Setelah Andreawan berangkat dengan mobilnya, segera Karina menghubungi Yanto yang sudah tahu rahasia pernikahannya dengan Andreawan.
"Ya, Non," sahut Yanto cepat.
"Sekarang berangkat ke Cafe Bougenvile, jangan sampai terlambat," perintah Karina.
"Ya, Non, siap!"
Karina tersenyum sendiri. Perjalanan ke Cafe Bougenvile memerlukan waktu tiga puluh menit kalau tak macet. Jika jalanan padat merayap bisa satu jaman
Masih ada waktu untuk makan makan malam. Segera Karina menuju ke ruang makan. Perutnya sudah keroncongan sejak masih ada Andreawan di kamar.
Di Cafe Bougenville.
Yanto yang sudah dipesankan tempat tak jauh dari kursi pesanan Andreawan sudah sampai. Ia tak sendiri, tapi mengajak Tini. Mereka kangsung saja duduk dan mempersiapkan semua yang dibutuhkan.
Yanto harus merekam adegan Andreawan dan Hardi. Lalu secara live mengirimkan pada Karina.
Pelayan datang mengantarkan pesanan yang telah dipesankan oleh Karina.
"Selamat malam Bapak dan Ibu,"
"Selamat malam," balas Tini sedangkan Yanto sibuk memasang head set ke kedua kupingnya untuk komunikasi dengan Karina.
"Cukup itu saja, Pak, Bu?" Si pelayan lelaki menatap dengan sikap santun pada Yanto dan Tini bergantian.
"Cukup, Mas," angguk Tini.
"Baik kalau perlu sesuatu tinggal pencet bel saja, Pak, " ujar pelayan ramah.
"Baik terima kasih," ujar Tini
Pelayan berlalu.
Yanto memandang pada pesanan yang terhidang Di atas meja.Ia menelan luda melihat sepiring besar kepiting saos. Mie goreng, Nasi putih dua, serta pudding dan anggur merah yang ditata pada wadah yang cantik.
"Wow Malam ini kita seperti orang kaya," seru Yanto.
Tini mengerutkan alisnya mendengar suara Yanto agak lantang, hingga beberapa orang berpaling kearah mereka.
Yanto merasa heran melihat beberapa orang menatapnya.
"Itu buka dulu," ujar Tini.
"Apa,?!" Lagi suara Yanto cukup keras terdengar.
Tini langsung berdiri dan menarik head set yang di telinga Yanto yang terhubung ke ponselnya yang dipegang lelaki itu.
"Suara Mas Yanto itu lho, buat orang noleh ke sini!" Mendelik Tini dengan suara pelan.
Yanto tersenyum kecil dan menoleh ke kanan dan ke kiri dengan malu malu.
Dari pintu muncul Andreawan berjalan menuju ke meja yang telah di pesannya.
"Target masuk," suara Yanto berbisik, "Ayo pura pura makan, eh maksudku kita makan makanan ini sambil live, supaya nggak curiga kita terus ajah makan," sambil bersuara Yanto berusaha mengatur posisi ponselnya kearah Andreawan.
"Ya udah aku yang makan Mas Yanto yang rekaman, yo," ujar Tini tak mau menunggu langsung saja mendekatkan piring besar yang berisi kepiting saos tiram.
Yanto mendekatkan mulutnya minta disuapi Tini, "Suapi dong kan Mamas lagi tugas," ujarnya manja pads Tini.
"Huh ogah ..." cuek Tini menikmati kepiting sendirian.
Yanto yang sibuk dengan ponselnya pura pura mengancam.
"Nggak masalah sih, lihat ajah aku laporkan pada Non Karin ..."
Tini terkejut, "Ya deh, ayo sini aku suapi," ujarnya langsung menyendokkan kepiting ke mulut Yanto.
"Oke gitu, dong," segera Yanto menghubungi Karin yang sudah menunggu di kamar.
Andreawan duduk menghadap ke pintu. Pelayan datang membawa dua minuman botol air mineral disertai dua cangkir Capucino di letakkan di depan Andreawan dan di depan kursi kosong di hadapan lelaki itu.
"Ada yang lain, Tuan?" Santun sikap si pelayan pada Andreawan.
"Untuk sementara cukup," ujar Andreawan.
Yanto sudah terhubung dengan Karina.
"Non bisa nyampein gambarnya, ya?" Hampir berbisik Yanto mengirim suaranya pada Karin.
Karin senyum senyum melihat video Andreawan yang dikirim secara langsung oleh Yanto.
"Jelas, oke juga kamu, Nto," dan perhatian Karina pada Andreawan yang tampak gelisah menunggu. "Rasain kamu, Dre, tegang nungguin aku, kan? Makanya nggak usah sombong,"
"Bakat jadi cameraman, Non," nyengir Yanto, menoleh pada Tini memberi kode supaya disuapi.
Tini menyuapi Yanto lagi. Lalu menyuap untuk dirinya.
"Itu saya lihat Pak Hardi sudah datang, Non,"
"Oke pusatkan pada Andreawan ponselnya saat Pak Hardi sudah di depan dia,"
"Baik, Non," lalu Yanto menoleh pada Tini yang kini mulai mencicipi mie goreng ayam.
"Oke," lalu Tini menyuapi Yanto.
Yanto lalu fokus pada kedatangan Hardi kearah tempat Andreawan duduk dengan muka kadang tegang kadang berseri seri.
Hardi sudah sampai di hadapan Andreawan yang masih duduk itu.
Tini mau menyuapi Yanto, tapi si Yanto malah menolak."Tunggu ini adegan yang harus bagus nggak boleh jatuh camera dari sosok Tuan Andreawan," ujarnya fokus pada gambar di ponselnya.
"Selamat malam," ujar Hardi ramah.
"Selamat malam," balas Andreawan berdiri menatap Hardi.
"Jelas ya, Non?" Yanto khawatir gambar yang dikirim pada majikannya kurang bagus.
"Jelas, bagus gambarnya," ujar Karina memandang ke layar ponselnya tak berkedip."Ayo Pak Hadi cepat perkenalan dirimu ..."
"Bapak siapa, ya?" Andreawan merasa heran memandang sosok lelaki yang sudah tak muda lagi itu.
Hardi mengulurkan tangannya. Andreawan menerima uluran tangan Hardi.
"Saya Hardi perwakilan dari Pt. Jaya Sakti Anugrah. Bapak adalah Pak Andreawan Dari Pt. Herlambang?"
"Ya saya Andreawan dari PT. Herlambang," ujar Andreawan menarik tangannya dari tangan Hardi."Silahkan duduk," lanjut Herlambang yang belum mengerti arti kedatangan Hardi itu.
"Terima kasih, Pak," kemudian Hardi duduk di kursi yang telah disediakan.
"Maaf, Pak Andreawan saya dikirim Ibu Karin memenuhi undangan Bapak, karena beliau masih harus menerima tamu lain di kantor," jelas Hardi.
Dug
Hati Andreawan langsung down. Mukanya yang sejak tadi tak sabar menunggu kedatangannya Karina si pimpinan Jaya Sakti Anugrah, langsung berubah kecewa.
Karina melihat jelas Kekecewaan itu tergambar di muka lelaki yang menikahinya demi warisan itu.
"Rasain kamu Andreawan, makanya jangan sombong sama aku walau aku bukan type gadis pilihanku, tapi Aku juga bisa tampil sesuai selera hatiku." Dumel Karina sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Ibu Karin titip salam dan Rasa terima kasih yang dalam pada perhatian Anda, Pak," ujar Hardi sesuai dengan apa yang dipesan Karina.
"Sama sama, Pak, namanya juga sesama pengusaha jadi harus saling mendukung," walau hati kecewa dan menggerutu dalam hati atas ketidak datangan Karina, namun Andreawan berusaha menunjukkan keperduliannya.
Kenapa jadi diwakilkan, sih, apa dia nggak tahu apa kalau aku ini sangat perhatian?
Huh hilang kesempatan pertama untuk bertemu langsung dengan perempuan yang mirip Karin.
Hardi batuk batuk menyadarkan Andreawan yang sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Oh maaf, mari silahkan diminum, Pak, atau kalau tidak cocok bisa pesan yang lain," ujar Andreawan agak gugup.
"Tak apa ini saja," lalu Hardi mengangkat cangkir capucinonya.
"Kita pesan yang lain, mau pesan apa, Pak?" Andreawan walau kecewa tapi harus tetap menunjukkan perhatian pada tamunya. Ia tak boleh mengecewakan anak buah Karina dari Jaya Sakti Anugrah.
"Cukup, Pak, tak usah repot repot, Karena satu jam lagi saya harus ikut rapat perusahaan yang juga merupakan perwakilan dan Ibu Karin,"
"Oh ya tak apa apa, Pak, salam saja Sama Ibu Karin," ujar Andreawan yang harus bisa menahan keinginannya untuk bertemu dengan perempuan yang nama dan wajahnya mirip istri pilihan neneknya.
Karina senyum senyum. "Satu satu, ya, Andreawan. Kamu sudah menyepelekanku, aku telah membalasmu."
Karina sangat senang dengan permainannya ini. Ia bisa melihat kecewa yang dalam pada sinar mata Andreawan yang sudah sangat bersemangat ingin bertemu dengan sosok dirinya lewat sosok Karina Bagaskara.
"Tunggu Bapak Andreawan Herlambang Ibu Karina Bagaskara pimpinan Jaya Sakti Anugrah akan segera tampil di hadapanmu!"
Share this novel