak baik-baik saja, tetapi tugasku sebagai seorang istri harus aku jalankan. Aku langsung siap-siap hendak pergi ke pasar, tak lupa membersihkan diri terlebih dahulu. Soal membangunkan Akram nanti saja, toh hari masih sepagi ini.
Aku mematut diri di kaca.
‘’Kayaknya wajahku nggak kayak dulu lagi.’’
Sejak aku melahirkan ketiga anak, membuat aku berbeda. Apalagi sejak lahir Syana, kadang membuat aku tak sempat memanjakan tubuhku dengan berhias. Kusambar lipstick, biar menambah auraku. Senyumanku mengembang tatkala melihat bibirku merah merona. Setelah aku merasa cukup dengan penampilanku, aku langsung menyambar dompet yang terletak di lemari. Ah ya, aku baru ingat. Uang minggu ini kan belum diberi sama Mas Nando.
‘’Nggak mungkin aku membangunkannya.’’ Aku menatap suami yang masih terlelap lalu beralih menatap isi dompet yang kupegang.
‘’Ah iya. Aku pakai aja uang tabunganku dulu.’’
Tiada cara lain selain memakai uang tabunganku. Ya, aku memang sengaja menabung dan tak memberi tahu suami, kalau dia tahu pasti dia tak mengizinkanku untuk menabung atau bahkan dia meminjam uang tabunganku nanti dengan alasan untuk menambah barang di toko. Uang itu aku simpan untuk jaga-jaga kalau misalnya aku membutuhkannya untuk keperluan anak-anakku. Kita kan tak tahu bakalan seperti apa ke depannya, ditambah sebentar lagi Adnan putraku akan memasuki sekolah TK.
Jika punya anak, memang mesti harus punya uang pegangan atau uang tabungan. Jadi bisa diambil kapan saja jika kita benar-benar membutuhkan dalam keadaan terdesak. Kupastikan Mas Nando benaran dalam keadaan terlelap, lalu segera mengambil dompet yang terletak di lemari yang berkunci. Untung saja suamiku tak pernah menanyakan kenapa lemari sebelah kiri ini aku kunci. Kubuka dengan pelan, lalu meraih dompet yang terletak di lemari itu. Kuambil tiga lembar uang kertas bewarna merah dan kembali meletakkan ke tenpat semula. Tak lupa kukunci kembali, kuncinya kusembunyikan di tempat yang tak diketahui Mas Nando. Aku langsung melangkah ke luar dari rumah.
‘’Mama Akram? Mau ke pasar juga sepagi ini?’’ Aku mengerjap pelan mendengar suara yang tak asing lagi bagiku.
‘’Eh, Mba? Iya nih. Mba mau ke pasar juga?’’ Tanganku sibuk menutup pagar. Sedangkan wanita itu bergegas menghampiriku.
‘’Iya, Mama Akram. Kan suami saya shift pagi hari ini. Mau bikin sarapan eh bahan-bahannya udah habis semua,’’ katanya sambil tersenyum menampakkan deretan gigi putihnya.
‘’Oh ya? Ya udah. Kalo gitu kita barengan aja,’’ kataku dengan semangat.
‘’Dengan senang hati. Udah lama loh kita nggak ke pasar bareng.’’ Aku tertawa kecil lalu bergegas mempercepat langkah menuju pasar pagi yang tak begitu jauh dari sini. Jadi kami ke sana berjalan kaki, hitung-hitung sebagai maraton biar tubuh hangat dan sehat.
‘’Ngomong-ngomong nih ya Mama Akram, kok saya nggak suka ya sama pembantunya Mama Akram.’’ Membuat keningku mengernyit lalu alisku terangkat.
‘’Ma—maksud Mba, Reza? Ma’af dia itu karyawanku bukan pembantu,’’ sanggahku yang masih mematut wanita yang berjalan beriringan denganku itu.
‘’Iya itu maksud saya.’’
‘’Kalo boleh tahu apa alasan Mba nggak suka sama Reza karyawanku?’’ Aku berkata santai. Wanita yang umurnya di atasku itu seperti tampak berpikir.
‘’Ya nggak suka aja, apalagi dia janda kan? Mama Akram tahu sendirilah yang namanya janda sekarang itu perilakunya amit-amit…’’
‘’Nggak semua janda yang begitu, Mba Asih,’’ potongku cepat.
Terdengar helaan napasnya. ’’Tapi siapa yang jamin kalo si Reza itu wanita baik? Bisa saja dia pura-pura baik kelakuannya di depan Mama Akram. Trus di belakang lain lagi sifatnya. Kan kita nggak tahu. Apalagi awal dia bekerja dengan Mama Akram aku tahu betul bagaimana pakaiannya. Pakaian ketat, kurang bahan, rambut dikasih cat dan gayanya itu nauzubillah banget. Sekarang? Dia tiba-tiba berjilbab? Apa nggak aneh tuh? Mama Akram ngerasa nggak sih?’’
Wanita itu berkata panjang lebar. Aku termangu mendengar ucapannya. Tenggorokankan terasa tercekat. Sejujurnya saja, memang aku meragukan penampilan wanita itu yang berubah drastis tapi di sisi lainnya aku merasa kalau dia memang berniat untuk berubah, setiap orang berniat untuk berubah ke hal yang lebih baik.
‘’Itu terserah Mama Akram aja sih. Mau percaya sama saya atau enggak. Tugas saya cuman mengingatkan aja.’’
‘’Saya aja nih ya, saya nggak mau punya pembantu. Karena apa? Ya karena takut nanti bakalan merusak rumah tangga saya. Walaupun suami saya lelaki setia dan baik. Tapi, sebaik dan sesetia apapun lelaki kalo udah digoda wanita tiap hari bakalan luluh. Lelaki sekarang nggak ada yang beriman kalo udah digoda wanita. Apalagi wanita seksi kayak Reza.’’
Bersambung.
Instagram: n_nikhe
Share this novel