5. No Ones Know

Mystery & Detective Series 2795

Jasmine menatap dingin pada sekumpulan remaja mabuk yang rata-rata usianya diatas 18 tahun, 8 lelaki dan 6 gadis. "Jadi, apa yang bisa kau lakukan?" tanya salah seorang diantara mereka.

"Apa yang kau inginkan?" Jasmine balik bertanya, terdengar kikikan tertahan dari para remaja itu. Jasmine tak merubah sedikitpun ekspresi dinginnya, malah semakin dingin.

"Aku ingin kau membunuh polisi di sana." tunjuk remaja tadi pada seorang polisi wanita bertubuh gempal. "Tidak ada yang lain?" tanya Jasmine malas, kali ini yang terdengar adalah bisikan penuh ejekan dari para remaja itu.

"Apa kau takut?" tanya seorang gadis dengan rambut merah menyala. Ia tersenyum mengejek saat Jasmine diam tak menjawab.

"Begini saja, jika kau berhasil membunuh polisi itu, Bugatti itu milikmu." tunjuk si gadis pada mobil di belakangnya. Jasmine tetap bungkam, malas menanggapi si gadis berambut merah.

"Bagaimana jika aku berhasil membunuh polisi itu, kau juga harus membunuh wanita di sana?" tantang Jasmine sambil menunjuk seorang wanita yang sedang duduk sambil mengelus bayi dalam kandungannya yang sudah membesar, menunggu jemputan.

Hening... Hingga gadis tadi tertawa keras, diikuti tawa teman-temannya. Ia menatap Jasmine kemudian mengangguk setuju.
"Aku adalah kaca, dan kau adalah kau. Alu bisa menjadi refleksimu, mengikuti apa yang kau lakukan. Jika kau menyerang, aku menyerangmu." Jasmine mengucapkannya dengan dingin, membuat keempat belas remaja itu bergidik.

Jika bukan karena tanpa sengaja Jasmine menabrak salah satu teman mereka, ia tak mau berurusan dengan remaja-remaja bodoh itu. Tengah malam seperti ini, harus berurusan dengan orang-orang bodoh, bukanlah sesuatu yang menyenangkan. "Tunggu di sini, jika ada yang kabur, kupastikan kalian menyesal." ancam Jasmine. Dengan mantap mereka mengangguk, masih meremehkan Jasmine.

Dari awal, Jasmine sama sekali tak melepas topeng--setengah wajah--nya. Sehingga para remaja itu tak mengetahui wajah asli Jasmine, lalu dengan penutup kepala serta jaketnya, yang mendukung rahasia identitasnya. Jasmine berjalan anggun mendekati polisi wanita yang sedang duduk sambil membaca koran.
"Excuse me, boleh saya bertanya?" tanya Jasmine. Polisi itu menoleh kemudian mengangguk.

"Ya silahkan," jawabnya cuek. Jasmine tersenyum miring.

"Apa permintaan terakhir anda?" tanya Jasmine santai. Polisi itu mengerutkan dahinya bingung, ia menatap Jasmine dengan heran. Ada apa dengan gadis di hadapannya ini.

"Ah, kita harus berkenalan dulu, namaku Jasmine Desmarais." Jasmine mengulurkan tangannya, polisi itu menatap uluran tangan Jasmine, matanya menyipit saat melihat sebuah tato bergambar barcode.

Polisi itu membulatkan matanya, ia tahu, sangat tahu mengenai barcode itu. Tanda dari seorang Devil Knight.
"Ah kau mengenalku rupanya, bagaimana jika aku hancurkan dulu setiap CCTV yang ada? Hmm, tapi itu tak akan menyenangkan. Aku ingin orang lain melihat bagaimana kau mati." ujar Jasmine.
Polisi itu terlihat ketakutan, ia meraih pistol dan mengarahkannya pada Jasmine dengan tangan bergetar.

"Aku sudah pernah ditodong pistol, pisau, pedang, bahkan tombak. Yang harus kau lakukan, menodongku dengan meriam." Jasmine tertawa pelan, namun berbeda dengan sorot matanya yang penuh hasrat membunuh.

"Pergilah kau!" teriak polisi itu, Jasmine memejamkan matanya sejenak, ia lalu membuka kembali matanya. "Apa kau tahu bahwa aku benci teriakan?" tanya Jasmine datar.

"Kau tak ubahnya dari seorang jalang!" polisi itu rupanya mengumpulkan semua keberaniannya. Ia menunjuk Jasmine dengan pistolnya, Jasmine masih tenang.

"Satu peringatan yang terabaikan," kata Jasmine malas. Ia merogoh saku celananya, lalu mengambil sebilah pisau yang sangat tajam.

"Mau apa kau?!" pekik polisi itu, Jasmine tersenyum miring, lalu dengan cepat ia menarik tangan si polisi dan mengirisnya. Si polisi menjerit kesakitan, remaja-remaja yang melihatnya hanya tertawa karena efek mabuk.

Jasmine membuang potongan tangan si polisi, ia menjambak rambut si polisi kemudian mengambil sebuah gelas dan menghantamkannya ke kepala si polisi berulang kali hingga gelas itu pecah.
"Le-hikss-paskan aku," mohon si polisi.

Jasmine tak menggubrisnya, ia mengambil pecahan gelas kemudian menusukkannya ke mata si polisi. Jeritan keras kembali terdengar.
"Aku menyukai orang yang suka memohon," bisik Jasmine, ia menusukkan pisaunya ke tengah leher si polisi hingga pisaunya tembus dan menancap di meja.

Jasmine mengambil sesuatu dari saku jas nya, sebuah pisau yang lebih kecil dan menancapkannya pada dada si polisi lalu menariknya dan menuliskan huruf 'J'.
Jasmine mengambil kembali pisaunya yang menancap di leher si polisi dan mulai memotong kepala polisi yang tentu saja sudah tak bernyawa.

Setelah kepala itu terlepas, Jasmine menariknya dan menaruh setangkai mawar hitam. Ia menenteng kepala polisi itu kemudian menghampiri sekumpulan remaja yang madih tertawa.
"Ini," Jasmine melemparkan kepala polisi itu kepada gadis yang menantangnya. Gadis itu menjerit, ia mengamati wajah Jasmine yang tertutup topeng. Topeng itu dipenuhi oleh darah, si gadis bergidik kemudian melemparkan kembali kepala itu.

"Sekarang giliranmu," Jasmine memberika pisau yang ia pakai untuk memotong kepala polisi tadi. Si gadis melihat simbol black rose pada bilah pisau tersebut. Mendadak rasa mabuknya hilang, tergantikan oleh rasa takut luar biasa.

"Ada apa? Kau terkejut?" tanya Jasmine sinis. Gadis itu mundur perlahan, ia berbalik kemudian berlari menjauh membuat teman-temannya yang lain bingung.

"Teman kalian gagal melakukan tantangan, sekarang kalian pulanglah." suruh Jasmine dingin. Para remaja itu mengendikkan bahu mereka kemudian pergi sambil sempoyongan.

****

"Wah, semakin hari, permainanmu semakin mengasyikan, Jasmine." ucap seorang pria saat melihat tayangan di televisi tentang pembunuhan seorang polisi.

"Jord!" panggilnya sambil berteriak. Seorang pria datang, ia mengenakan topeng seluruh wajah, hingga sulit menebak wajah aslinya.

"Ya Tuanku?" tanya Jord sopan, pria itu menunjuk televisi.

"Awasi terus gadisku," suruhnya pada Jord, Jord tersenyum lalu mengangguk.

"Tentu tuan," jawab Jord, ia tersenyum menatap televisi. Bukanlah hal sulit untuk mengawasi Si Psikopat Cantik, itulah yang ada dipikirannya.

Sementara di tempat lain, Jasmine sedang makan bersama Aland, suasana hening tercipta. Hingga akhirnya Aland membuka mulut untuk bicara.
"Bagaimana?" tanya Aland ambigu.

"Bagaimana apanya?" Jasmine balik bertanya dengan acuh.

"Kau sudah tahu apa yang kumaksud, Jasmine." kata Aland, Jasmine menaruh sendoknya kemudian bersender pada punggung kursi sambil menyilangkan tangannya.

"Menyedihkan, kurasa. Entahlah." jawab Jasmine singkat.

"Jadi benar?" tanya Aland lagi, Jasmine mengangguk.

"Ya, bersama jalang sialan itu." jawab Jasmine penuh kebencian.

"Bukankah kau bisa membunuh jalang itu?" Aland meneguk minumannya, Jasmine berdecih sinis.

"Menurutmu?" Jasmine balas bertanya dengan sarkas.

"Ya kau bisa, namun kau tak bisa." sahut Aland penuh ejekan.

"Nanti, akan kulakukan." ucap Jasmine ragu, ia menatap ke belakang Aland. Sebuah foto seseorang dengan pisau menancap dibagian mata foto orang itu. Jasmine bangkit dari duduknya, ia berjalan meninggalkan ruang makan.

"Aku tahu, sulit bagimu untuk membunuhnya." gumam Aland. Ia ikut menatap foto di belakangnya dengan wajah tanpa ekspresi.

Jasmine membiarkan angin laut menerpa tubuhnya. Kembali. Bayangan masa lalu membuatnya harus merasakan pusing hebat pada kepalanya.
"Jasmine, jangan bermain di tempat yang gelap!"

"Bukankah kakak yang bilang, bahwa aku adalah gadis tercantik di dunia?"

"Kau pembawa sial!"

"Jasmine, ayo bermain denganku!"

"Tapi aku menyukainya,"

"Biarkan dia dikurung!"

"Kau sama-sama tidak tahu malu!"

"Kau anak durhaka!"

Jasmine mengerang, ia menutup matanya. Kemudian kembali membukanya, kilatan biru terlihat jelas, Athena.
"Ohh our Jasmine, jika kau dan aku tak bisa melakukannya, mungkin yang lain bisa." Athena tersenyum miris.

Ia berdiri, jalannya sedikit sempoyongan. Namun ia berhasil menyeimbangkan tubuhnya.

*

"Alejandro!" teriak gadis bermata coklat itu. Datang seorang pria dengan terburu-buru, ia menunduk sebentar saat melihat gadis itu. Kemudian mengamati wajah gadis itu.

"Nona Athena, ada apa?" tanya Alejandro, Athena berjalan mendekat ke arah Alejandro, ia mengalungkan tangannya di bahu Alejandro. Athena tahu bahwa Alejandro menyukainya, pria itu menaruh hati padanya, atau tepatnya pada Jasmine.

"Siapkan air hangat, aku ingin mandi." bisik Athena di telinga Alejandro, ia mengecup pipi pria itu kemudian mundur dua langkah dan tersenyum. Alejandro merasakan jantungnya berdebar, ia mengangguk patuh lalu melaksanakan permintaan Athena.

Athena mengambil ponselnya yang baru saja ia beli, kemudian mengetikkan beberapa nomor dan meneleponnya.
Terdengar nada sambung, dinada ketiga, telepon diangkat. "Hallo?" sapa orang di seberang telepon.

"Hm, aku ingin menemuimu. Jack's Club at 11pm." kata Athena lalu memutuskan sambungan. Setelah itu, ia melempar ponselnya dan mengambil sebuah mini dress dan meletakkannya di atas ranjangnya.

"Nona, air hangatnya sudah siap. Ada lagi yang nona butuhkan?" tanya Alejandro yang baru muncul dari balik pintu kamar mandi Athena.

"No, nothing. Thanks Ale," ucap Athena sambil tersenyum tipis.
Alejandro mengangguk sambil tersenyum, ia menunduk sebentar kemudian keluar dari kamar Athena. Setelah Alejandro keluar, Athena melepas ikatan bathrobe nya kemudian melemparkannya sembarangan.

Ia masuk ke dalam kamar mandi dan mulai berendam. Ia memejamkan matanya, menikmati hangatnya air dan wanginya aroma lilin-lilin terapi.

"Aaaaaarrrggghhhh!"

Athena langsung terduduk saat tanpa ia sadari, ia tertidur beberapa menit. Dan mimpi yang sangat ia benci, hadir dan memukul ingatannya. "Sialan!" maki Athena pelan. Ia berdiri, kemudian mengguyur tubuhnya dengan air dari shower.

Athena mengambil handuk dan melilitkannya pada tubuhnya lalu ke luar dari kamar mandi. Athena mengenakan dress-nya yang berwarna jingga.
Setelah berdandan sedikit, dan menyemprotkan parfum ke sekitar leher dan tangannya, Athena mengambil high heels berwarna hitam dan memakainya.

"Pisauku..., di mana aku menaruhnya ya? Apak-- ahh! Itu dia!" Athena segera mengambil pisaunya. Matanya menatap cincin yang ada di dalam kotak beludru kemudian memakainya.

"Baiklah, cuk-- tapi..., tanpa pistol? Ahh kubawa saja." gumam Athena, ia mengambil pistol kemudian memakai jubah abu-abunya.

Athena keluar dari kamarnya, ia kembali berteriak.
"Jimmy Gladwin!" ia memanggil sahabatnya, Jim, si kanibal gila.

Jim datang dengan membawa sepotong daging di tangannya. Tentu saja daging manusia.
"Ewh, disgusting! Ayo ikut aku!" ajak Athena, Jim menyeringai jahil. Ia menyodorkan daging yang tinggal setengah kepada Athena.

"Aku, Jasmine, Lily, Michelle tak menyukai daging manusia! Mungkin
saja Cliff menyukainya, mengingat ia jarang sekali muncul." Athena bergerak menjauhi Jim. Jim melahap daging itu sekaligus, kemudian setelah dagingnya tertelan sempurna, ia kembali bicara.

"Ah iya, Cliff jarang sekali muncul. Terakhir kali aku bertemu dengannya, itu sekitar 5 tahun lalu saat Jasmine hampir saja tertangkap 50 FBI, dan 100 CIA." ucap Jim sambil berusaha mengingat.

"Yep, aku juga pernah berkomunikasi dengannya. Tapi, ia begitu sombong, melebihi Jasmine dan Michelle. Menyebalkan!" dengus Athena.

"Ayo, kita akan pergi berburu. Kau boleh memakan buruanmu langsung di tempat." ajak Athena, Jim tertawa girang lalu mereka pergi dengan motor masing-masing.

Jangan berpikir bahwa Jim adalah pria tinggi, kurus, dengan mata cekung, rambut tipis serta tak terawat. Tidak. Salah!
Ia adalah pria tampan, dengan tubuh berotot, rambut rapi dan mata abu-abunya yang bening. Jangan lupa senyuman jenakanya yang menipu.

Ia salah satu member tetap di beberapa Club malam. Setiap wanita yang terjerat pesonanya, akan ia bawa ke rumahnya, bersenang-senang dengan tubuh semua wanita itu, kemudian ia membunuh mereka dan memakan dagingnya.

"Jika dipikir-pikir, kita cocok!" teriak Jim karena jarak mereka cukup jauh dan teredam oleh deru motor.

Athena mendelik, Jim? Jimmy? Jimmy Derek Gladwin?! Oh, tentu saja tidak! "Mimpimu terlalu tinggi! Pria membosankan sepertimu, bahkan untuk sehari tidak memakan daging saja tak bisa!" ketus Athena.

"Ayolah, sekaliii saja. Kita bisa bersenang-senang kemudian hidup bahagia bersama anak-anak kita." rayu Jim. Athena bergidik, se-gilanya Athena, ia masih waras untuk tidak menikah dengan Jimmy!

"Menikahlah saja dengan tumpukan daging manusia!" hardik Athena lalu menambah kecepatan motornya. Di belakang, Jim terbahak. Menyenangkan membuat Athena marah.

***

Athena memarkirkan motornya di depan sebuah halaman gedung.
"Nona, anda tidak bisa memarkirkan kendaraan anda di sini." ucap seorang security.

"Lalu?" tanya Athena menantang.

"Anda harus memarkirkannya di parking area." jawab security tersebut sopan tapi tegas.

"Oh, aku tidak mau." sahut Athena santai. Security itu menggeram, ia menatap tajam pada Athena.

"Apa? Kau ingin marah?" tantang Jasmine.

"Anda harus memindahkan kendaraan anda!" gertak security tersebut.

Athena mengabaikannya, ia memasuki lobby gedung dengan santai.
Ia tersenyum masam saat melihat seorang pria tampan dengan seorang wanita cantik. Ia merubah ekspresinya kemudian menghampiri mereka berdua.

"Hai Mr. Alberthart dan Mrs. Alberthart!" sapa Athena riang. Kedua pasangan itu menoleh dengan senyuman lebar.

"Hai Ms. Athena!" sapa Mr. Alberthart sopan. Athena memutar bola mata saat mendengar sapaan Mr. Alberthart.

"Oh tentu saja 'Ms. Athena'!" sinis Athena. Mr. Alberthart dan Mrs. Alberhart tergelak mendengar nada sinis Athena.

"Hahaa kau ini pemarah sekali Athena, ayolah, Keenan hanya bercanda." goda Mrs. Alberthart. Mr. Alberthart tertawa keras, ia memukul pelan bahu Athena.

"Benar, sahabatmu yang tampan ini hanya bercanda, Athena." ucap Keenan--Mr. Alberthart-- sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Lupakan sajalah!" ketus Athena, lagi, kedua pasangan di hadapannya tertawa.

"Bagaimana jika kita mengobrol di dalam?" tawar Selena, wanita yang dipanggil Mrs. Alberthart.

"Ide bagus!" sahut Athena. Mereka bertiga masuk ke dalam ruangan bergaya eropa lalu duduk bersama di sofa yang berada di pojok ruangan.

"Ada apa Athena?" tanya Selena.

Athena tersenyum manis, ia berdeham sebelum berbicara. "Begini, bukankah kalian memintaku untuk mencarikan dekorasi unik untuk pernikahan kalian?" tanya Athena riang. Selena dan Keenan mengangguk bingung.

"Nah! Aku sudah menemukannya!" seru Athena senang. Selena dan Keenan saling bertatapan kemudian tersenyum lebar.

"Bagus! Jadi bagaimana?" tanya Selena antusias. Athena mulai menjelaskan ini dan itu. Keenan dan Selena mendengarkannya dengan baik.

"Ahhh aku sangat menyukainya! Baaimana kau bisa memiliki ide seindah itu?" tanya Selena sambil memuji. Athena tertawa pelan, ia menatap kedua pasangan di hadapannya secara bergantian.

"Hmm, mudah saja, aku punya imajinasi yamg tinggi!" Athena menepuk dadanya dua kali, sombong. Selena dan Keenan terbahak mendengarnya.

"Baiklah, Ms. Athena." sindir Keenan, Athena mencebikkan bibirnya, tapi kemudian ia tertawa.

"Ah, sudah mulai sore, aku harus segera pulang." kata Athena menyesal. Selena dan Keenan tersenyum menenangkan.

"Oh tak apa, pulanglah, lagipula sebentar lagi malam tiba. Aku khawatir kau tak mempunyai keberanian untuk berkendara di malam yang gelap." ledek Selena. Athena memutar bola matanya kesal.

"Oh tentu saja, Mrs. Alberthart." sindir Athena, Selena dan Keenan tertawa.

"Baiklah, aku pulang dulu. Bye," Athena melambaikan tangannya kemudian ke luar ruangan. Ia berhenti satu meter di depan pintu. "Keren sekali," ucapnya sinis, lalu pergi menuju motornya.

"Mana si kanibal Jim?" gumam Athena pelan, ia mencari Jim dan menemukan Jim sedang make out bersama seorang resepsionis disebuah gudang.

Jim meraba setiap jengkal tubuh si resepsionis, Athena memperhatikan mereka dengan jijik. "Jim!" panggil Athena geram.

Mereka berdua tersentak, si resepsionis merapikan rok nya yang berantakan. Sedangkan Jim mengumpat karena kegiatannya terganggu. "Kau harus bersyukur karena aku datang, jika tidak, kau akan 'dimakan' oleh Jim." ucap Athena.

Si resepsionis malah tersipu karena mengartikan 'makan' sebagai hal lain. Bukan 'makan' seperti menyuapkan makanan ke dalam mulut, mengunyah, kemudian menelannya. Ia berpamitan dan segera pergi. "Apa ia bodoh? Mengapa ia malah tersipu?" Athena mengernyit heran.

"Hahaahahaa lupakan saja. Kita berburu sekarang?" tanya Jim, Athena mengangguk kemudian mereka pergi.

****

Athena menyeringai ketika melihat seorang gadis yang berjalan sendirian di jalan yang gelap. Ia turun dari motornya kemudian menghampiri si gadis. "Hai, mengapa kau sendirian?" tanya Athena sambil menepuk bahu si gadis.

"Astaga! Kau membuatku kaget Nona!" pekik gadis itu tertahan. Athena tertawa menunjukkan deretan giginya yang rapi.

"Oh, maafkan aku." kata Athena akhirnya. Gadis itu mengangguk, ia memperhatikan Athena.

"Kau orang Asia?" tanya gadis itu. Athena mengangguk mengiyakan.

"Yaa, aku orang Korea." kata Athena. Gadis itu mengangguk mengerti, "mengapa kau sendirian?" tanya Athena mengulang pertanyaannya tadi.

"Aku baru pulang dari rumah nenek ku, ternyata hari sudah larut. Tak ada kendaraan, jadi aku terpaksa berjalan kaki. Dan kau? Apa yang kau lakukan di sini?" tanya gadis itu. Athena menunduk sebentar kemudian tersenyum miring.

"Berbicara dengan korbanku selanjutnya." jawab Athena dingin. Ia mengeluarkan pisaunya kemudian menusukkannya pada si gadis, tepat di bahu kanan.

"Do you still remember me? Yesterday, in Police Office. I killed the police, and you run away from me. Remember?" tanya Athena datar. Gadis itu mendelik terkejut, ia melihat tato black rose pada leher Athena sebelah kanan.

"Don't kill me, please. Aku masih ingin hidup," mohon gadis itu. Athena tertawa keras, ia berteriak agar Jim mendekat, kemudian menyuruh Jim membereskan si gadis. Jim menarik tangan gadis itu ke balik semak lalu tak lama terdengar kain sobek dan jeritan si gadis.

Athena terkekeh, ia berjalan ke motornya lalu pergi menuju Jack's Club. Menemui orang yang ia telpon kemarin.
Sesampainya di JC, Athena segera masuk ke dalam Club. Ia melihat seorang pria yang sedang bermain poker.
Ia menghampiri pria itu dan menariknya menjauh dari bisingnya musik.

"Hai babe, sudah lama tak bertemu. Aku merindukanmu." kata pria itu, ia tersenyum hingga kedua lesung pipinya terlihat. Menambah kerupawanan pria itu.

"Tutup mulutmu Niel. Berikan barang itu padaku!" gertak Athena. Niel-Nathaniel- tertawa mendengar gertakan Athena. Ia menarik pinggang Athena merapat ke tubuhnya.

"Apa kau tak merindukanku sayang? Bagaimana keadaan Luke?" tanya Niel. Athena meradang mendengar nama 'Luke' disebut oleh Niel.

"Jangan.sebut.namanya!" desis Athena. Matanya berkilat putih, Jasmine.

"Kau tak pantas menyebut namanya!" ucap Jasmine dingin. Niel mengangkat sebelah alisnya, kemudian ia tersenyum.

"Ah Jasmine, kau kembali Ma Chery." kata Niel. Jasmine diam tak menggubris, ia menatap tajam pada Niel. Namun Niel tak merasa takut, ia dengan berani menarik Jasmine dan mencium gadis itu.

Jasmine tetap diam tak membalas ciuman dari Niel. "Masih seperti dulu, manis." gumam Niel sambil mengelap bibir Jasmine.

"Barangnya!" gertak Jasmine. Niel tertawa lalu merogoh saku jas nya, mengambil sebuah foto dan memberikannya pada Jasmine. Jasmine mengambilnya secara kasar, ia membalikkan tubuhnya hendak melangkah pergi.

Namun tangan kekar Niel memeluk tubuhnya dari belakang, Niel mengelus perut Jasmine. "Suatu saat, akan ada Nathaniel Junior di sini." kata Niel sambil mencium pipi Jasmine.

Rahang Jasmine mengeras mendengarnya, ia melepaskan pelukan Niel dan segera pergi meninggalkan Niel. "Lagi," gumam Niel. Ia mengambil ponselnya dan melihat fotonya bersama seorang anak kecil.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience