Punishment

Short Story Series 2284

Pagi ini. Myaren dan Andy terlambat datang kesekolah. Andy dipanggil oleh Guru olahraga untuk memberi hukuman atas keterlambatannya. Setelah dia kembali ke kelas, Andy menceritakan ketika dia berada diruang guru. Tepatnya didepan pintu kantor Kepsek. Satu orang wanita menggenggam beberapa map penting. “Aku rasa itu Sekretaris.” Jelas Andy.

Kemudian didepan Sekretaris tersebut tak lain adalah Ayah Myaren yang sedang berbincang dengan Kepsek. Andy memastikan bahwa dia tidak salam melihat dengan memicingkan mata dan manajamkan indra pendengarnya.

“Ini akan menjadi sesuatu yang sangat berharga.” Ujar Kepsek mengulurkan tangan.

“Tentu saja.” Kata Ayah Myaren tersenyum ramah membalas jabat tangan Kepsek.

“Mari, saya antar.” Ujar Kepsek mempersilahkan.
Andy yakin dengan penglihatannya.

Andy menegakkan kepala untuk memandang tamu Kepsek itu dan pura-pura memberi hormat pada Kepsek saat melewatinya.

Wajah tua itu, melirik Andy dengan pandangan yang bermaksud lain seperti biasanya. Memang bibirnya tersungging memberi senyuman pada para guru diruangan tersebut.

Namun, Andy bisa melihat kelicikan dari sorot mata Ayah Myaren. Bahkan lebih jelas ketika Ayah Myaren sempat berhenti tepat didepannya dengan bergumam pelan. “Anak Pungut.” Desis Ayah Myaren.

Mendengar itu Andy membelalak dan mengepal tangan, nafasnya yang menggebu dan menatap tak berkedip pada punggung orang tua tadi.

“Andy, setelah pelajaran selesai kau dan Myaren harus membersihkan Aula Sekolah.” Kata Pak Joong, Guru olahraga.

Pak Joong melihat kepalan tangan Andy. “Yaa!” Bentak Pak Joong.

Andy tersadar. “Ne, seonsaengnim.”
#Ya, Pak Guru.

“Apa maksudmu mengepalkan tangan? Hukuman sudah ku ringankan, kau masih mau meminta tambahan?”

“Saem…” Andy memelas.

“Kau, bersihkan Aula dan lapangan basket sendiri. Myaren biar aku carikan hukuman lain.”

“Saem, bukan…”

“Kembalilah, ke kelasmu!”

Myaren berdiri. “Abeoji… dimana sekarang? Kenapa kau tidak bilang dari tadi, malah cerita terlalu panjang.”
#Ayah (Myaren)

“Aku melihatnya bersama Kepala Sekolah di lapangan.”

Myaren langsung berlari keluar kelas dengan tergesa-gesa.

“Kenapa dia?” Tanya Yua.

Andy menoleh dan menyusul Myaren. “Aish…”

Hyungsik yang sejak dari tadi duduk membaca buku di depan meja Myaren, diam-diam menguping.

“Yaa, Cho Hyungsik!” Panggil Yua.

Hyungsik tak menyahutinya, dengan earphone yang dia kenakan dia berpura-pura tak mendengar suara disekitarnya.
“Apa dia masih mencari…” Batin Hyungsik.

“Yaa!” Yua melepas earphone dengan kasar. “Tadi malam kau kemana saja?”

Hyungsik menutup buku, menahan kesal.

“Kau, tahu! Semua orang mengkhawatirkanmu. Kau… ”

''Tutup mulutmu, kau membuatku kesal pagi ini.''
Tutur Hyungsik keluar kelas.

Yua merengut kesal dan kembali duduk.


***

“Apa kau ingat? Dulu kita sering bertemu disini. Sebelum kita saling mengenal. Tanpa sengaja, aku mendengarmu menyanyi dan menari dibawah pohon ini. Tak perduli dengan hujan yang deras dan rumput yang licin. Padahal, bisa saja kau terjatuh dari sini.” Kata Andy dengan melonjorkan kaki dan bersandar dibatang pohon besar bersama Myaren diatas bukit taman.

“Sejak saat itu, aku sering kemari hanya untuk melihatmu dan mendengarkanmu. Walau angin bertiup kencang menemani hujan petir. Kau selalu ada ketika hujan, selalu menangis ketika angin kencang, terdiam ketika cuaca hangat. Tawamu tidak berlaku di bukit ini.” Lanjut Andy.

Myaren menghela nafas berat, memandang taman luas dari atas bukit dan menikmati hembusan angin.

“Dulu, disana…” Myaren angkat bicara, menunjuk lapangan taman yang terdampar dihadapan mereka, dibawah bukit. “Semua orang tersenyum bahagia begitupun keluargaku, Moa, Eomma dan Appa. Kami menikmati hari itu… hari yang cerah dan hangat.” Lanjutnya dengan suara parau dan membayangkan kejadian hari itu.
EOMMA = Ibu
ABEOJI/ APPA= Ayah

Bayangan masa lalunya teringat kembali.

“Jangan main terlalu jauh!”

“Ne, Eomma… Moa, jamkkanmanyo!”
#iya bu... Moa tunggu!

“Mereka tumbuh begitu cepat.” Ucap seorang wanita dengan tersenyum bahagia walau duduk dikursi roda ditemani wanita muda dibelakang rodanya.

“Apa kau ingin mengejar mereka? Aku akan membantumu dengan senang hati.”

“Aniyo… aku tak mau merepotkanmu. Biarkan saja mereka, aku tak ingin merusak suasana hati mereka bila terjadi sesuatu.”
ANIYO = Tidak

“Alin-ya, Minha-ya, sudah saatnya kita pulang.” Ajak suami Alin Phan yang duduk dikursi roda.

“Tapi, mereka sedang asyik bermain.” Ujar Alin memerhatikan Myaren dan Moa tengah berlari meniup sabun balon.

“Sudah saatnya kau minum obat dan istirahat. Aku tak mau kau kelelahan… Minha, kau panggil mereka pulang.” Pinta suaminya.

Minha pergi menyusul Myaren dan Moa. “Anak-anak, ayo kita pulang.”

Moa dan Myarrn dituntun Minha keatas bukit menyusul Eomma dan Appanya.

“Biarkan aku dan mereka disini.” Pinta Alin untuk berhenti dipohon besar yang teduh.

“Kau harus istirahat sekarang. Besok masih bisa kemari.”

“Setiap hari?”

“Um… setiap hari.” Angguk suaminya. “Waktunya, biar ku tentukan.”

“Gomawo…” Senyum Alin menghiasi wajah pucatnya.
#Terimakasih

“Eomma…” Teriak Moa dan Myaren dari belakang mengejar ibunya.

“Eomma… Kwaenchanayo?” Tanya Myaren mengkhawatirkan Ibunya.
#Ibu, kau tak apa?

Alin tersenyum menggeleng kepala. “Besok, kita bisa main lagi disini.”

“Jinjja?” Tanya Moa antusias menatap Ayahnya.
#Benarkah?

“Uliabeoji mengangguk dan meminta kami bergegas pulang. Selang seminggu kami sering duduk disini. Eomma selalu tersenyum setiap kali melihat Moa dan aku menari dan bernyanyi. Namun, semakin hari berlalu Eomma terlihat semakin pucat. Aku tak mengerti gejala apa yang sedang dialami Eomma saat itu.” Lanjut Myaren.

“Eomma… Ayo kita pergi ke taman.” Pinta Moa dengan manja.

Alin tersenyum menjawab. “Tunggu Appa pergi kerja dulu, nanti kita pergi kesana diam-diam.” Bisik Alin.

“Jinjja?”

Alin mengangguk.

“Jiejie, ini rahasia kita.” Teriak Moa berlari ke kamarnya.

Minha menghampiri Alin dengan membawa sarapan pagi Alin. “Mana ada rahasia begitu, bukan rahasia kalau harus berteriak.” Canda Minha.

Moa berhenti, ia menoleh sebentar. “Rahasia kita, Minha. Ssstts…”

Minha tertawa. “Omo… Haha, ssstt…”

“Jiejie…” Lanjut Moa berlari.

Moa berbisik pada Myaren yang sedang menggambar diatas kasurnya. “Nanti kita main setelah Appa dan Minha pergi.”

Myaren mengangguk tersenyum tipis. “Setiap Abeoji pergi, kami pun pergi ke taman bersama-sama. Bahkan tidak hanya setiap pagi, setiap kami ingin pergi maka kami akan pergi walau cuaca mendung dan akhirnya hujan.”

“Jadi itu alasanya kau selalu disini.” Ujar Andy.

“Aku tahu kau ingin mengetahui itu…”

“Um… Aku selalu ingin menanyakan alasannya. Tapi aku menunggumu, karena aku tahu kau akan menceritakan masalahmu padaku disaat kau merasa nyaman deganku.”

“Hah… Aku rasa kita bolos seharian saja kali ini.” Kata Myaren.

Andy tertegun, ia mengingat hukuman yang harus dijalaninya selesai kelas nanti. Andy berdiri mengulurkan tangan. “Aku rasa, kita harus kembali ke sekolah.”

Myaren mendongak heran. “Waeyo?”
#Kenapa?

“Kita tadi terlambat. Aku sudah diberi hukuman.”
Myaren berdiri dibantu dengan uluran tangan Andy. “Ah… Seharusnya kau bilang dari tadi.”


***

“Myaren, kau dipanggil ke ruang Guru.” Kata Sang Ho.

Myaren beranjak dari kursinya.

“Kau juga, Hyungsik.” Lanjut Sang Ho.

Hyungsik pun beranjak keluar kelas.

“Dari mana saja kau?” Tanya Yua menahan Hyungsik.

Andy menatap Hyungsik.

“Bukan urusanmu.” Sahut Hyungsik datar, mengikuti Myaren dari belakang.

“Memang kau tak masuk pelajaran pagi tadi?” Tanya Myaren setelah sejajar berjalan dengan Hyungsik.

“Ani…” sahut Hyungsik datar.

“Jadi, kapan kau bayar hutangmu?”

“Aku akan menunggak dulu sebanyak mungkin.”

“Yaa! Kau membuat usahaku bangkrut kalo seperti itu.”

“Bukan hari ini kau jatuh bangkrut, bukan hari esok, bukan pula lusa.”

Myaren berhenti. “Mwo? Yaa, Cho Hyungsik! Kau pikir melunasi hutang harus menunggu kebangkrutan?”

“Ani…” Sahut Hyungsik berjalan lurus.

“Kau tahu, aku membayar ayam itu dengan tabunganku dulu.”

“Em… Tabunganmu masih banyak, kan? Aku rasa masih cukup untuk memberi pinjaman padaku.”

“Ani… Aku tak akan pernah membayar makananmu lagi.” Kecam Myaren.

Hyungsik balik mengancam sesuatu pada Myaren. “Jinjja? Baiklah… Kau lihat saja nanti.”

Sampai tujuan, Myaren dan Hyungsik sudah ditunggu oleh seorang Guru wanita yang berkaca mata sesuai dengan warna hijau bajunya.

“Kalian berdua, kemarilah… Karena kalian berdua berani bolos dikelasku, kalian harus membersihkan kelas dan menggantikan tugas Yoo Chun dua seminggu ini.”

Hyungsik membela diri. “Tapi, Guru Han… Aku baru disini dan…”

“Tidak ada alasan lain, atau mau ku tambahkan?”

Hyungsik terdiam dan Myaren menahan tawa.

Hyungsik melirik kesal.

“Kau, Myaren sudah datang terlambat dan membolos dengan Andy. Hukumanmu ditambah dengan hukuman dari Pak Joong.”

“Ne, Seonsaengnim.”
#baiklah, guru.

“Sudah, pergilah istirahat.”

^^^^
Guru Han sudah pergi keluar setelah murid memberi salam dan suasana kelas ramai, mereka saling berbincang menggendong ransel masing-masing untuk segera pulang. Setiap murid yang keluar dari kelas, mereka menyimpan buku tugas diatas meja Myaren dan buku perpus diatas meja Hyungsik.

Andy menghampiri Myaren dengan menenteng ranselnya.

“Mau, ku bantu?” Sang Ho mendahului Andy, menawarkan bantuan.

“Aniyo…” Tolak Myaren menggendong ranselnya sekaligus mengangkat buku tugas kelas.

Andy mengambil semua buku dari tangan Myaren dengan cekatan ia pun menarik lengan Myaren tanpa berkata.

Sang Ho terdiam, mendengus menyusul.

Yua yang berdiri disamping Hyungsik mengambil sebagian buku pelajaran.

“Kenapa cuma sebagian?” Tanya Hyungsik menggendong ranselnya, berdiri tegap dengan menaruh tangan diatas buku pelajaran. “Kau simpan semua buku ini, aku harus mengerjakan tugas lain.” Lanjutnya.

Yua menganga tak menyangka. “Mwo? Yaa, Hyungsik! Kau…”

Hyungsik berjalan santai berkata. “Cepat kembalikan bukunya, saja.”

“Aish, Yaa Cho Hyungsik!” Teriak Yua kesal.

Hyungsik melambaikan tangan tanpa berbalik menghadap Yua.

“Ah… Kemana dia, kenapa lama sekali, apa dia pulang? ” Ucap Myaren menunggu Hyungsik di depan pintu UKS.

Suara orang berlari dilorong terdengar keras.

Myaren langsung melihat kearah suara tersebut, ia menduga itu pasti Hyungsik. Tapi, suara itu berhenti.

Myaren berjalan mengintip setiap lorong lantai dua, apa yang dia lihat tidak sesuai harapan.

Sepi, hanya dia sendiri disana.

Chu Bersambung...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience