9. Angel Side Of Her

Mystery & Detective Series 2795

Sehati bukan berarti sejiwa, saat kau patah hati, aku juga. Kalau kau mati, dunia kita tak lagi sama.

David kembali ke rumah sakit untuk menjenguk Jasmine. Keningnya berkerut bingung ketika terdapat beberapa pria berjas hitam di depan kamar inap Jasmine. Ia menghampiri mereka, namun dihalangi oleh salah satu dari mereka. "Kau mau apa?" tanya pria berjas hitam itu tajam.

David merapikan kemejanya, "Jasmine adalah tanggung jawabku, dia terluka karena diriku. Jadi aku ingin menjenguknya," jawab David dengan tenang.

Datang seorang pria berbadan tegap, berwajah tampan, dengan rahang tegas dan tatapan tajam. Para pria berjas hitam itu menegakkan tubuh mereka, kemudian menunduk hormat. "Tuan Alejandro, selamat datang," sapa mereka, David menatap Alejandro dengan kening berkerut. Ia bertanya-tanya dalam hati, mengapa pria bernama Alejandro itu bisa ada di sini lagi?

"Apa mau mu, Davidson?" tanya Alejandro dengan nada dingin, dan tatapan tak sukanya yang sangat kentara. David kemudian menjawab pertanyaan Alejandro dengan nada yang sama dinginnya, Alejandro tertawa meremehkan, "pergilah, tak ada yang membutuhkanmu, meski Nona kami dirawat di rumah sakit milikmu, namun kami tak membutuhkan dirimu!" usir Alejandro dengan kasar. David langsung merasa tersinggung karena ucapan Alejandro yang menurutnya sangat tidak sopan, dan terkesan sombong.

"Setidaknya berterima kasihlah padaku! Karena diriku, Nona-mu tidak mati kehabisan darah!" desis David.

Alejandro menatapnya dengan sinis, "terima kasih? Baiklah, akan kuucapkan untukmu, terima kasih, karena telah menyelamatkan Nona kami," ujarnya datar.

David mendengus tak suka, ia melangkah menjauh, Alejandro masuk ke dalam ruangan Jasmine, ia menatap Jasmine dengan sendu. Berulang kali hal itu terjadi, dan ini bukanlah yang terparah. Jasmine pernah terluka lebih parah dari ini, lebih dalam. Alejandro duduk di samping ranjang Jasmine, ia menggenggam tangan Jasmine.

"Kau terluka, aku juga." Lirihnya.

Ponselnya berdering, tertera nama Aland di layarnya. Alejandro mengangkatnya, "Ya, Tuanku?" Sapanya bertanya. Terdengar suara berat seorang pria, Alejandro menyahuti setiap perkataan dan menjawab pertanyaan Aland.

"Nona Jasmine masih belum sadar, luka yang dideritanya cukup parah, dan kemungkinan akan sadar besok. Entahlah," kata Alejandro.

Alejandro tampak mengangguk, "baiklah, aku pergi setelah dia sudah sadar," ujarnya. Kemudian ia memasukkan ponselnya setelah sambungan telepon terputus. Alejandro mengusap rambut Jasmine, kemudian ia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan.

Seketika ruangan menjadi hening, hanya terdengar suara elektrokadiogram yang terdengar, seirama dengan detak jantung Jasmine. Bunyi beep-nya perlahan meningkat, lalu semakin cepat hingga kedua mata yang terpejam itu terbuka sekaligus.

Di tempat lain, seorang pria dan wanita sedang duduk berhadapan sambil minum teh. "Kau tahu dengan jelas bahwa ini akan menjadi hal luar biasa, benar bukan sayangku?" Tanya si wanita.

"Tentu, sayang. Rasanya aku menjadi pria yang paling beruntung karena memilikimu," jawab pria itu. Si wanita tersenyum, si pria menggenggam tangan wanitanya dengan lembut.

Dering ponsel si pria membuat perhatian mereka teralihkan, pria itu melihat siapa yang meneleponnya. Tertera nama seseorang pada layar ponsel. Pria itu mengangkat panggilan tersebut.

"Halo Keenan,"

Angin berhembus lembut, membelai kulit memberikan kenyamanan. Selembut senyuman yang telah lama hilang, tersimpan dalam kenangan, seiring bertambahnya kekejaman di hati terdalam.

Rindu? Tidak. Bahkan ia tidak ingin merasakan kerinduan. Hidupnya terlalu kelam, matanya menatap hampa pada taman di hadapannya. "Athena?" panggilan itu membuatnya menoleh, ia tersenyum begitu melihat pria itu membawakan sebuket bunga untuknya. 

"Hai, Keenan. Apakah aku mengganggumu?" tanya Athena aka Jasmine. Keenan memberikan buket bunga itu kepada Athena. Wanita itu menerimanya dengan senyuman, wajahnya pucat, sekarang ini tidak ada kejahatan yang sedang ia pikirkan. 

Keenan menggeleng mendengar pertanyaan Athena, "Aku senang bertemu denganmu, aku sangat khawatir saat kau menelepon dan mengatakan bahwa kau kecelakaan." kata Keenan dengan raut khawatir. Athena tersenyum, ia mengeleng pelan.

"Ah, aku hanya mengalami pendarahan hebat, tapi sekarang masih hidup." gurau Athena, namun Keenan tidak merasa bahwa hal itu adalah sebuah lelucon. Baginya Athena adalah sahabat terbaik, ia tidak bisa mengabaikan Athena begitu saja. 

"Kali ini aku bertanya serius, apa ku baik-baik saja?" tanya Keenan. 

"Aku baik-baik saja, Keenan. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." jawab Athena. Kennan tiba-tiba memeluknya dengan erat, Athena  terdiam. Mata itu berkilat dengan berbagai warna, hingga berakhir ke warna kuning, Lily is back.

Lily melepaskan pelukan, ia tahu apa yang terjadi, dengan senyum merekah ia mencium bibir Keenan. Pria itu tentu saja terkejut. Ia tidak menolak, namun juga tidak membalas kecupan Lily. Lily melepaskan ciuman, ia kemudian berdiri dan pergi.

Lily mengusap bibirnya, senyuman dingin tersungging. "Sepertinya aku punya hutang," kata Lily pelan. Ia mengernyit kesakitan, lalu matanya berkilat merah.

"Yvonne..." Sebutnya.

Sementara di dalam rumah sakit, Alejandro dan para pengawal kewalahan, mereka panik karena tidak menemukan Jasmine. Mereka membuat keributan, hingga akhirnya yang dicari datang. "Nona!" Seru Alejandro.

"Kalian kenapa?" Tanya gadis itu heran. Alejandro mengamati ekspresi dan gerak tubuh Nona-nya, ia menghela napas.

"Carmen, kau ke mana saja?" Tanya Alejandro.

"Hanya mencari udara segar," jawabnya.

"Malam hari begini?" Tanya Alejandro heran.

"Ya, sudahlah jangan cerewet. Aku ingin tidur!" Ketus Carmen, Alejandro menghela napasia menuruti Nona-nya. Carmen masuk ke dalam kamar inapnya, sungguh mengejutkan ia bisa pulih dengan cepat. Carmen berbaring di tempat tidur, ia mengambil ponselnya.

"Berita membosankan, mengapa kasus-kasus yang nengenai diriku masih saja ramai dibicarakan?" Gumam Carmen malas. Ia kemudian melihat sebuah foto yang dikirimkan seseorang, seorang bocah laki-laki dengan senyuman manisnya.

Carmen tersenyum, ia buru-buru memasukkan ponselnya begitu pintu ruangannya terbuka. Di sana berdiri David dengan jas dokternya, "Hai, Jasmine! Bagaimana keadaanmu?" Tanya David. Carmen merengut ketika ia dipanggil Jasmine, namun ia memakluminya.

"Kau dokterku?" Tanya Carmen, David mengangguk.

"Ya, namaku David. Aku tidak sengaja menabrakmu, tolong dimaafkan." Kata David menyesal. Carmen tersenyum misterius, ia mengangguk.

"Bukankah itu yang kau inginkan?" Tanya Carmen dengan nada main-main. David mrngangkat kepalanya, ia menatap Carmen dengan bingung.

"Apa maksudmu, Nona?" Tanya David.

Carmen memutar bola mata, "Kau tidak perlu bersikap seperti malaikat, dasar penjahat!" Dengusnya.

"Aku benar-benar tidak paham," kata David. Ia menghampiri ranjang Carmen, David mengeluarkan stetoskop miliknya. "Biar aku periksa keadaanmu," ujarnya.

"Tidak perlu, lagipula kau tahu aku baik-baik saja. Sudahlah, hentikan drama murahanmu!" Tolak Carmen. David terdiam, hingga akhirnya ia tertawa.

"Kau mengenalku dengan baik ya, Jasmine. Ah, atau harus kupanggil, Carmen?" Tanya David.

***

Setelah tiga hari menjalani perawatan, Jasmine akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Kali ini ia benar-benar seorang Jasmine, bukan kepribadian yang lainnya. Jasmine mengambil ponselnya, Alejandro menunggu Jasmine di depan ruangan.

"Nona? Kau sudah siap?" Tanya Alejandro dengan sopan. Jasmine mengangguk, ia melemparkan tas milik Carmen ke Alejandro. Alejandro langsung menangkapnya.

"Aku harus pergi ke suatu tempat, kau sudah mempersiapkan mobilku, bukan?" Tanya Jasmine. Alejandro mengangguk, Jasmine kemudian melangkahkan kakinya menuju parkiran, ia masuk ke dalam mobilnya lalu pergi ke suatu tempat.

Jasmine memarkirkan mobilnya di halaman sebuah rumah mewah, pintu rumah terbuka, seorang wanita keluar diikuti bocah laki-laki yang tampak begitu senang. "Mommy!" Seru bocah itu, Lucas. Jasmine tersenyum lembut, ia menghampiri Lucas dan menggendongnya.

"Bagaimana kabarmu, sayang?" Tanya Jasmine.

"Aku baik, kemarin aku bermain bersama daddy." Jawab Lucas. Jasmine tersenyum, ia kemudian membawa Lucas masuk ke dalam rumah.

"Apa yang ia makan hari ini?" Tanya Jasmine pada Bibi Margareth.

"Ia makan sup wortel di pagi hari, dan tadi ia makan roti daging, Nona." Jawab bibi Margareth.

"Kau tak memberinya makanan yang mengandung strawberi, bukan?" Tanya Jasmine menyelidik. Bibi Margareth terdiam, ia ketakutan. Jasmine menghela napas, "Kau tahu konsekuensinya." Bisik Jasmine.

"Mommy! Ayo jalan-jalan!" Rengek Lucas. Jasmine masih menatap tajam pada bibi Margareth, Lucas mencium pipi Jasmine hingga wanita itu menoleh padanya. "Jangan marahi bibi, mommy. Ayo kita jalan-jalan," ajak Lucas lagi.

"Baiklah, sayang." Kata Jasmine.

"Kau diam saja di rumah, kau sudah makan belum?" Tanya Jasmine pada bibi Margareth. Bibi Margareth menggeleng, Jasmine menghela napas.

"Ya sudah, kalau begitu kau ikut saja. Ganti pakaianmu, setelah itu kita pergi." Ujar Jasmine, bibi Margareth mengangguk.

Ia segera pergi ke kamarnya, "Mommy? Aku merindukan mommy," kata Lucas. Jasmine menatap Lucas dengan lembut, ia mencium kening Lucas.

"Aku juga, sayangku." Balas Jasmine.

(Btw, Lucas alergi Strawberi ya. Ganti, di part sebelumnya dia gabisa makan makanan manis, karena diabetes. Kasian, ganti aja.)

"Ingat, bahwa kau tidak boleh makan strawberi." Peringat Jasmine, Lucas menunduk sedih.

"Tidak mau!" Katanya lalu menangis.

"Begini saja, kau boleh makan apapun, asal bukan strawberi, setuju?" Tawar Jasmine.

"Es krim?" Tanya Lucas, Jasmine mengangguk. Lucas tersenyum riang, ia memeluk Jasmine. Bibi Margareth datang, ia menunduk takut pada Jasmine.

"Baiklah, ayo kita pergi." Jasmine berdiri, mereka berjalan menuju mobil kemudian masuk.

"Nona, saya ingin memberitahu Anda sesuatu," bibi Margareth berujar pelan.

"Apa?" Tanya Jasmine. Bibi Margareth membenarkan posisi duduk Lucas di pangkuannya sebelum ia kembali bicara.

"Kemarin sebelum tuan Nathaniel datang, seorang pria berkunjung dan--"

"Kau tahu aku melarangmu untuk membukakan pintu pada orang asing, Margareth." Potong Jasmine dengan tajam.

"Masalahnya, ia mengaku sebagai suamimu dan--"

"Dan kau tahu bahwa aku tidak akan menikah, Margareth. Persiapkan dirimu, besok akan kuurus perpindahan kalian. Beberapa anak buahku akan ikut tinggal bersamamu," potong Jasmine lagi. Bibi Margareth mengangguk, ia mencengkeram erat bajunya. Ia takut pada Jasmine, ia hanya bisa menuruti perintah wanita psikopat itu.

Mereka sampai di pusat perbelanjaan, "Kau ingin berjalan atau digendong, Luke?" Tanya Jasmine.

"Gendong aku Mommy," jawab Lucas. Jasmine menggendong Lucas, mereka berjalan masuk ke dalam mall itu.

"Kau ingin membeli pakaian? Untukmu, putramu, atau keluargamu?" Tanya Jasmine pada bibi Margareth. Bibi Margareth menggeleng pelan.

"Tidak perlu Nona, kau sudah memberikan terlalu banyak untuk kami." Tolak bibi Margareth dengan sopan. Jasmine hanya mengangguk, ia kemudian pergi ke toko mainan, tempat yang ditunjuk oleh Lucas.

"Nona, aku permisi sebentar. Aku ingin ke toilet, bolehkah?" Tanya bibi Margareth. Jasmine mengijinkannya, karena tidak mumgkin jika ia mencegahnya. Untuk sementara ini, biarkan gelar seorang pembunuh lepas ketika ia sedang bersama Lucas. 

"Mom, dad bilang kalau nanti kita akan tinggal bersama. Benarkah itu?" Tanya Lucas. Jasmine terdiam, dalam hati ia mengumpat merutuki Niel yang bicara seenaknya. Lucas 'kan belum mengerti apa-apa, dan pria itu asal ucap saja.

"Bagaimana kalau kita main robot-robotan? Kau menyukainya, kan?" Jasmine mengalihkan pembicaraan, dan ia berhasil. Lucas sangat antusias, ia mengambil robot-robot yang ia sukai.

"Kau menginginkannya?" Tanya Jasmine. Lucas mengangguk, ia memeluk erat robot yang ia suka. "Baiklah, kita akan membelinya." Ujar Jasmine.

Jasmine menurunkan Lucas saat akan membayar mainan, namun tiba-tiba Lucas berlari. Bocah itu berlari dengan cepat, "Lucas!" Panggil Jasmine dengan teriakan, namun Lucas tak menghentikan larinya.

"Jika nanti wanita yang bersamaku datang, berikan mainan ini padanya. Aku harus pergi," kata Jasmine pada penjaga toko, penjaga itu hanya mengangguk lalu menatap khawatir pada Jasmine karena Lucas.

Jasmine berlari mengejar Lucas, ia tak menemukan bocah itu di manapun. "Astaga bocah itu," gumam Jasmine. Ia menghampiri sepasang suami-istri yang sedang makan disebuah restauran.

"Apakah kau melihat seorang bo--" pertanyaan Jasmine terpotong ketika mendengar tangis Lucas. Ia segera berlari ke asal suara, hatinya langsung mencelus ketika melihat putranya terduduk sambil memegangi pelipisnya.

Ia menghampiri Lucas, seorang wanita dewasa memaki Lucas. "Kau itu butuh pengajaran! Kurang ajar sekali menabrak orang sembarangan! Kakiku panas gara-gara kuah ini, kau tahu?!" Lucas semakin menangis.

Dengan geram Jasmine menendang wanita itu dengan tendangan berputar, wanita itu terpental. Jasmine segera menggendong Lucas, semua orang mulai ramai memperhatikan mereka. "Kau baik-baik saja, sayang?" Tanya Jasmine khawatir.

Lucas menangis tersedu-sedu, pelipisnya terluka dan darah mengalir dari lukanya. Cukup dalam, karena heels lancip wanita itu menendang pelipis Lucas. Jasmine menghampiri wanita itu, ternyata wanita itu memiliki suami. Dan kini suami si wanita menatap berang pada Jasmine, "Apa-apaan kau jalang?!" Teriaknya sambil mendorong bahu Jasmine.

"Dan istri bodohmu itu melukai anakku, bajingan!" Bentak Jasmine.

"Itu karena anakmu yang tidak so--arrgghhh!" Belum sempat pria itu menyelesaikan ucapannya, Jasmine menendang perutnya dengan kuat.

Jasmine mengambil ponselnya, ia menghubungi Niel. "Cepat datang ke Loreca's Mall Center! Bawa Lucas ke rumah sakit!" Ujar Jasmine.

"Apa yang terjadi?!" Di seberang telepon Niel sangat khawatir.

"Orang gila menendang kepalanya, cepatlah!" Dengus Jasmine. Ia memutuskan sambungan telepon, Niel yang sedang rapat langsung meninggalkan rapatnya. Tak peduli sepenting apapun rapat itu, ia segera menuju lokasi yang diberitahukan Jasmine dengan cepat.

"Sayang? Kau dengar mommy?" Tanya Jasmine khawatir, mata Lucas tertutup.

Tak lama kemudian Niel datang, Jasmine memberikan Lucas ke gendongan Niel. "Apa yang terjadi?" Tanya Niel, ia mengelap darah Lucas.

"Sudahlah, kau bawa saja Lucas ke rumah sakit. Aku tidak mau ia kenapa-kenapa. Biar kuurus dua bajingan ini," kata Jasmine. Niel menatap marah pada pasangan suami-istri itu, sebelum pergi ia memukul rahang si pria.

"Ajarkan istrimu untuk lembut pada anak usia 3 tahun!" Tekannya, ia mengusap bahu Jasmine lalu segera pergi.

Bibi Margareth baru saja tiba ketika mendengar bahwa Jasmine berlari ke arah keramaian. "Kau pulang saja ke rumahmu, biar Steve yang mengantarmu." Suruh Jasmine, ia menghubungi Steve dan menyuruh pria itu untuk membawa Charlos dan Baron.

Setelah bibi Margareth pergi, Jasmine menyuruh Charlos dan Baron untuk membawa pasangan itu keluar dari mall. Beberapa orang merekam kejadian itu, "Dengar, aku tidak akan pernah main-main dengan ucapanku. Jika sampai aku menemukan hal ini tersebar, akan kucari yang menyebarkannya." Ancam Jasmine lalu segera berlalu.

Di luar, "Bawa mereka ke mobil!" Charlos mendorong pasangan itu masuk ke dalam mobil, Jasmine mengendarai mobilnya dan mengarahkan mobil Charlos ke markas mereka.

Charlos dan Baron menarik pasangan itu, "Jangan kau pikir aku terlihat biasa saja, maka itu adalah kenyataannya! Berani sekali kalian melukai putraku!" Desis Jasmine.

"Putramu lebih dulu melukaiku, bodoh!" Teriak si wanita. Jasmine tertawa, ia merasa lucu.

"Kau tahu? Jika saja aku ada di posisimu, dan yang menabrakku adalah putramu, kupastikan kepalanya tidak lagi terpasang pada tempatnya." Ujar Jasmine dengan dingin.

"Aku tidak akan membunuh kalian hari ini, aku juga tidak membutuhkan maaf kalian. Pergilah," usir Jasmine.

Namun dasar manusia tidak tahu diuntung, sudah dilepaskan malah menggonggong menantang. "Didikanmu payah! Jika terus seperti ini, anakmu akan mati ditendang!" Si pria tertawa mengejek.

Jasmine merasa amarahnya memuncak, ia mengambil revolvernya, mengarahkan senjata itu tepat di kepala si pria. "Sekali lagi mulut busukmu bicara, kepala bodoh ini akan berlubang dengan sia-sia." Bisik Jasmine dingin.

Lagi, manusia memang terlalu bodoh. Ketika diberi kesempatan hidup, ia malah memaksa menerjang maut. "Kau hanya menggertak sa--"

Ucapan pria itu terhenti ketika Jasmine menembakkan pistolnya ke langit. Seketika pasangan itu gemetar ketakutan, "Apa kau kenal aku? Kau pikir gertakan seorang Black Rose adalah imajinasi?" Tanya Jasmine sinis.

"Membunuh dua nyawa tak berharga seperti kalian tidak akan memberatkan hidupku, bersyukurlah karena sisi baikku yang kini hanya tersisa 0,0001% mengijinkan kalian hidup!" Setelah berbicara seperti itu, Jasmine menendang rahang si pria, dan menendang kepala si wanita. Persis seperti yang dilakukan wanita itu pada putranya.

"Bawa mereka pergi, ke mana saja. Terserah, jangan dibunuh. Biar aku saja," suruh Jasmine. Ia segera pergi ke rumah sakit, menyusul Niel.

***

"Apa ia baik-baik saja?" Tanya Jasmine khawatir. Ia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya, sekeji-kejinya ia membunuh orang, seorang ibu tidak ingin melihat buah hatinya terluka.

"Luke sedang dalam penanganan, kau tidak perlu cemas. Ia anak yang kuat," kata Niel, ia mendekap Jasmine. Tanpa diduga Jasmine membalas pelukan Niel.

"Aku bersumpah akan membantai habis seluruh keluarga mereka jika sesuatu yang buruk terjadi pada putraku," kata Jasmine.

"Tenanglah, kau mau melihat Luke? Kuyakin ia membutuhkanmu saat ini, ayo kita temui dia." Ajak Niel. Mereka berdua masuk ke ruang perawatan Lucas.

"Mommy," bocah itu kembali menangis. Jasmine segera menghampirinya, ia memeluk Lucas dengan penuh kasih sayang. Setidaknya, ia memiliki seseorang yang menyayanginya dan ia sayangi.

"Lukanya sudah diobati, namun untuk mencegah terjadinya infeksi, kau harus mengganti perbannya." Kata dokter yang menangani Lucas, Jasmine tak menyahuti, maka Niel lah yang menyahut.

"Terima kasih, dok." Ujarnya, dokter itu tersenyum lalu berpamitan.

"Niel, aku tidak bisa berlama-lama. Aku harus pergi, bisa kau bawa Lucas bersamamu?" Tanya Jasmine.

"Tentu, mengapa tidak? Ke mana kau akan pergi?" Tanya Niel.

"It's not of your bussiness." Jawab Jasmine dingin. Ia menatap Lucas yang kini sedang memainkan mainannya, ia mengecup pipi Lucas. "Mommy pergi sebentar, kau bersama daddy, kau mau 'kan?" Tanya Jasmine.

"Ke mana mommy akan pergi?" Tanya Lucas sedih.

"Membelikan es krim untukmu, sayang." Jawab Jasmine, ia kembali mengecup pipi Lucas. "Mom akan segera kembali," kata Jasmine, ia hendak melangkah pergi. Namun Niel memegang tangannya, Jasmine menatap tangan Niel yang masih memegang tangannya.

"Lep--" Niel membungkam Jasmine dengan ciuman, namun Jasmine segera melepaskannya. "Kau!" Desis Jasmine menahan marah. Ia melepas dengan paksa cekalan tangan Niel lalu segera pergi.

Setelah berada di dalam mobil, Jasmine membuka ponselnya. Ia membaca ulang pesan yang dikirimkan oleh seseorang beberapa menit lalu.

Kenneth
Ia masuk ke dalam sebuah butik bersama pasangannya, mereka memilih pakaian. Rosemarie's Boutique.

Senyum miring tersungging di bibir manis itu, matanya berkilat kuning. "Kesenangan hadir, kemudian aku datang untuk mengambilnya." Katanya dengan dingin.

Tangannya bergerak lincah di atas layar ponsel, ia menghubungi seseorang. "Kau berkata ingin menikmati daging manis dari seorang wanita cantik, bukan?" Tanyanya.

"Kau masih ingat rupanya, tumben sekali kau baik padaku, Jassie."

"Makananmu akan kuantarkan, namun tidak hari ini. Tunggu beberapa hari lagi," ujarnya.

"Lalu mengapa mau mengatakannya sekarang?!"

"Karena sekarang adalah waktu bahagia, belum tiba saatnya untuk derita." Jawabnya. Ia memutuskan sambungan, kepalanya miring dengan senyuman dingin. "Karena aku tahu bagaimana cara melukai hingga seseorang tak mampu bangkit lagi," setelah mengatakan hal itu ia segera melajukan mobilnya menuju suatu tempat.

Di tempat lain, seorang pria menggeram marah, "Jord! Cari tahu siapa itu Niel!" Teriaknya. Pria bernama Jord itu langsung mengangguk mematuhi perintah Tuannya.

Pria itu tersenyum miring, "Tidak akan ada orang lain yang bisa mendapatkanmu selain diriku, Jasmine." Ujarnya lalu tertawa.

"Dan juga cari tahu apa yang Aland lakukan sekarang ini," pria itu kembali memberi perintah kepada Jord.

***

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience