4. Alter Ego—Athena Peronel-Grey Hoodie

Mystery & Detective Series 2795

"Kembali, terjadi pembunuhan oleh Devil Knight. Korban diketahui bernama Scarlett Davinson, pianis terkenal. Korban ditemukan tewas dengan keadaan mengenaskan, kedua tangannya hilang, kedua matanya rusak, kepala terputus, dan perut terkoyak. Pembunuhan yang sama terjadi dua hari lalu, Black Rose dan Dead Shadow membunuh korban mereka di hari yang sama. Saat ini polisi dan para detektif sedang mencari bukti dan keberadaan mereka yang sangat sulit dilacak. Tapi, seorang detektif handal menemukan sebuah kode yang sengaja ditinggalkan oleh Devil Knight. Eleanor Kingsley, NYC Daily News melaporkan dari tempat kejadian, selamat siang."

"Bahkan untuk mencariku dari 9 tahun lalu saja tak bisa, bagaimana dengan sekarang?" gumam Jasmine sinis, ia mematikan televisinya kemudian berjalan menuju sebuah ruangan. Ruangan penuh foto, berbagai foto-foto lama dan baru. Jasmine menatap foto-foto yang terpajang dengan seringaian mengerikan. Apa yang jauh lebih indah dibanding melihat semua foto korbanmu yang kira-kira lebih dari 100 orang?

Menurut Jasmine, melihat semua foto korbannya, memberikan kesenangan tersendiri untuknya. Jasmine tertawa sinis saat melihat sebuah foto ber-frame hitam, difoto itu terdapat seorang laki laki berumur 20 tahun, anak perempuan berumur 10 tahun dan sepasang suami isteri. Kedua ekspresi mereka sangat datar dan dingin, berbeda dengan remaja lelaki dan anak perempuan yang tersenyum lebar. Jasmine mengambil foto itu, ia mengelus foto si remaja laki-laki lalu kembali menaruhnya.

"Malang sekali," gumam Jasmine sinis, ia keluar dari ruangan itu dan berjalan menuju balkon. Kembali, lautan lepas dan aroma laut yang khas membuat Jasmine merasa tenang. Setidaknya saat ini ia bisa melepaskan rasa lelahnya setelah bertukar shift dengan Michelle, alter ego nya yang lain. Jasmine menarik napas dalam, lalu menghembuskannya pelan lewat mulut.

Ia memejamkan matanya, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya dan menggerakkan rambutnya dengan lembut. Sebuah memori kembali muncul dalam ingatan Jasmine, kepalanya berdenyut saat memori itu berubah.

"Tidak kakak! Jangan lagi! Es krim ku tinggal setengah, dan aku baru memakannya sedikit. Jika kau terus-terusan menyendok es krim ku, maka aku tak akan kebagian!"

"Ayolaahh Jasmine, kali ini saja. Jangan bilang apapun pada mom and dad, aku baru saja selesai kerja kelompok di rumah Jeremy."

"Lihat kak! Indah sekali kalung itu, ahh andai aku nanti besar, aku akan membuatkannya untuk mom."

"Dasar anak tak tahu diri! Sudah beruntung kau kurawat! Sekarang, kau menghabiskan makanan untuk kakakmu!"

"Rasakan ini! Ini akibatnya jika kau melawanku!"

"Ampun mom, aku tidak akan mengulangi kesalahanku. Aku tidak akan memasuki kamar mom lagi, maafkan aku. Hikss,"

"Kau dan wanita itu sama saja! Sama-sama seperti jalang!"

"Dad, maafkan aku, lain kali aku akan berhati-hati saat membawakan kopi."

"Lari Jasmine! Lariiii!"

"Bagaimana rasanya menjadi seorang anak dari wa--"

"Jasmine!" pekik seorang gadis. Jasmine membuka matanya, ia mengambil napas sebanyak mungkin.
Gadis itu mengelus punggung Jasmine, ia tampak khawatir melihat Jasmine. Gadis itu menganggap Jasmine sebagai adiknya sendiri.

"Kau baik-baik saja?" tanya si gadis, Jasmine menoleh dengan dingin. Sekali lagi, Jasmine tak memiliki ekspresi selain dingin, datar, dan tanpa ekspresi. Satu jenis 'kan?

"Menurutmu?" tanya Jasmine dingin. Gadis itu menghela napas saat mendengar nada dingin dari Jasmine.

"Aku mengkhawatirkan mu, apakah kenangan itu kem--"

"HELENA! I told you, don't say anything. Because I hate to hear and remember my past! If you still remembered that, I will kill you right now!" bentak Jasmine marah, Helena terdiam. Ia tak seharusnya menanyakan pertanyaan atau mengungkit masa lalu Jasmine.

Jasmine berjalan pergi, meninggalkan Helena sendirian yang merasa bersalah.
"I'm sorry, Jasmine. I never mean to hurt your heart with your past. But, uhmm-- sorry." lirih Helena, ia menatap laut lalu pergi.

*

Jasmine mengetukkan jarinya ke meja, hanya irama dari ketukkan tangannya yang mengisi heningnya ruangan itu. Di hadapan Jasmine ada seorang pria berseragam.
"Ada apa?" tanya si pria. Jasmine terkekeh sebentar, ia menyenderkan punggungnya ke kursi lalu menyilangkan tangannya di depan dada.

"Aku hanya ingin menunjukkan sesuatu," kata Jasmine. Pria itu menatapnya datar, Jasmine balas menatapnya dengan lebih datar.

"Apa?" tanya pria itu lagi, kali ini nada bicaranya terdengar malas dan bosan.

"Aku menemukan ini, di suatu tempat." kata Jasmine sambil mengeluarkan kotak hitam kecil dari saku jas nya. Kening pria itu berkerut samar, ia mengambil kotak itu dan membukanya.

Sebuah cincin.

"B-bagaimana kau menemukan ini?" tanya pria tersebut kaget. Jasmine tersenyum meremehkan, ia mencondongkan tubuhnya.

"Apa yang tak bisa kalian lakukan, aku bisa melakukannya. Padahal kalian FBI, dan suka menangkap penjahat, tapi kalian tak bisa menangkap salah satu penjahat yang sebenarnya mudah dicari." ejek Jasmine, pria itu terdiam tak merespon.

"Bodoh! Simpan itu, aku pergi." Jasmine berdiri kemudian melangkah keluar ruangan. Si pria masih terdiam, ia menatap cincin yang ada di kotak.

Lalu kembali mengingat kata-kata Jasmine, ada yang janggal.
Menangkap penjahat, salah satu penjahat, mudah dicari.

Kesimpulannya : "Menangkap salah satu penjahat, yang mudah dicari."

Di luar, Jasmine tertawa mengejek, ia menertawai pria itu.
"Sangat lamban dalam berpikir," ejeknya lalu dengan santai melewati orang-orang berseragam FBI. Lagi-lagi senyumnya terlihat puas dan bangga akan sesuatu, seorang pembunuh gila berkeliaran dengan santai di kantor FBI.

"Nona Jasmine?" panggil seseorang, senyum Jasmine hilang seketika, ia menoleh dan melihat seorang pria tampan. Jasmine tersenyum ramah, salah satu sifat pembunuh adalah; ramah dan pandai bergaul.

"Ya Alec?" tanya Jasmine.

"Mengapa kau di sini?" tanya pria itu--Alec-- dengan senyuman.

"Aku hanya berkunjung dan memberikan bingkisan kecil pada Dominic," jawab Jasmine, ia menatap benda yang dibawa oleh Alec.

"Apa itu?" tanya Jasmine, padahal ia sudah tahu apa itu.

"Ehh ini-ini adalah..., ssttt ini barang bukti tentang Black Rose saat membunuh di mansion mewah itu." bisik Alec.

Jasmine mengangkat sebelah alisnya, ia menatap Alec dengan senyuman misterius.
"Kemarin aku bertemu dengannya, jangan salah, dia adalah orang terbaik yang pernah ku kenal." kata Jasmine main-main.

Alec melotot, ia mencengkram bahu Jasmine sambil menyodorkan beberapa pertanyaan. Tapi Jasmine hanya memberikan satu clue.
"Dia ramah, mudah bergaul, humoris, dan dia adalah salah satu dari apa yang dia genggam." kata Jasmine lalu pergi setelah menertawai wajah Alec yang tampak berpikir keras.

Jasmine mengendarai mobilnya dengan senyum puas.
"Sebenarnya bukan Jasmine yang ramah, mudah bergaul, humoris dan sejenisnya. Hahaa akulah yang bersifat seperti itu, bukan Jasmine." ucap 'Jasmine', matanya berkilat biru. Senyuman manis tercetak di bibir pink-nya. Ia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi, menuju suatu tempat.

***

"Jadi, apa yang akan kudapat jika aku membunuh artis itu?" tanya seorang gadis, gadis di depannya menyeringai lalu mengeluarkan sebuah koper.

"Kau mau itu? Lakukan apa yang kuminta!" ucapnya tegas, gadis satunya lagi menyeringai.

"Tak sulit, kau bisa mendengar kabar kematiannya besok." katanya, ia memainkan pisau kecilnya.

"Kuharap kau bisa melakukannya, Jasmine. Ku dengar, kau adalah pembunuh baru, aku khawatir kau tak bisa melakukannya." kata gadis itu meremehkan. Jasmine menyeringai, dalam hati ia tertawa keras.

'Aku baru, baru melihatmu. Bukan baru sebagai pembunuh!' batin Jasmine.

"Kau tenang saja Natalie, membunuh adalah hal termudah dibandingkan dengan memakai make up." jawab Jasmine, Natalie berdecih lalu meninggalkan Jasmine bersama koper berisi emas itu. Jasmine tersenyum miring, ia kemudian pergi dan membawa tas itu.

Jasmine mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Ia berhenti di depan sebuah club, Jack's Club.
(FYI, Jasmine dan semua Alter Egonya, membunuh di malam hari.)
Jasmine masuk ke dalam Club itu, ia mengenakan dress ketat yang membentuk lekuk tubuhnya. Seorang pria mendekat ke arah Jasmine dan memeluk Jasmine.

"Namamu Jasmine, tapi harum-mu mawar. Tapi aku tetap suka, kau sangat cantik, Jasmine." pria itu mengelus punggung Jasmine yang terekspos dengan gerakan lembut. Jasmine menatap pria itu dengan tajam, ia memegang bahu pria itu lalu mendekatkan bibirnya ke telinga pria itu.

"Aku tak akan tergoda olehmu, Joshua Henry Carter." bisik Jasmine, ia mengecup pipi pria itu lalu pergi. Josh--panggilannya-- tersenyum miring, Jasmine adalah wanita yang sangat sulit di taklukkan.

Ia memperhatikan punggung Jasmine, Jasmine masuk ke dalam ruangan yang di pintunya terdapat tulisan 'Party'.
Di dalamnya terdapat beberapa orang yang sedang berpesta, Jasmine melihat seorang wanita berpakaian minim sedang duduk di pangkuan pria.
Ketika Jasmine ingin menghampiri mereka, tiba-tiba seorang gadis menepuk bahu Jasmine.

"Kyaaaa Jasmine! Uhh kau datang juga rupanya, aku menunggumu sejam lalu. Kukira kau tak akan datang, aku hampir menangis tadi karena kau belum datang." gadis itu merangkul Jasmine, ia mencebikkan bibirnya.

"Ohh Ellaine, aku ada urusan tadi. Aku harus mengurus surat kepindahan sepupuku dari Jerman. Ia akan pindah ke New York, besok." kata Jasmine, ia bicara jujur. Meski tak sepenuhnya jujur.

"Ah, benarkah?! Sepupumu yang mana?" tanya Ellaine antusias, Jasmine tersenyum sangat manis, ia merangkul Ellaine dan mengajaknya duduk tanpa menjawab pertanyaan Ellaine.

"Bahkan kau tak menawariku minuman," keluh Jasmine. Ellaine menepuk dahinya lalu tertawa, ia mengucapkan maaf lalu mengambil minuman.

"Ini," Ellaine memberikan segelas Wine pada Jasmine yang langsung diterima oleh Jasmine.

"Omong-omong, selamat ulang tahun untukmu. Berapa usiamu sekarang?" tanya Jasmine.

"Yang ke..., satu, dua, tiga.... Hmmm usiaku..., berapa ya?" Ellaine tampak kebingungan menatap jarinya. Jasmine memutar bola mata, ia menatap kesal pada Ellaine.

Ellaine tercengir lalu memukul pelan bahu Jasmine. "Oh astaga, aku hanya bercanda. Usiaku saat ini 24 tahun." kata Ellaine terkikik geli, Jasmine tertawa lalu mengalihkan pandangannya pada wanita yang tadi dipangkuan seorang pria. Senyum Jasmine mengembang hingga matanya menyipit.

"Aku akan menghampiri Leah," kata Jasmine yang dibalas anggukan oleh Ellaine. Jasmine menghampiri Leah yang masih betah duduk dan bercumbu dengan pria itu.

Jasmine berdeham, Leah menoleh, lipstiknya sangat berantakan. Ia kembali menatap si pria dan mengecup bibirnya singkat. Kemudian bangkit dari pangkuan si pria dan mengelap bibirnya dengan tissue.
"Aku bosan setiap bertemu denganmu, kau selalu sedang make out." cibir Jasmine.

Leah tertawa lalu mengajak Jasmine duduk, tapi Jasmine menolak.
"Aku butuh bantuanmu," kata Jasmine dengan wajah memelas, Leah menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya 'Apa?'.

"Kau tahu? Kakak angkatku datang dan memukulku, ia ingin bertemu denganmu, namun aku melarangnya." Jasmine memulai aktingnya.

"Kakakmu yang sangat tampan itu?!" pekik Leah, Jasmine mengangguk.

"Astagaaa, dia sangat Hot di ranjang!" kata Leah frontal. Jasmine memutar bola mata, ia mematikan musik lalu berseru.

"Aku ingin pinjam Primadona kalian, Leah. Hanya sebentar," kata Jasmine. Mereka semua mengangguk lalu kembali berdansa. Leah dengan senang hati merangkul Jasmine dan mengajaknya keluar.

"Ayo!" ajak Leah antusias, Jasmine tertawa, mereka berangkulan layaknya kakak dan adik. Orang-orang mengenal mereka dengan baik, sepasang sahabat yang saling menyayangi dan membela.

"Aku yang menyetir," kata Jasmine.

"Tidak! Biar aku saja!" tolak Leah, Jasmine melotot sebal, ia membuka pintu penumpang lalu mendorong Leah masuk.

"Aduh, Jasmine! Kau iniii! Kepalaku terbentur!" omel Leah, Jasmine tertawa. Aksi mereka dilihat oleh tiga penjaga Club yang juga terkikik geli.

"Dengar ya, Leah Tussand, artis yang katanya terkenal, kau itu harus menurut padaku! Jika tidak maka aku akan mengacak-acak lemari pakaianmu!" ancam Jasmine, Leah mendelik, ia menyentil dahi Jasmine.

"Aw! Sakit, bodoh!" teriak Jasmine kesal, Leah tertawa senang tapi kemudian ia menurut untuk tidak menyetir. Jasmine tersenyum senang, kemudian ia masuk kr dalam mobil dan mulai menyetir.

Di dalam perjalanan, Leah mengeluarkan sesuatu, "Bagaimana jika kita bernyanyi?" tanya Leah. Jasmine mengangguk setuju, Leah menekan tombol tape recorder untuk merekam suara mereka.
Mereka mulai bernyanyi dengan suara keras, lalu Leah berhenti bernyanyi.

"Ada apa?" tanya Jasmine, Leah menunjukkan barisan giginya yang rapi.

"Aku ingin ke toilet," kata Leah, Jasmine hanya mengangguk, Leah keluar dari mobil sambil membawa tape recorder.

"Ini bagus, ayo lanjutkan. Sedikit lagi peranku sebagai Jasmine akan berakhir," ucap Jasmine. Ah ralat, dia bukan Jasmine.

*

Jasmine dan Leah berada di ruangan yang gelap, Leah memincingkan matanya.
"Sangat gelap," gumam Jasmine.

"Ini rumahmu bodoh! Mengapa kau kebingungan sendiri?!" tanya Leah sebal. Jasmine tercengir kemudian menyalakan lampu. Mereka terdiam sejenak, kemudian mereka menjerit. Mereka berlari keluar rumah, Leah mengambil ponselnya ingin menghubungi polisi, namun seseorang memukul tengkuknya hingga ia pingsan.

Jasmine berteriak keras, "Leaahhh!" lalu ia mengambil tape recorder di tangan Leah dan mematikannya. Ia tersenyum iblis, lalu menyeret tubuh Leah kembali ke dalam rumah.

"Hebat, Athena(read, Athina/Atina)!" puji seorang pria, Jasmine menoleh.

"Kukira kau tidak akan mengenaliku, Aland." kata Jasmine--Athena-- sambil menatap Aland dengan tatapan malas.

"Tentu aku mengenalimu, he he he." sahut Aland, ia membantu Athena untuk menyeret tubuh Leah.

Mereka masuk kembali ke dalam ruangan yang tadinya gelap. Ternyata yang membuat Leah menjerit adalah, mayat-mayat manusia dengan kondisi mengenaskan tergantung di langit-langit ruangan. Lalu ada seorang pria yang sedang menggigiti dan mengunyah daging dari mayat tersebut.

"Ew! Jim! Hentikan memakan mereka!" teriak Aland jijik. Jim terkekeh, ia berjalan mendekat sambil membawa sesuatu, jempol kaki salah satu mayat.

"Mau?" tawar Jim dengan ekspresi jenaka nya.

Athena tertawa keras, "Aku bukan kanibal, tapi aku suka darah." tolak Athena.

"Ahh kau harus mencobanya sekali-kali, daging mereka manis kau tahu?" Jim menunjuk mayat-mayat yang tergantung.

"Tidak, dan tidak ingin tahu." jawab Athena dan Aland serempak. Jim mencibir lalu kembali memakan daging-daging itu. Athena memutar bola mata, ia menarik tubuh Leah dan membaringkannya di atas meja kaca, lalu membuka semua pakaian Leah hingga kini Leah tak mengenakan pakaian apapun.

"Indah sekali tubuhnya, aku ingin memakannya." gumam seseorang, Athena memutar bola mata, lagi.

Ia menoleh dan melemparkan pakaian Leah ke wajahnya, "Makan saja yang kau pikirkan! Setelah dia mati, akan ku bagi dagingnya kepadamu, Jimmy." ketus Athena. Jim tertawa lalu mengambil ponselnya dan mulai merekam daging di atas piring.

Athena berganti dengan jubah abu-abu dan bertudung dan membawa sebuah cutter, Jim mengarahkan kamera ponselnya ke Athena yang kini wajahnya sudah di tutupi oleh topeng. Lalu mengarahkannya ke Aland yang juga mengenakan topeng.
Kamera mengarah ke tubuh Leah yang telanjang, perlahan Athena menggoreskan cutter nya ke leher Leah dan menekannya hinga mengucur darah, lalu menariknya ke bawah hingga pusar.

Leah berteriak ketika merasakan perutnya terobek, ia menatap ke arah Athena, matanya terbelalak.
"K-kau!" pekiknya tertahan. Athena mengangguk lalu mencekik Leah dengan kuat, Aland memegangi tangan Leah dan mengikatnya.

"Jim! Jangan terus merekam bodoh!" umpat Aland sebal, Jim tertawa tapi tak menghentikan kegiatannya merekam.

Leah memberontak minta dilepaskan, tapi tak bisa. Karena ikatan ditangannya sangat kuat, Leah menangis ketakutan.
"Dimana Jasmine? Apa ia baik-baik saja? Jangan sakiti sahabatku, aku sangat menyayanginya." tanya Leah sambil memohon dan menangis. Athena terdiam, ia membaca pikiran Leah, Leah takut sahabatnya terluka.

"J-Jasmine..., d-dia...--" Athena memegangi kepalanya yang mendadak sakit, ia teringat kata-kata kakaknya, Flynn.
Athena mengerang kesakitan membuat Leah kebingungan, terlihat kilatan ungu. Athena kembali mengerang pelan, kemudian ia menatap Leah.

"J-jasmine? Kemana Jasmine?! Jangan lukai adikku, bajingan! Dima--aaaakkhhh!"

Perlahan ia mengambil sapu tangan dan mengelap darah di leher dan dada serta perut Leah dengan hati-hati. Kemudian mengambil kotak P3K dan mengobati luka Leah, entah apa yang terjadi pada gadis itu. Ia tiba-tiba mengobati Leah, tapi wajahnya menunjukkan raut dingin dan datar.

"A-athena?" panggil Aland ragu. Athena menoleh, matanya memancarkan aura gelap. Sangat dingin dan mengerikan.

"Aku. Bukan. Athena!" tekannya.

"Aku Jasmine," lanjutnya dingin.

"Jasmine?!" pekik Jim, ia melemparkan ponselnya lalu memeluk Jasmine. Dengan kasar Jasmine melepaskan pelukan.

"Sekali lagi kau melakukan itu, I'll cut your balls." ancam Jasmine dingin. Jim terkekeh lalu kembali mengambil ponselnya.

Jasmine mengambil pakaian Leah dan memberikannya pada Leah, lalu membuka ikatan tangan Leah.
"Pakai pakaianmu," suruh Jasmine, Leah menurut meski kebingungan.

Setelah selesai, Jasmine menarik tangannya masuk ke dalam mobil, Leah menatap Jasmine takut-takut. Jasmine membuka topengnya, Leah tambah terkejut.
"Stefan! Ambilkan koper berisi emas yang diberikan Natalie Daton padaku!" teriak Jasmine.

"Baik nona!" terdengar balasan dari Stefan, Jasmine mencengkram stir nya kuat-kuat. Kemudian menghela nafasnya sat mendengar suara pikiran Leah yang terus bertanya siapa Jasmine sebenarnya.

"Aku adalah pembunuh, Leah." jawab Jasmine sambil menoleh ke arah Leah. Leah terkejut, ia menatap dadanya yang masih terasa sakit.

"K-kau pembunuh?" tanya Leah--sekali lagi-- memastikan. Jasmine mengangguk.

"Sudah berapa lama?" tanya Leah pelan.

"Sembilan tahun," jawab Jasmine dingin. Leah terbelalak, ia dan Jasmine bersahabat sejak berumur 18 tahun. Dan sekarang usia Jasmine sudah 22 tahun.

"Mengapa kau ingin membunuhku Jasmine? Aku sahabatmu, bukan?" tanya Leah sambil menangis.

"Ya, kau sahabatku." jawab Jasmine. Leah baru membuka mulutnya saat Stefan datang dan membawa sekoper emas.

"Ini nona," kata Stefan sambil memberikan koper itu. Jasmine mengambilnya lalu seger pergi.

Mobil melaju sangat cepat, Jasmine mengabaikan tatapan dari Leah yang masih terkejut dan yeah sedih.
Hingga mereka tiba di..., rumah sakit. Jasmine keluar dari mobil, Leah pun keluar.
"Ayo, kau harus mendapatkan perawatan." ucap Jasmine. Leah tersenyum lalu mengikuti Jasmine.

Jasmine mengobrol dengan resepsionis lalu menunjuk Leah, para fans Leah yang melihat Leah langsung heboh. Leah kerepotan, tiba-tiba ia ditarik oleh seseorang. Jasmine.
"Jika kalian mengganggu sahabatku, maka kalian akan menyesal!" ancam Jasmine. Terdengar sorakan mencela saat mendengar ancaman Jasmine, namun Jasmine tak peduli. Ia menarik tangan Leah menuju kamar VVIP.

"Berbaringlah, sebentar lagi suster akan datang. Aku akan pergi untuk mengembalikan semua emas itu pada Natalie." ujar Jasmine.

"Emas untuk apa?" tanya Leah. Jasmine menampakkan wajah datarnya.

"Bayaran untuk membunuhmu," jawab Jasmine santai.

Ia tersenyum singkat kemudian keluar dari ruang rawat, Leah tertegun, Natalie Daton ingin ia mati? Dengan menyuruh Jasmine Desmarais, sahabatnya? Namun ia tersenyum saat Jasmine tidak membunuhnya, ia tahu bahwa sahabatnya tak akan melukainya.

***

Jasmine mengendarai mobilnya menuju rumah Natalie, ekspresinya dingin. Kemudian ia memberhentikan mobilnya, memakai topengnya dan berjalan memasuki halaman rumah Natalie. Ia masuk dengan merusak gagang pintu dengan kapaknya.

Terdengar suara ribut dari dalam, seorang pria paruh baya berteriak sambil menunjuk Jasmine. "Siapa kau?!" bentaknya.

"Aku..., malaikat maut mu." jawab Jasmine, matanya berkilat biru. Athena's back.

Muncul beberapa orang berbadan besar, jumlahnya sekitar 7 orang, ada beberapa pelayan wanita. Wanita paruh baya kembali meneriaki Athena, lalu seorang gadis muda datang. "Jasmine?" panggilnya ragu.

Athena menoleh. "Natalie..." desisnya pelan. Natalie berjalan menghampiri Athena yang ia kira sebagai Jasmine. Athena melemparkan koper berisi emas, Natalie kebingungan melihatnya. Tapi kemudian sebuah senyuman mengejek ia berikan pada Athena.

"Kau gagal, hahaha. Sudah kuduga." ucapnya meremehkan. Sebelah tangan Athena dimasukkan ke dalam saku jas, menggenggam erat pistolnya.

"Aku memang gagal," sahut Athena, Natalie mengangkat tangannya lalu memberi kode pada pria berbadan besar. Pria-pria itu menodongkan pistol ke arah Athena.

"Kalian ingin kenal aku terlebih dahulu, atau..., ingin segera mati?" tanya Athena. Terdengar tawa meremehkan.

"Untuk apa mengenal pembunuh yang bahkan tidak bisa membun--"

"Namaku adalah Athena Kirsty Peronel, aku anggota dari Butterfly Devil, julukanku adalah Grey Hoodie." Athena memotong ucapan Natalie yang sekarang tertawa, diikuti tawa pria berbadan besar, pelayan, dan kedua orang tuanya.

Athena mengeluarkan pistolnya dan menembak kepala salah satu pelayan, yang langsung disambut jeritan terkejut dan ketakutan dari pelayan lainnya. Kemudian dengan santai ia memasukkan pistolnya ke dalam saku jas nya.
Natalie menganga, Athena mengambil kembali pistolnya dan menembak ketujuh pria berbadan besar itu tepat di jantung mereka.

Ibu Natalie menjerit, ia mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi polisi. Namun Athena menembak lengannya hingga ponsel itu jatuh, ayah Natalie berteriak marah, ia mengambil pisau dan berlari ke arah Athena. Satu meter jarak mereka hingga..., Athena memenggal kepala ayah Natalie dengan kapaknya. Kepala ayah Natalie menggelinding jauh, tepat di kaki istrinya yang langsung menjerit sambil menangis.

Natalie terkejut, ia mengambil pisau dan ingin menyerang Athena. Namun Athena menendangnya, Natalie tersungkur. Perhatian Athena beralih ke empat pelayan yang masih terdiam ketakutan, mereka menangis. Athena menghampiri mereka dan menebas kepala mereka satu persatu dan memotong tubuh mereka.

Ibu Natalie menangis ketakutan sambil memegangi kepala ayah Natalie. Athena menghampirinya lalu menjambak rambut ibu Natalie, Athena menariknya ke atas agar ibu Natalie berdiri.
"Anakmu menyuruhku membunuh seseorang, ia memberikanku sekoper emas, namun aku gagal membunuh targetku. Targetku sekarang adalah..., kalian" bisik Jasmine.

Natalie berusaha menolong ibunya, namun perutnya terasa sangat sakit setelah Athena menendangnya. Ia melihat Athena mengambil pisau buah, kemudian mengambil kursi dan mengangkat sebelah kakinya ke kursi. Ia mengikat tangan ibu Natalie dengan kabel. Tangannya tetap menjambak kuat rambut ibu Natalie.

Natalie menangis memohon ibunya agar dilepaskan, namun Athena mengabaikannya. Perlahan pisau itu didekatkan ke leher ibu Natalie, dn mengirisnya perlahan. Terdengar jeritan dari ibu Natalie, Natalie menangis tak sanggup mendengar apalagi melihatnya.

Athena kembali mengiris leher ibu Natalie dan memotong nadi leher ibu Natalie. Tangannya menggapai bubuk cabai dan dengan santai menaburkannya ke leher ibu Natalie. Jeritan keras lolos dari mulut ibu Natalie, dengan geram Athena mengambil bom rakitan sebesar kelereng, menyalakan timer nya kemudian menendang tubuh ibu Natalie setelah memasukkan bom itu ke dalam mulut ibu Natalie.

Athena menghampiri Natalie dan menyuruh gadis itu membuka mata dan menghitung.
"Buka matamu, hitung mundur dari 10." suruh Athena, Natalie menurut.

Ia menghitung mundur, hingga akhirnya hitungan terakhir. Ibu Natalie menatap Natalie sebelum kepalanya meledak dan isi kepalanya terciprat ke mana-mana, termasuk ke pakaian Natalie. Natalie berteriak histeris, ia menatap cairan kental berwarna putih seperti pasta gigi yang tercampur dengan darah yang terciprat ke piyamanya.

"Itu otak ibumu," kata Athena malas, Natalie kembali berteriak histeris, ia mengeluarkan semua makanan yang ada di perutnya saat bau amis darah menusuk indera penciumannya.

Athena merasa telinganya berdengung mendengar teriakan Natalie, ia menarik rambut Natalie dan menyeretnya ke luar rumah. Lalu mendorongnya masuk ke dalam mobil, Athena membawa mobilnya menuju markas Butterfly Devil.

Sesampainya di sana, ia memanggil mantan napi yang gila nafsu kemudian mendorong Natalie ke hadapan mereka--4orang pria--.
"Bonus bulanan," ucap Athena lalu pergi dari situ. Terdengar jeritan dan rintihan setelah Athena keluar dari ruangan itu. Para napi itu melecehkan Natalie.

Satu jam kemudian, Athena kembali datang, ia menyeret tubuh Natalie yang tak berdaya. "Alejandro, Jim!" teriak Athena.

"Y-ya nona?" tanya Alejandro gugup. Di sampingnya Jim sedang mengigiti daging dari jari salah satu mayat yang tergantung.

"Ikut aku!" ucap Jasmine sedikit meninggikan suaranya, lalu menyuruh mereka berdua untuk menyeret Natalie yang setengah sadar.

Mereka masuk ke dalam mobil, lalu menuju jalan raya yang sepi karena ini sudah sangat larut. Lalu dengan kasar Alejandro menarik tangan Natalie, ia menyuruh Natalie berdiri tepat di tengah jalan. Natalie sudah pasrah, ia berdiri di tengah jalan.

Alejandro kembali masuk ke dalam mobil, Athena menginjak pedal gas dengan kuat. Lalu dengan sadis ia menabrak tubuh Natalie dan melindas tubuh Natalie, terdenar jeritan dari Natalie. Athena memundurkan mobilnya yang lagi-lagi melindas tubuh Natalie, hal itu ia lakukan berulang kali. Hingga akhirnya ia bosan dan sedikit menjauh.

Athena mengambil ponselnya dan menelepon 911, "Hai! Aku Grey Hoodie, aku baru saja membunuh keluarga Daton, dan yeahh aku baru saja melindas tubuh Natalie Daton. Di jalan ****** Street, bye!" ucap Athena tanpa menunggu jawaban langsung menutup telepon dan membuang ponselnya ke depan kemudian melindasnya hingga hancur.

Setelah itu mobil melaju pergi, meninggalkan mayat Natalie yang hancur.

***

Athena Kirsty Peronel

Julukan : Grey Hoodie
Senjata dan cara membunuh :
Athena lebih suka melihat korbannya hancur, entah itu tubuh atau kepalanya. Yang jelas, melihat tubuh dengan organ dalamnya keluar dari tubuh korbannya yang hancur. Adalah kebanggan tersendiri bagi Athena. Senjata, ia memilih semua senjata sebagai alat penyiksaan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience