6. My Secret (Alter Ego)

Mystery & Detective Series 2795

Michelle memainkan pianonya dengan gerakan halus, di sampingnya, seorang pria dengan wajah penuh kemisteriusan sedang tersenyum menatap Michelle.
"Hentikan tatapanmu itu, atau aku akan mencabut dan mengiris bola matamu." ujar Michelle dingin.

Pria itu tertawa, "kau terlalu beku, Michelle." kata si pria.

"Pergilah Grant, kau membuat suasana menjadi buruk." usir Michelle malas. Grant tertawa mendengarnya, ia mengambil sesuatu dari dalam tas nya kemudian menunjukkannya pada Michelle. Michelle menatap benda di tangan Grant dengan marah.

"Jika kau melukainya, aku akan menembak kepalamu!" gertak Michelle.

"Oh tentu saja aku tak akan melukainya. Aku menyayanginya," kata Grant sambil tersenyum, Michelle membuang muka mendengarnya. Ia kembali menatap Grant dengan netra cokelatnya.

"Pergilah Grant, jangan tunjukkan wajahmu di hadapanku lagi." usir Michelle, lagi. Grant berdiri, ia ingin membuka mulut untuk bicara, namun hanya helaan napas saja yang terdengar. Ia menatap punggung Michelle kemudian pergi.

Michelle menatap pantulan dirinya di cermin, ia mengambil sebuah cutter kemudian mengiris lehernya. Tak ada darah yang mengalir dari bekas goresan di lehernya. Tak ada ringisan kesakitan dari mulut Michelle, karena ternyata ia mengenakan topeng yang mirip dengan wajah asli. Michelle merobek topeng itu kemudian membuangnya dikotak sampah.

Ia melangkahkan kakinya ke luar ruangan, mengambil kunci motornya, kemudian pergi ke suatu tempat.

*

"Yang kudengar dari gosip yang beredar, Black Rose itu pria dengan kelainan mental. Ia dulu sering masuk penjara!" seorang wanita berbisik pada teman yang berada di sampingnya.

"Kau ini! Mana ada pria dengan tubuh langsing seperti seorang gadis?!" sembur temannya.

"Kau benar juga, jadi..., Black Rose itu wanita?" tanya wanita tadi bingung.

"Tentu saja! Biasanya, seorang psikopat memiliki alasan tertentu yang mengubahnya menjadi monster mengerikan." ucap teman si wanita sambil menatap ke depan.

"Aku penasaran dengan masa lalu Black Rose," si wanita bergumam pelan.

"Aku pun sama penasarannya denganmu." sahut teman si wanita.

"Kira-kira, bagaimana masa lalunya ya?" si wanita mengira-ngira.

"Buruk." seorang pria tampan menanggapi.

Kedua wanita itu menoleh dan menatap bingung pada pria tampan itu.
"Maksudmu?" tanya si wanita. Pria itu terkekeh pelan mendengar pertanyaan si wanita.

"Masa lalunya buruk, sangat buruk." jawab pria itu sambil menatap kedua wanita itu.

"Err, maksudmu Black Rose?" tanya teman si wanita ragu. Pria itu mengangguk, kedua wanita itu saling berpandangan tak mengerti. Tapi kemudian kedua mata mereka melotot terkejut.

Satu pertanyaan di kepala mereka, apakah pria ini mengenal Black Rose?

Si pria melenggang pergi, membuat tanda tanya besar di kepala kedua wanita itu.
Sementara di luar, si pria menatap ponselnya dengan sendu.
"Haruskah berakhir seperti ini?" lirihnya.
Ia menatap langit, entah apa atau siapa yang sedang ia pikirkan. Tapi yang jelas, hal itu membuatnya merasa bersalah.

Di lain tempat, seorang gadis sedang bersantai di dekat kedai kopi. Ponselnya ia tempelkan pada telinga kanannya.
"Hallo?" sapa si gadis.

"Ya, apa kabar?" tanya suara diseberang. Si gadis mengernyitkan dahinya, bingung.

"Who are you?" tanya si gadis itu.

"Aku juga baik, terima kasih sudah bertanya. Sepertinya cuaca hari ini cukup dingin, kuyakin sweater merah mu cukup hangat." suara diseberang terdengar berat.

"Siapa kau?" tanya gadis itu dingin. Ia mengedarkan pandangannya mencari si penelepon.

"Apa yang sedang kau cari?" tanya suara disebrang. Si gadis kebingungan, ia menoleh cepat mencari orang yang meneleponnya.

"Dengar, aku tak suka bermain-main. Aku bisa menuntutmu!" ancam si gadis.

"Oh aku takut, tapi kurasa, ketakutan yang kau rasakan jauh lebih besar." terdengar tawa berat dari si penelepon.

Gadis itu mulai panik, "siapa kau?!" si gadis panik. Ia menatap ke segala arah, berusaha mencari orang misterius yang sedang meneleponnya.

"Aku berada di dalam gedung, kau tidak akan bisa menemukanku. Dan oh, kurasa Milk Tea mu sudah dingin," kata suara di seberang. Ia terkekeh, membuat si gadis ketakutan.

"Jangan macam-macam! Di sini banyak polisi yang sedang berpatroli! Aku bisa saja memenjarakanmu!" gertak si gadis, berusaha memberanikan diri.

"Oh ya? Apakah kau akan melapor pada polisi yang sedang duduk di arah utara?" tanya si penelepon datar, gadis itu menoleh ke arah utara. Ia melihat seorang polisi yang sedang memakan hotdog.

"Aku bisa saja membunuh polisi itu, atau kau ingin menjadi yang pertama? Kau boleh memutuskan panggilan setelah kepalamu berlubang." ucap suara penelepon, si gadis semakin ketakutan. Dari pantulan pintu kaca kedai kopi, sebuah titik--laser-- merah terarah ke keningnya.

"Apa yang kau inginkan?" tanya si gadis.

Suara di seberang tertawa dingin, "aku akan mengirimimu sesuatu. Harap kau lihat," setelah mengatakan itu, panggilan diputuskan. Beberapa menit kemudian, sebuah email masuk ke ponsel gadis itu.

C.tnD'benwick
"My Hero Dad? Whoahh, i think you are sweet daughter."
Tulisan beserta foto seorang pria yang sedang duduk di kursi kerja dan di belakang pria itu ada siluet tangan memegang kapak. Refleks si gadis menjerit, karena pria dalam foto itu adalah ayahnya.

Ponsel si gadis berdering, ia segera mengangkatnya. "Jangan kau ganggu ayahku!" teriak si gadis, membuat orang-orang di sekitar menatapnya aneh. Tentu saja, ia berteriak tidak jelas sambil bergerak gelisah.

"Memalukan, apa kau tidak lihat orang-orang menatapmu?" tanya si penelepon. Si gadis menoleh ke belakang, ia tak peduli dirinya menjadi pusat perhatian. Yang jelas, nyawa ayahnya jauh lebih penting.

"Jangan pernah kau ganggu ayahku! Atau aku yang akan membunuhmu!" ancam si gadis. Suara diseberang tertawa terbahak, suaranya dalam dan serak. Namun si gadis yakin bahwa si penelepon adalah wanita, ia yakin itu.

"Aku punya permainan menarik, jika saja kau bisa sampai di tempat polisi yang sedang duduk itu, dalam satu menit, maka ayahmu selamat." tantang si penelepon.

"Namun jika kau gagal..., akan ku lempar kepala ayahmu ke kaki mu. Dan kulubangi kepalamu dengan peluru emas milikku." tambah si penelepon misterius.

Si gadis meneguk salivanya dengan susah payah, ia melirik ke arah utara, tempat si polisi yang sedang makan hotdog dengan lirikan ragu. "B-baiklah, akan kulakukan." ucap si gadis sedikit ragu.

"Kau ragu, huh?" ejek si penelepon, gadis itu merasa geram karena diremehkan. Ia berdiri, merapikan sweater-nya, kemudian memutuskan sambungan dan bersiap berlari.

Dalam sebuah ruangan gelap, seorang gadis misterius berjubah dan bertopeng sedang duduk bersantai. Menikmati ketakutan dari si gadis, oh sungguh, rasanya menyenangkan ketika ia ditakuti banyak orang. "Permainan dimulai," ucap gadis misterius itu lalu tertawa rendah.

"Alejandro!" panggilnya nyaring, lalu seorang pria berperawakan besar dengan otot-otot yang tercetak jelas dilengan jas nya datang.

"Ya, Nona Jasmine?" tanya Alejandro.

Gadis yang dipanggil Jasmine itu menatap tajam pada Alejandro, kening Alejandro berkerut. "Uhmm, Nona Lily?" tanya Alejandro lagi, tatapan tajam masih menghujaninya.

"Nona Michelle?"

"Uhh, nona Athena?" lagi, tatapan tajam itu semakin tajam. Kening Alejandro semakin berkerut, siapakah gadis yang ada di hadapannya ini? Kepribadian yang mana lagi?

"Bawa pria tua itu!" titah 'Jasmine'. Alejandro mengangguk patuh, ia berjalan ke luar ruangan lalu menyeret seorang pria paruh baya.

"Nona, ini Andreas Bayley." kata Alejandro, 'Jasmine' sama sekali tak menoleh. Matanya tetap mengawasi gadis yang masih berlari.

"Lima, empat, tiga, dua..., satu." ia mengambil pistolnya kemudian menembakkannya ke kaki si gadis.

Suara tembakan dan jeritan mebuat heboh orang-orang di sekitar. Mereka segera menolong si gadis, dering telepon si gadis membuat susana hening.

Ia segera mengangkatnya, "apa maumu?!" jerit si gadis sambil menangis.

"Ouch, kau menangis? Kau gagal, sayang. Sekarang lihatlah pertunjukkan," suara 'Jasmine' terdengar dingin. Ia menarik Andreas--ayah si gadis-- lalu membuka jendela, "lihat ke atas." suruh 'Jasmine', semua orang yang berada di bawah mendongak ke atas karena gadis itu me-loudspeaker percakapan ditelepon.

'Jasmine' berdiri dengan anggun, ia mengenakan tudung untuk menutupi kepalanya. Angin membuat jubahnya berkibar pelan. 'Jasmine' menarik tangan Andreas naik ke pembatas jendela, gadis itu berteriak menyerukan ayahnya.

"Alejandro, kemarikan pedangku." pinta 'Jasmine', Alejandro mengambilkan pedang perak milik 'Jasmine'. Terlihat sangat tajam, dan berat.

"Ayah!" jerit si gadis, orang-orang mulai berkumpul, para polisi juga mengepung gedung tempat 'Jasmine' dan kelompoknya berada.

Dengan suara yang disamarkan, 'Jasmine' berbicara menggunakan mikrofon.
"Satu langkah kalian mendekat, kalian akan mati. Tidakkah kalian dengar timer bom?" tanya 'Jasmine' puas.

Kerumunan di bawah mendadak diam, mata mereka membulat saat mendengar suara timer bom dari bawah meja.
"Hati-hati! Harap menjauh dari sini sejauh mungkin!" teriak seorang polisi.

"Lihat ini," ucap 'Jasmine', ia mengarahkan pedangnya ke leher Andreas yang sedang memohon agar diampuni.

"Jangan sakiti ayahku! Kumohon!" teriak gadis itu memelas.

"Maafkan aku 'Jasmine', aku tidak akan mengulangi kesalahanku lagi. Aku akan menghapus jejakku dengan benar, ampuni aku Akilina," mohon Andreas.

"Ohh Andreas, i'm not Jasmine. Dan aku menolak permohonanmu. Kau telah membohongi sekaligus menghianatiku, jadi kau harus menerima akibatnya." kata 'Jasmine' datar, Andreas menatap puterinya dengan sendu.

"Ada kata-kata terakhir?" tanya 'Jasmine', Andreas mengguk, 'Jasmine' mendekatkan mikrofon ke depan mulut Andreas.

"Megan, maafkan aku. Aku tak bisa menjadi ayah yang baik untukmu. Aku akan pergi, jadilah anak yang baik, selamat tinggal." ucap Andreas sambil menangis. Setelah itu, 'Jasmine' menarik pedangnya kemudian memenggal kepala Andreas yang langsung jatuh ke bawah kemudian menggelinding jauh.

"Aaaaaaaaaaaaaa!" jerit Megan, 'Jasmine' tersenyum puas di balik topengnya. Ia memberikan pedangnya pada Alejandro kemudian mengambil revolver dari balik jubahnya.

"Sekarang, giliranmu." 'Jasmine' menembak kepala Megan berulang kali, darah segar mengalir dari dahi Megan yang kini terdapat 4 lubang peluru. Jeritan orang-orang di sekitar membuat suasana semakin riuh, 'Jasmine' berjalan menjauhi jendela.

"Bereskan bangkai pria tua itu," suruh 'Jasmine' pada David, anak buahnya.

David mengangguk, ia berjalan ke arah mayat Andreas, kemudian menyeretnya.
Di bawah, terjadi baku tembak antara polisi dan anak buah 'Jasmine'. 'Jasmine' berdecak saat melihat para polisi itu, "pergilah, sebelum nyawa kalian yang pergi." usir 'Jasmine'.

"Menyerahlah Black Rose! Kau sudah berbuat jauh!" teriak salah satu polisi, 'Jasmine' berdecih sinis, menyerah? Satu kata yang sama sekali tak ada dalam kamus hidup seorang Black Rose.

"Baiklah, kalian yang menginginkannya." dengan itu, 'Jasmine' menembaki para polisi dengan pistol dikedua tangannya. 'Jasmine' berjalan angkuh melewati mayat para polisi itu, ia menarik salah satu anak buahnya yang terluka.

"Ayo pergi!" seru 'Jasmine', anggota BD--Butterfly Devil-- serentak mengangguk, mereka membantu anggota lain yang terluka. Lalu masuk ke dalam mobil masing-masing dan pergi dengan bebas. Polisi-polisi yang menunggu di luar untuk menangkap 'Jasmine' dan anggotanya. Namun mereka tak berhasil, karena 'Jasmine' melemparkan tabung berisi klorofom ke arah mereka yang membuat para polisi itu pingsan karena terbius oleh klorofom.

"Nona Jasmine? Bagaimana dengan luka anda?" tanya Alejandro khawatir, 'Jasmine' membuka topengnya kemudian tersenyum tipis. Ia membuka jubahnya, tampak dua lubang di lengan dan bahunya.

"Bukan masalah, tak terasa sakit." jawab 'Jasmine'.

Mata birunya menatap datar pada Alejandro, ia kembali mengenakan jubahnya kemudian menutup wajahnya dengan topeng. "Dan satu lagi, aku bukan Jasmine." tambah gadis itu.

Alejandro semakin kebingungan, gadis di sampingnya memiliki 5 alter ego, dan yang ia kenal hanya Athena, Lily, dan Michelle. Dua alter egonya yang lain belum ia kenal, karena mereka sangat jarang muncul.
"Simpan saja pertanyaanmu, aku tak akan menjawab siapa diriku." kata 'Jasmine' dingin.

Mata birunya berkilat ungu terang, lalu ia terkekeh. "Setelah barusan ia muncul, kini aku yang muncul. Hai Aleejah!" sapa 'Jasmine' riang. Alejandro tersenyum kaku, jujur saja ia tak mengenal dua kepribadian Jasmine yang lain. Lalu bagaimana ia harus bersikap?

"Ah-ha, kau belum mengenalku, namaku Kr--" ucapannya terhenti saat mobil yang mereka kendarai ditabrak oleh mobil lain.

"Ada apa?" tanyanya bingung.

David--yang menyupir mobil-- menoleh, "seseorang menabrak mobil kita Nona," jawabnya gugup.

"Ahh, biar aku turun sebentar." kata gadis itu, ia turun dari mobil kemudian menghampiri mobil si penabrak.

Ia mengetuk kaca mobil si penabrak, "excuse me, kau menabrak mobilku. Bisa kau turun sebentar?" tanyanya dengan senyuman. Si penabrak turun, ia menatap 'Jasmine' sejenak, 'Jasmine' mendelik saat melihat si penabrak.

"Joe?!" desisnya panik, pria bernama Jhonas itu ikut terkejut melihat 'Jasmine'. Nama aslinya adalah Grantley Jhonas Devlejh, orang sering memanggilnya Grant. Hanya satu orang yang memanggilnya Joe, gadis di hadapannya.

"Kau-- Kr...-" ucapannya terhenti saat 'Jasmine' menendang perutnya. 'Jasmine' segera berlari masuk ke dalam mobilnya.

"Jalankan mobilnya, David!" seru 'Jasmine'. Dengan cepat David menginjak pedal gas, 'Jasmine' menghela napas lega. "Aku tak suka saat pria itu menyebut namaku!" gerutu 'Jasmine'. Alejandro terdiam, suasana sangat canggung.

"Oh ya Alejandro, nanti kau persiapkan satu kelinci wanita untukku jadikan makan malam Rilley, yaa." ucap 'Jasmine', Alejandro mengangguk. Gadis itu tertidur setelah menyampaikan pesan pada Alejandro.

Tak lama mobil sampai di Penthouse milik 'Jasmine', 'Jasmine' terbangun. Kali ini ada yang berbeda dengan ekspresinya.
"Apakah ada yang muncul?" tanyanya, Alejandro menoleh, mengamati wajah 'Jasmine'.

"Ahh kau sudah kembali nona Jasmine, yaa tadi ada dua yang muncul. Yang pertama aku tak tahu siapa, namun yang kedua memiliki nama berawalan 'Kr'." jawab Alejandro. Jasmine mendesis, kedua kepribadian yang sangat ia benci muncul.

Masalahnya adalah, mereka bukan kepribadian manis seperti yang lainnya. Mereka sangat mengerikan, jika pembunuhan yang mereka lakukan tergolong seperti pembunuhan yang sering Jasmine lakukan, maka itu adalah awal dari sebuah pembantaian masal.

Kesimpulannya adalah..., akan terjadi teror dan pembantaian.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience