BAB 10

Family Completed 551

Kepada ayahanda tercinta…

Selayang salam kasih ku tabur di hadapanmu

Sembah baktiku tak terperi dalam sujudku

Setiap malam aku berdoa

Agar Dia mau mengabulkan sebuah doa

Doa seorang anak yang terluka batinnya

Dan mungkin akan mati, dalam merana

Ayah, tak mengerti aku apa yang telah menjadi tabiat keduamu selama ibu tiada. Agaknya kau sungguh marah dan murka. Tapi aku manusia. Tak punya maksud berdosa. Bahkan macan pun tak akan memakan anaknya saat lapar menjerat perutnya yang kering setahun berpuasa. Tapi kenapa takdir Tuhan kau anggap petaka. Aku tak tahu apa yang ada di benakmu, Ayahanda.

Kalau engkau marah padaku atas musibah ibunda dan dirimu, aku terima. Tapi apa Ayahanda lupa, Tuhan telah lihai menulis ketetapan ketika dunia belum ada? Apa Ayah lupa sebagai pengampu berwibawa? Bahwa rukun iman keenam cukuplah menjadi jawaban atas sikapku pada Ayahanda sekian lama ini. Maka pada itu, menjerit aku di tengah sahara mencuba mengejarmu Ayahanda. Berharap kau bersedia aku peluk walau hanya sedetik saja. Cukup sedetik Ayahanda. Kiranya itu melepas puluhan tahun kesepianku akan rindu kasihmu.

Tak akan lama ku berucap diatas goresan kertas dan air mata ini. Takut belum selesai kau baca sudah menjadi sampah isi hatiku ini. Maka aku hanya berucap. Tak ada satupun yang mampu memberikanmu bahagia atas apa yang telah kusemaikan sebaik mungkin dihadapanmu. Tapi, jika hati dan cintaku tak kau terima juga. Biarlah aku pergi entah kemana. Mungkin, setelah aku enyah dan itu membuatmu bahagia. Aku akan melakukannya. Baru kusadari kau menangis kala itu, ketika anak-anak yang kau banggakan tak berkenan menjengukmu sebab alasan sibuk. Padahal aku rela kehilangan mata rezeki asal kau lekas sembuh. Apa yang kurang dariku Ayah?

Ayahnda…

Aku sangat mencintaimu. Tak pernah aku mengumpat barang setitik pun pada Tuhan atas sikapmu padaku. Kau tetap ayahku.

Ayahanda…

Demi Allah yang Maha Mulia. Aku iklhas kau anggap tak ada selama ini. Demi Allah yang Maha Pengampun atas dosa makhluk-Nya. Aku akan terus mendoakanmu sampai aku mati, dan mungkin aku sudah mati saat Ayahanda membaca surat ini. Demi Allah yang menyayangi hamba-hamba-Nya di muka bumi, aku ingin kau meridhoi jalanku. Kerana sehebat apapun aku melangkah dimuka bumi. Tuhan akan memurkaiku jika kau murka. Aku mohon Ayah. Maafkan salahku. Maafkan khilafku. Aku sayang padamu. Sepanjang waktu. Kau, tetap ayahku.

Salam kasih dari anak yang rindu senyummu.

Herman anto

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience