BAB 1

Drama Completed 371

Aku pulang semula ke dalam ruag memori itu, Ketika itu aku berusia lapan tahun dan saat itu Nenek mengajakku pergi ke kebun pada suatu sore yang diparam kabut tipis. Nenek menyunggi palasa1 berisi nasi jagung berlauk potongan leher ayam, aneka jajan kampung dan sebungkus kembang. Kami melewati jalan setapak yang meliuk-liuk dan berkerikil, menanjak dan turun, yang di kanan-kirinya ditumbuhi barisan ilalang dengan kembang putih halus menggesek-gesek betis. Kadang aku memetik kembang itu lalu menggesekkannya ke wajah kerana kelembutannya di betis membuatku serasa ketagihan. Beberapa saat kemudian kucampakkan kembang itu. Tangan kananku kembali meraih setangkai yang bersanggul putih lebat. Tapi nenek melarangku memetik kembang itu lagi.

“Cukup dua tangkai saja. Jangan kaupetik lagi ya!. Ilalang itu juga punya rasa yang sama dengan manusia. Jika kembangnya diambil secara berlebihan. Ia akan menangis,” ucap nenek di belakangku, diiringi bunyi sandal jepitnya yang menggasak daun-daun kering. Aku menoleh.
“Memangnya kenapa jika ilalang menangis, Nek?” tanyaku polos. Nenek menghentikan langkah dan merajut senyum lembut di bibirnya.
“Jika ilalang menangis, ia akan mengadu kepada ibunya.”
“Siapa ibunya, Nek?”
“Ibunya adalah bumi ini. Jika bumi ini marah maka ia akan murka. Kita akan diserang banjir, longsor, tsunami dan bencana lain. Apa kamu mau?”
Aku tak menjawab pertanyaan nenek. Membalikkan badan, dan melanjutkan perjalanan. Kugenggam erat dua tangkai kembang ilalang yang ada di tanganku. Aku tak ingin memetik kembang ilalang secara berlebihan, takut ia menangis lalu mengadu kepada ibunya, aku takut jika ibunya, bumi ini murka, aku tak ingin diterjang banjir, longsor atau tsunami seperti orang-orang yang disiarkan di layar televisi.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience