BAB 9

Drama Completed 371

Orang ramai berkerumun memenuhi ladang nenek siang itu. Suara tangis pecah meneluh udara. Matahari mematung di atas kepala. Aku yang dibonceng Apit —jiran sebelah—turun dari motor dengan tubuh gemetar dan jantung berdetak kencang. Kaki yang tak sempat memakai sandal, menapaki rumput seperti tanpa energi. Aku sangat terkejut ketika mendengar kematian nenek beberapa saat yang lalu saat Apit menjemputku di rumah.
Apit mengapit tubuhku melintasi kerumunan orang awam . Air mataku tumpah, dadaku terasa diiris berbilah-bilah pisau saat melihat nenek terbujur tak bernyawa di tengah-tengah kerumunan itu. Ada banyak luka dan memar di bahagian tubuhnya seperti bekas dianiaya. Tapi wajah nenek tampak cerah dan bibirnya menampakkan senyum yang indah. Nenek seperti sangat bahagia dalam matinya.

Aku memeluk tubuh nenek untuk yang terakhir kalinya. Saat telingaku beradai di atas bahagian perutnya , dari dalam perut itu, aku mendengar ada suara daun-daun ditiup angin, diiringi bait-bait zikir.

Rumah IbelFilza, 04.03.19
Wadah yang terbuat dari anyaman bambu.
Ritual memohon datangnya hujan, dengan cara menari-nari. Seorang pembaca mantra berada di tengah-tengah penari yang membentuk lingkaran, sedang para penari meniru suara binatang dan suara alam lainnya.
Sebuah mantra berbahasa Madura, artinya “sirna punahlah segala penyakit, lenyap pulanglah jadi daun kering”.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience