Karina Bagaskara sedang bersama Hardi dan Lina, serta Hasan kepala Marketing berserta Tito wakilnya.
Makmur Sejati mengajukan kerjasama dengan nominal biaya yang masuk diakal, bahkan cenderung royal. Lalu Darma Yuda Corporation pun sangat menginginkan bisa digandeng oleh Jaya Sakti Anugrah untuk pembangunan proyek perumahan rakyat, yang mendapat dukungan dari Pemerintah.
Yang paling menarik perhatian Karina adalah pengiriman pengajuan dari Herlambang yang dimotori Andreawan suaminya.
Herlambang bukan saja mengajukan pembiyaan besar. Tapi juga siap untuk mendukung proyek Jaya Sakti Anugrah lainnya.
"Wah semua penawaran keren, kita sungguh sangat mendapat pengharapan dalam dunia bisnis. " Ujar Hardi.
"Ya ini suatu anugerah yang patut kita syukuri," berkaca kaca Mata Karina, seandainya orang tuaku masih Ada, bisik hatinya.
"Kemunculanmu di media sebagai pimpinan baru membawa angin Segar, Rin," ujar Lina setengah berbisik pada Karina yang duduk di sebelahnya.
Karina tersenyum, "Mungkin ini yang dinamakan rejeki bersama," balas Karina.
Karina memandang pada semua yang terlibat dalam rapat penentuan partner dalam proyek perdana, namun kelanjutan dari proyek lama yang berlanjut, terhenti sampai pada tanda jadi pembebasan lahan.
"Semua memberi keuntungan bagi Jaya Sakti Anugrah," angguk Hasan.
"Ya," sambung Tito mendukung atasannya
"Tapi dari semua pengajuan saya condong pada Herlambang," lanjut Hasan memandang Karina.
"Oh jelas, bos yang royal bisa kita buat patner seterusnya," rupanya Lina juga condong pada pengajuan Herlambang, "Pt. Herlambang itu kan memiliki beberapa cabang, sangat cukup dalam pendanaan, datang mengajukan diri untuk jadi rekanan, kenapa harus ditolak. Ini kesempatan bagus," lanjutnya bersemangat.
"Pak Hardi?" Karina menatap Hardi.
"Ya setuju dengan perusahaannya Pak Andreawan," mengangguk Hardi, "Jelas kita diuntungkan dari segi pendanaan yang diajukan Herlambang, sehingga kita bisa berhemat untuk membiayai proyek selanjutnya selama pihak Bank belum nego dengan calon pembeli,"
Secara pengeluaran perusahaan memang lebih berhemat bila kerja sama proyek dilaksanakan bersama Pt. Herlambang. Apalagi mengingat Pt. Jaya Sakti Anugrah difakumkan satu tahun, jelas memerlukan modal tambahan.
Karina sangat setuju dengan mereka yang masih setia dengan Jaya Sakti Anugrah. Bahwa Herlambanglah yang paling cocok saat ini untuk diterima.
Apa yang diuraikan Hardi bahwa jika Pt. Herlambang yang diterima memungkinkan perusahaan yang baru akan bergerak itu, bisa lebih menghemat dana yang Ada untuk cadangan proyek selanjutnya.
Karina masih diam belum memberi reaksi. Rasanya ia harus ekstra hati hati jika harus menerima kerjasama dengan pihak Andreawan.
Inginnya menolak untuk menghindari pertemuan pertemuan selanjutnya dengan suaminya itu.
Tapi ia harus realita bahwa tawaran Andreawan memang bisa meringankan Jaya Sakti Anugrah, dan dengan masuknya dana Pt. Herlambang bisa membuat rekening perusahaan dipersiapkan untuk proyek selanjutnya, seperti yang diuraikan Hardi.
"Ah kamu ternyata beruntung Andreawan, tapi jangan berharap bisa bertemu denganku sesuka hatimu!" Gumam hati Karina yang memang tak akan seseorang mungkin muncul di hadapan Andreawan dalam kerja samarnya itu.
Lina menatap Karina, dengan dikirimnya Hardi untuk menerima undangan pimpinan Herlambang, ia merasa kalau bosnya itu kurang merespon Andreawan. Ada apa, ya, padahal kan bagus untuk kelanjutan kerjasama perusahaan.
"Baiklah akan saya putuskan tentang siapa yang akan menjadi patner kita dalam perjalanan proyek ini. Saya memutuskan berdasarkan perjalanan proyek perusahaan Jaya Sakti Anugrah."
Rasanya berat untuk menyebut nama perusahaan Andreawan sebagai patner kerja Sama mereka.
"Baiklah, saya mendukung suara kalian semua yang mencintai Jaya Sakti Anugrah," ujar Karina tanpa menyebut ptnya Andreawan sebagai pemenang dari pencarian patner.
"Alhamdulillah akhirnya kita akan bekerjasama dengan perusahaan besar itu," ujar Hasan sangat senang.
"Ya sebuah kehormatan bagi kita Pt. Herlambang menangkap undangan kerja sama yang kita lepas ke pasaran kemarin," tersenyum Hardi. Ia merasa tenang jika perusahaan yang sudah lima belas tahun memberinya ruang gerak menuangkan pendapat, dan pikirannya itu, memiliki patner sekuat Herlambang.
"Baiklah," lalu Karina menatap Hardi, "Pak Hardi tolong dibuatkan surat jawaban pada Pt. Herlambang."
"Ya Mbak Karin segera saya buat, " lalu Hardi menatap Lina,"Mbak Lina bantu saya buat redaksinya,"
"Baik, Pak," angguk Lina.
"Pak Hasan segera garis besar secara global dibuat pembiayaannya, dirundingkan dengan Pak Hardi," ujar Karina pada Hasan.
"Baik, Mbak," angguk Hasan.
"Jadi kita kembali ke ruang kerja masing masing, terima kasih, selamat bekerja," ujar Karina langsung berdiri.
"Siap," anggguk Lina.
Karina melangkah memasuki ruangannya, dan rupanya sejak tadi Lina memperhatikan sikap Karina.
"Bos,"
"Hem," Karina duduk di kursi.
"Kayaknya kamu kurang gitu suka deh menyambut Pt. Herlambang, emang ada masalah?"
"Ah itu kan menurut kacamatamu," ujar Karina membuka map yang berisi gambar yang pernah dibukanya tahun lalu.
"Ya memang ini menurut kacamataku, kalau aku nggak punya suami sudah kudekati si Andreawan itu, eh, kamu malah ngirim Pak Hardi semalam, emang dia nggak Ada artinya a untukmu?"
Karina hanya memandang Karina sekilas, lalu memeriksa gambar proyek yang terhenti.
"Rin,"
"Ya,"
"Ini tolong diperbarui gambarnya, tugasmu untuk menerangan pada bos Herlambang," ujar Karina pada teman kuliahnya sewaktu sama sama fakultas arsitektur itu.
"Siap," angguk Lina.
"Yaudah Sana kerjakan,"
"Oke,"
"Huh," sengaja Karina minta Lina segera meninggalkannya, ia tak mau sahabatnya itu menculik ulik tentang Andreawan.
*
"Jadi Bos Jaya Sakti tak datang menemuimu?!" Rehan duduk di hadapan Andreawan.
"Diwakili orang kepercayaan Pak Hardi, katanya sih Ibu Karina Bagaskara sedang rapat yang bisa ditinggal," nada suara Andreawan tampak kecewa.
"Kecewa nih, kelihatannya?" Goda Rehan.
"Emang gitu, ya?" Andreawan terkejut, wow kalau gitu aku terobsesi dong dengan sibKarin Bagaskara itu, tapi aku kan sudah menikah?
"Kelihatan, sih, hati hati naksir," tertawa kecil Rehan.
"Tapi kayaknya kalau serius, sih, aku nggak janji," ujar Andreawan asal berucap.
Rehan tertarik mendengar celetukan Andreawan, "Heh diterima belum tentu, malah niat mau mempermainkan Bu Karin, gitu?"
Andreawan hanya menatap Rehan tanpa suara.
"Ah sulit kujelaskan," ujar Andreawan yang merahasiakan tentang pernikahannya dengan Karina.
"Nggak usah dijelaskan sekarang, nih ada Surat dari Jaya Sakti," segera Rehan yang sudah memegan print out Surat yang dikirim Jaya Sakti Anugrah via email.
Andreawan tersenyum saat tahu pengajuan untuk menjadi patner Jaya Sakti dalam proyek pembangunan perumahan sederhana, diterima.
"Ini awal pertemuan dan pendekatan kali, ya," goda Rehan.
"Sudah siapkan semuanya Tanya jadwal pertemuan dan keperluan lainnya, jangan nebak nebak hatiku," ujar Andreawan tersenyum lebar.
Rehan berlalu keluar ruangan.
Andreawan tercenung. Bagaimana jika aku suka pada Karina Bagaskara? Sedangkan aku sudah beristri. Wah harus berhadapan dengan Nenek jika mengkhianati Karin istriku do rumah.
Belum apa apa Andreawan sudah berpikir jauh tentang ketertarikannya pada Karina Bagaskara calon patner kerjasamanya.
Bolehlah berkhayal, serunya merasa konyol akan bertemu dengan perempuan yang mirip istrinya, dan khawatir jatuh hati.
Share this novel