Yonji sedang berjalan bersama Andy dikoridor kelas.
Sambil menyeruput minuman yang hampir habis. “Tak seperti biasanya, kau bertengkar dengan Myaren. Apa ada sesuatu yang terjadi?”
“Tak usah banyak tanya, urus saja urusanmu dengan Yua.”
“Aish, mendengar namanya saja membuatku muak. Semua orang benci padanya, tapi kenapa Myaren mau menemaninya? Dasar bodoh.” Ketus Yonji.
“Lebih bodoh lagi dirimu…”
“Mwo?”
Mworago: Apa
“Sebenarnya kau itu masih perduli pada Yua. Tapi, karena kau takut pada mereka. Kau memilih untuk sendiri.”
Yonji mendengus. “Apa aku tak salah dengar? Itu jelas menggambarkan dirimu.”
Andy mengangkat alis, tak mengerti.
“Aku tahu, kau marah padanya karena apa. Dan aku tahu, apa yang menjadi ketakutanmu selama ini.” Lanjut Yonji.
Andy berhenti melangkah. “Lebih baik kau tutup mulutmu, jangan ikut campur urusanku.” Tutur Andy meninggalkan Yonji di koridor lantai satu.
Andy menarik nafas berat. ”Aku tak akan membuat kesalahan…” Ujarnya mantap.
Sampai di koridor lantai 2, menuju kelas. Andy berpapasan dengan Sang Ho yang berjalan disamping Myaren.
Myaren berjalan sambil tersenyum lepas memainkan ponselnya, seakan tak ada masalah yang terjadi hari ini.
Mata Andy menatap tajam kearah Sang Ho yang menyadari keberadaan Andy didepan mereka. Sementara Myaren sedang asyik menertawakan yang dilihat dalam ponselnya.
“Heuuh…” Dengus Andy dengan bibir tersungging kesal, “Yaa! Myaren Phan!” teriaknya membalikkan badan.
Semua orang melihat kearah Andy yang tampak tak berkedip, termasuk Sang Ho dan Myaren pun berbalik melihat Andy.
Wajah Myaren bingung, ternganga polos. “O… Andy kenapa?” bisiknya pada Sang Ho.
Sang Ho melihat Andy yang berjalan menghampiri mereka. “Dia kemari…”
Myaren menoleh disaat bersamaan Andy menarik tangannya dengan kasar.
Myaren terkejut dengan suara terbata-bata. “A..ada apa denganmu?”
Andy menarik lengan untuk membawa Myaren pergi. Tapi, Sang Ho menahan lengan Myaren yang lain.
Andy dan Myaren menoleh.
Sang Ho tersenyum dengan berkata. “Aku tunggu dikelas.”
“Um…” Angguk Myaren.
Andy pun kembali menarik lengan Myaren, turun dari lantai dua yang entah Andy akan membawa Myaren kemana.
Myaren hanya mengikuti dengan pasrah.
Sampailah mereka ditaman sekolah. “Jangan terlalu dekat dengannya.” Tegas Andy, melepas lengan Myaren.
Myaren menatap tak mengerti. “Maksudmu?”
Andy duduk dikursi taman, terdiam memalingkan wajahnya dan alis panjang yang tampak mengerut.
“Maksudmu, jangan dekat dengan Sang Ho?” Lanjut Myaren.
“Siapapun.” Sahut Andy singkat.
Myaren tersenyum. “Ada apa denganmu?”
“Ku bilang jangan dekat dengannya… tapi, terserah padamu. Jika kau memilih dia, silahkan saja.” Kata Andy.
Myaren kembali tersenyum, menyangka bahwa sahabatnya ini sudah tidak marah lagi padanya.
”Um…” terlihat Myaren tengah berpikir.
Andy melirik.
“Apa hal itu akan membuatmu bahagia dengan aku menghindari Sang Ho? Bahkan itu tanpa alasan? Padahal, kau tak seharusnya cemburu seperti itu.” Ujar Myaren, tenang.
“Apa mereka sudah baikan?” Batin Hyungsik yang kebetulan dia sedang mencari tempat sejuk disekitar taman.
“Tak perlu kau merasa tersaingi olehnya… kau tahu sendiri, kita ini sahabat sejak kecil, kenapa kau mesti iri padanya? Kau ini orang yang berarti bagiku, Andy.” Ujar Myaren ketika Hyungsik baring dibawah pohon teduh tepatnya dibelakang Myaren dan Andy.
Andy masih membungkam mulutnya, tetap membisu.
“Jadi, aku rasa kau tak perlu mengkhawatirkan hal itu.” Lanjut Myaren memegang pundak Andy.
Hyungsik memasang earphone dan memejamkan matanya. “Drama apa yang sedang dia perankan hari ini?”
Jam sekolahpun kini berakhir.
“Omo, itu…” Tunjuk Yua di parkiran sekolah. “Itu bukannya Myaren sama andy? Secepat itu, mereka baikan? Aku rasa, mereka memang tidak bisa lama-lama berjauhan.”
Hyungsik hanya lurus berjalan.
“Hari ini, kau mau langsung pulang ke apartemenmu?” Tanya Yua.
“Mm…“ Sahut Hyungsik, malas.
“Ok, baiklah. Kalau perlu bantuan, aku siap membantu.”
“Pintu apartemenku, selalu terbuka untukmu karena IQ kita memang berbeda.”
Yua berhenti. “Apa maksudmu? Kau!” Geram Yua merasa terhina.
Dengan tujuan yang sama dengan Yua dan Hyungsik, menuju halte bus. Yonji dan teman-temannya pun berada dibelakang mereka berdua, cukup berjarak tidak terlalu dekat.
“Yaa, Yonji.”
“Mwo?”
“Kau dengar aku berbicara?”
“Um…”
“Sepertinya, kau tertarik pada Hyungsik.”
“Mwo… kalian ini.”
“Wae? Hyungsik belum punya siapa-siapa. Kau tinggal mendekatinya, berusaha mencuri perhatiannya. Si Nihon itu, biar aku yang urus.”
Yonji menghela nafas. “Aniyo, biarkan saja aku yang tangani. Kau tak perlu ikut campur.”
Aniyo = Tidak
***
Myung Zhu masuk kedalam kamar adiknya dengan membawa dua kaleng minuman. “Bagaimana tadi di sekolah? Apa kau dapat wanita cantik?”
Hyungsik sedang memainkan pensil memandang buku yang terbuka. “Tak ada yang menarik.”
Myung Zhu meletakkan minuman kaleng dimeja belajar Hyungsik kemudian duduk dikasur dengan menghela nafas. “Jadi, kau masih mencari gadis bodoh itu?”
“Aku sudah menemukannya.”
“Jinjja?”
Hyungsik menutup buku. “Tapi… dia tak mengenaliku.”
“Woah… gadis itu benar-benar menyebalkan. Tak ada yang berubah darinya.”
Hyungsik berbaring. “Kebodohannya masih melekat, walau dia sudah meraih prestasi sekolah.”
“Mwo? Prestasi sekolah?”
“Um… aku melihat fotonya diruang guru.”
“Woaah… tak disangka ya, ternyata dia sungguh-sungguh belajar.”
Hyungsik melirik. “Itu karena aku. Kau harus bangga padaku.”
“Aigoo… kau ini memang sama menyebalkannya.”
“Hyeong…”
“Um…”
“Maukah kau membantuku?”
Myung Zhu menoleh sambil meneguk minuman kaleng berwarna hitam putih bergambar panda. “Bantu apa?”
“Buatlah dia ingat padaku.”
“Dia benar-benar tak mengenalimu, apa lagi denganku. Kau ini.”
“Tidak, kau datang saja berkunjung kerumahnya.”
“Hmmm… Aku rasa itu bukan urusanku lagi.”
“Hyeongnim…” Hyungsik memelas.
“Ayo, kita ke rumah Yua. Mereka sudah menyiapkan makan malam.”
“Tidak, sebelum kau membantuku.”
Myung Zhu beranjak dari kasur adiknya. “Baiklah, akan ku bawakan saja makanannya. Dan, itu tetap urusanmu, aku tak mau ikut campur.”
“Kau ini… Membuat derajatku turun saja!”
“Aku sudah membantumu menemukan dia. Aku hanya akan memberimu alamat rumahnya yang baru dan tempat-tempat yang biasanya dia pergi bersama sahabatnya itu. Sisanya kau urus sendiri.”
Hyungsik kembali membuka buku tugasnya. “Baiklah, kalau begitu. Sana, pergi.”
Myung Zhu menutup pintu. “Kalian ini membuatku bingung saja.” Batinnya.
Namun sebelum pergi, sempat terlintas sesuatu dipikiran Myung Zhu. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.
“Hyungsikya, aku berangkat.” Pamit Myung Zhu didepan pintu kamar Hyungsik.
Tapi, Hyungsik tak menyahutinya.
“Malam ini, aku pulang larut. Jadi, kalau kau lapar pesan makanan saja, aku tuliskan nomornya dikulkas, ya.” Kata Myung Zhu dengan bibir tersungging, tersenyum.
“Hyeongnim… kenapa kau mengganti passwordnya, cepat buka pintunya!” Teriak Yua di camera pintu apartement.
Myung Zhu langsung bergegas membawa ponselnya dan membuka pintu.
“Yaa, lama banget buka pintu aja.” Teriak Yua.
Myung Zhu langsung mendorong Yua keluar pintu. “Tak, ada orang selain aku. Ayo, kita pergi ke rumahmu.”
Yua kaget, wajahnya mengerut.
Myung Zhu langsung menutup pintu. “Kau bawa mobil?”
Yua memandang penasaran. “Ada apa denganmu? Oppa kemana?”
“Hyungsik dari tadi sudah pergi. Ayo, kita susul.” Myung Zhu menarik Yua, cepat.
***
Moa sedang duduk santai bersama Myaren didepan TV.
“Pearnya belum aku cuci.” Ujar Moa.
Myaren berdiri untuk mencuci buah-buahan. Baru saja dia berjalan kedapur, ponselnya berdering diatas meja.
“Moa, tolong angkat!” Pinta Myaren.
“Yoboseyo?”
“Moa, Jiejie mana?”
“Jiejie ada, kenapa Ma?”
“Kalian datang ke kedai, ya sekarang. Kedai kewalahan ini banyak yang pesan ayam.”
“Oh… iya Ma.”
“Cepat, ya.”
Moa menutup ponsel Myaren.
“Ama?” Tanya Myaren yang mengunyah pear hijau.
“Um, suruh kita kesana sekarang. Banyak pesanan katanya.”
“Oh… ya sudah, pergilah.”
“Kita berdua disuruh kesana, Jie.”
“Iya tahu, aku mandi dulu. Jadi kau duluan saja.”
Moa pergi kekamarnya untuk siap-siap.
“Yudha Chen…” Gumam Myaren didepan cermin kamar mandi.
“Jie… cepat.” Teriak Moa.
“Iya, duluan saja.” Sahut Myaren.
Sampai di kedai. Myaren melihat keramaian yang luar biasa. “Apa yang membuat kedai seramai ini?” Gumamnya.
“Myaren, cepat kemari. Jangan melamun saja disana.” Kata Ama.
“Kau bagian antar makanan, ya.” Lanjut Ama, memberikan banyak box ayam.
“Hati-hati bawa motornya.” Pesan Akong dari depan pintu kedai.
Myaren tersenyum. “Tentu saja, aku berangkat.”
Akong melambaikan tangan sampai benar-benar Myaren tak terlihat lagi.
Sepanjang perjalanan, Myaren bersenandung mengantarkan pesanan.
Tiba dirumah yang cukup mewah. Dia menekan tombol bel rumah berpagar cokelat tinggi itu.
Dari dalam rumah.
“O… ayamnya sudah sampai.” Ujar pemilik rumah melihat gambar dari layar voice instruction atau camera pintu.
“Biar aku yang ambilkan.” Ujar seseorang yang terburu-buru.
Pemilik rumah pun membuka pagar.
“Jiejie…”
“Omo…”
“Wah, ayamnya bisa diantar ya?”
Myaren mengangguk, menyerahkan box ayam. “Jadi, kau tinggal disini?” Ucap Myaren melirik kebalik pagar.
“Aniyo, ini rumah sepupuku. Jiejie mau masuk dulu?”
“Ah… tidak perlu. Aku harus mengantar beberapa pesanan yang lain.”
“Yongki…” Teriak seseorang dari dalam rumah.
“Ah, ini Jie uangnya.”
“Kembaliannya…”
“Tak usah, cepat Jiejie antar ayam yang lain. Semangat bekerja!”
Myaren terdiam melihat tingkah si anak bertopi yang dia temui kemarin sore.
“Aku lihat, pengantar ayamnya wanita.”
“Tidak, itu wanita yang sudah berkeriput. Ayo, masuk Ge.”
“Benarkah? Yua, bilang itu teman kelasnya.”
“Jinjja?” Yongki berlari membuka pagar.
Sayangnya, Myaren sudah pergi jauh.
“Secantik apa dia, buat kau bohong padaku.”
“Gege, tak perlu tahu. Bukan type cewek yang harus disakiti.”
***
Hyungsik menghela nafas panjang, melepaskan rasa jenuhnya selama beberapa jam ini dia hanya diam dikamar.
Duduk dan memandang lembaran foto masa lalunya ditaman sekolah. “Ku pikir kau banyak berubah setelah ku tinggalkan. Tapi, ternyata kau tetap menjadi dirimu yang dulu.” Gumamnya melepas baju.
Baru saja Hyungsik menginjakkan kaki kedalam kamar mandi, bel pintu berbunyi. “Pesanan, datang.”
“Oh, my god!” Geram Hyungsik berjalan kearah pintu. Dia melihat layar voice intructions lalu membuka pintu.
“Selamat malam tuan, mohon maaf pesanannya terlambat.”
“Sangat… Kau, hampir membuatku mati kelaparan.” Ketus Hyungsik.
Myaren menengadah. “Ma...” Myaren menganga melihat pria yang dikenalnya bertelanjang dada, “Kau…” lanjutnya.
Hyungsik memangku tangannya didepan dadanya yang sedikit sixpack. ”Hmm… Aku tak mau makan ayam ini.”
“Mwo?”
“Iya, karena aku sudah tidak berselera makan.”
“Kau, sudah memesan dan sudahku antar pesananmu.”
“Aku bilang, aku sudah kehilangan selera makan. Kau terlalu lambat.”
“Kau simpan saja dulu, tunggu seleramu datang. Cepat, aku sibuk.”
Hyungsik menggelengkan kepala dengan tenang. “Aku tak mau.”
“Terserah kau apakan ayam ini, tapi setidaknya kau bayar.” Myaren mulai geram.
“Kenapa aku harus membayar?”
“Karena itu kau sudah memesan ini, kau harus bayar.”
“Yang harus membayar itu adalah kau. Kau harus bertanggung jawab atas keterlambatan pengiriman.”
Myaren mengeluarkan pena hitam dan buku saku. “Terserah, aku akan catat ini sebagai hutangmu.”
Hyungsik mengambil pena dari tangan Myaren. “Kau ini menyulitkan sekali.”
“Yaa!!!” Myaren mulai meninggi.
BERSAMBUNG YEAYYY
JANGAN LUPA RATE NYA DI ISIII YAAH... SAMPAI JUMPA DI EPISODE SLANJUTNYAAAA
Share this novel