Karina pura pura sudah tidur saat Andreawan sudah pulang. Bahkan saat dengan kesal lelaki itu ganti baju di kamar mereka, Karina pun Pura Pura sudah nyenyak. Namun ia mengintip dari balik bantalnya.
Andreawan yang sudah berganti piyama tidur itu menghubungi Yanto orang kepercayaannya dengan ponselnya.
"Halo Bos," sahut Yanto dear seberang sana.
Sebelum menjawab Yanto sesaat Andreawan menoleh pada Karina untuk memastikan kalau perempuan itu sudah tertidur pulsa.
"Selidiki Karina Bagaskara dia mengerjaiku malam ini," setelah itu pembicaraan terputus, dan Andreawan melangkah keluar kamar.
Karina senyum sendiri. "Rasain kamu, makanya jangan mandang enteng aku, belum tahu siapa aku, ya?" Namun Karina tak lupa jika kembalinya semua aset milik orang tuanya itu atas ijin Tuhan. Semula ia tak memiliki firasat tentang kekayaan milik orang tuanya itu akan kembali, sehingga mengantarkannya untuk melupakan niatnya untuk tetap jadi perempuan rumahan saja.
"Aduh gawat juga Andre akan menyelidiki aku, harus super hati hati, nih," batin Karina.
Sedangkan Andreawan Di kamarnya merasa kesal Karena Karina tak datang sendiri, hanya mengirim orang kepercayaannya.
"Benarkah dia bukan mempermainkanku, tapi betul betul sibuk dengan rapat?" Andreawan bertanya Tanya dalam hati.
Tapi mungkin juga kan perusahaan dia baru bangkit, mungkin juga banyak yang harus dihadapi Karina selalu pimpinan baru. Andreawan mengambil positifnya saja.
(Yanto pagi pagi tambah biaya untuk pengajuan kerjasama kita pada program yang ditawarkan Pt. Jaya Sakti Anugrah)
Andreawan menatap foto Karina di layar ponselnya. "Hem, Karina aku tak akan mundur sampai kamu mau menemuiku!"
Seperti telah ditetapkan dalam kesepakatan baru dari peraturan baru pula oleh Andreawan pada Karina, bahwa jika lelaki itu sarapan ia harus menungguinya.
Pagi ini pun mereka sarapan pagi bersama di teras kamar utama yang ditempati Karina seorang diri.
Ponsel Karina berbunyi. Karina panik dari Hardi orang kepercayaan papanya yang kini telah menjadi orang kepercayaannya.
"Gimana ini dijawab di sini nanti bisa ketahuan kalau Aku Karina Bagaskara," batinnya.
"Kok nggak diangkat?" Andreawan menatap Karina sekilas, lalu sibuk dengan potongan pisang mentega yang matang di dalam open buatan Rumi.
"Baiklah," segera Karina bergegas masuk ke kamar.
"Hei," seru Andreawan, tapi Karina sudah tak perduli.
"Ya, Pak Halo ..."
"Pt. Sejati Makmur sudah mengirimkan pengakuan kerjasama dengan rincian. biaya yang jelas," lapor Hardi.
"Wah bagus itu,"
"Ada tiga perusahaan yang menawarkan kerjasama, DarmaYuda Corporation, lalu Pt. Herlambang, wow Bosnya semalam ramah, Mbak Karin,"
"PT Herlambang?!" Terkejut Karina, rupanya Andreawan tak melewatkan tawaran kerjasama untuk proyek pertamanya membangun sebuah perumahan rakyat di sebuah perkampungan di kuat Jakarta, yang dulu terputus pekerjaannya karena perusahaan ayahnya dinyatakan pailit.
Untuk membangun seribu perumahan sederhana, dengan fasilitas sekolah dan padat serta ruko itu, ia memang membuka peluang untuk mencari partner kerja sama. Dengan berpatner menurut perempuan lulusan arsitek serta Ekonomi, yang masa perusahaan dipimpin papanya dirinya terjun langsung sebagai penanggung jawab desain bangunan proyek papanya itu, adalah bisa menyambungkan silaturahmi perusahaan Jaya Sakti Anugrah yang fakum setahun dengan perusahaan lainnya.
"Herlambang mengajukan biaya melebihi yang diajukan Darma Yuda, serta Sejati Makmur, Mbak Karin." Ujar Hardi melengkapi laporannya.
Karina menoleh ke pintu kamar yang berhubungan dengan teras, khawatir Andreawan bisa mendengar obrolannya dengan Hardi.
"Oke, Pak, kita saring nanti dan kita rapatkan di kantor," ujar Karina ingin menyudahi percakapannya.
"Baik, Mbak Karin,"
"Terima kasih, Pak," segera Karina kembali ke teras dimana Andreawan menyudahi sarapan paginya.
"Sekarang ada peraturan baru untuk disepakati," ujar lelaki itu saat Karina duduk dan meneruskan menikmati pisang menteganya.
"Peraturan apa lagi, kok setiap hari ada peraturan baru?" Karina menatap Andreawan dengan tatap protes.
"Aku kepala rumah tangganya di sini, jadi aku yang memutuskan peraturan," ujar Andreawan suka hatinya sendiri.
"Kamu tuh harusnya jangan menikah kalau masih labil gini," ujar Karina tanpa menatap Andreawan karena sibuk dengan suapan pisang menteganya.
Andreawan langsung emosi mendengar Karina menyebutnya labil.
"Heh kalau aku labil nggak mungkin bisa menjalankan perusahaan!"
"Tapi dalam menentukan pilihan istri masih labil, harusnya kamu itu nolak jika belum mau menikah," santai Karina menghabiskan potongan terakhir pisang menteganya.
"Menikahimu itu keharusan, mengerti?!" Andreawan menatap Karina lekat.
Tapi Karina langsung berpaling, ia khawatir kalau lelaki dua puluh tujuh tahun itu menemukan kemiripan sangat antara dirinya dengan Karina Bagaskara yang tampilannya modi's itu.
"Heh, jika Aku memandangmu jangan pernah berpaling," ujar Andreawan.
"Suka suka aku," balas Karina.
Andreawan meneguk kopi susu rasa jahe yang tinggal sedikit.
"Oh ya hampir lupa, soal peraturan baru atau tambahan kesepakatan," ujar Andreawan setelah meletakkan cangkir kopinya.
"Tunggu aku ambil catatan dulu," segera Karina masuk ke kamarnya dan tak lama lagi keluar membawa buku yang khusus mencatat peraturan yang jadi kesepakatannya Bersama Andreawan.
"Ayo lanjutan!" Seru Karina membuat angka tambahan."Aku mencatat setiap peraturanmu yang kudu Aku sepakat,"
"Bagus itu," ujar Andreawan tersenyum.
"Dan kamu jangan kesenangan dulu, karena Aku harus tahu dulu peraturan macam apa yang akan kamu katakan sekarang, kalau masuk akal aku terima, kalau nggak, ya, maaf aku tolak!" Karina terlihat tegas.
"Aku kepala rumah tangganya di sini,"
"Ayo katakanlah, biar kutatat,"
"Baiklah, ini masalah menerima telepon. Jika kamu dapat telepon selagi kita duduk berdua harus menjawab telepon di depanku!"
"Sudah?"
"Cukup,"
"Kalau aku tak mau?"
"Ini peraturan dariku,"
"Karena kamu kepala rumah tangga?"
"Betul, kamu tahu itu," angguk Andreawan.
"Karena kamu kepala rumah tangganya?"
"Ya, karena aku kepala rumah tangganya memang," ujar Andreawan merasa menang.
",Tapi ingat pernikahan kita ini dipimpin oleh kepala rumah tanggal yang tak sehat," ujar Karina tak perduli apakah Andreawan tersinggung apa tidak,"Dan aku juga nggak tahu apakah bisa bertahan di dalam rumah tangga kayak gini ..."
"Maksudmu?!" Andreawan terkejut, wah gawat kalau Karina pergi dari rumah pasti Nenek marah,"
"Jadi aku ini bukan boneka harap kamu catat, dan aku nggak bangga dan merasa kesenangan dinikahi kamu," biar saja tahu rasa dia, jangan hanya dua doang yang ngasih peraturan. Huh mentang mentang aku kayak gadis bodoh, dikira mau nurut Sama dia seterusnya.
Andreawan tercengang menatap Karina. Ternyata diam diam dia pemberani juga, ya, kirain walau diapain diam.
"Sarapan pagi sudah cukup," ujar Karina karena ia juga ingin segera ke rumah pribadinya untuk persiapan ke kantormu.
"Masalah peraturanmu barusan sudah berlalu, ya," ujar Andreawan.
"Berlalu selama Aku Ada Di rumah ini," ujar Karina.
"Dan kamu memang akan ada di rumah ini seterusnya," balas Andreawan cuek seakan ia bisa berkuasa seterusnya pada perempuan yang terpaksa dinikahinya itu.
Karina terkejut menatap Andreawan.
Tapi Andreawan berdiri kemudian berjalan meninggalkan Karina tanpa suara
Share this novel