Chapter 1 Terpaksa Menikahi Gadis Bukan Pilihannya

Romance Series 1488

"Jangan keburu senang menjadi istriku, banyak kesepakatan yang harus kamu taati!" Tanpa perasaan Andreawan berbisik di telinga Karina sesaat setelah ijab Kabul.

"Aku akan membuatmu menyesal laki laki congkak!" balas Karina tapi hanya dalam hati.

Nenek Ira Herlambang mencium cucu dan cucu mantunya. Raut mukanya sangat bahagia.

"Yang penting sah dulu, nanti kita pikirkan waktu Dan tempat untuk resepsinya," ujar Nenek Ira Herlambang tadi.

Andreawan hanya mengangguk tanpa suara.

"Karin," panggil perempuan yang masih tampak segar dan cantik dalam usianya tujuh puluh lima tahun itu. 

"Ya, Nek," sahut Karina menatap Nenek mertuanya.

"Nenek titip Andre, ya, urus dia, masak yang enak, ya," tangan Nenek Ira Herlambang meraih tangan  Karin, menggenggam ya erat. Ttampak tatapannya penuh sayang pada perempuan yang baru melepas masa gadisnya di ususnya dua puluh empat tahun.

"Ya, Nek," angguk Karin yang mengenakan kebaya brokat warna krem Tua, dipadu dengan kain songkey. Tentu saja kebaya dan songketnya kekuatan butik termahal. Kalung berlian pemberian nenek Ira melingkar di leher jenjangnya. Ditambah sepasang giwang bermata berlian menambah anggun penampilannya.

Diam diam Andreawan mengakui jika gadis sederhana yang bukan levelnya itu lumayan cantik juga dalam balutan barang mahal. Tapi ia tak mau menyimpan pujian itu di hatinya. Yang ada hanya Rasa kesal pada gadis yang dianggapnya telah merampas kemerdekaanmya sebagai bujangan.

Percakapan nenek dan perempuan yang sudah sah jadi istrinya pun, hanya membuat telinganya panas. 

"Andre sayang,"

"Ya, Nek,"

"Sayangi Karin, dia sudah sah menjadi milikmu dan engkau pun telah menjadi miliknya. Jangan sekali kali menyakiti hatinya, karena menyakiti hati Karin, sama saja menyakiti hati Nenek,"

"Ya, Nek," angguk Andreawan, "Huh gawat nenekku ini sayang banget, sih, sama si Karina ini, tapi hanya diucapkan dalam hati saja.

"Karin jangan segan untuk melapor ke Nenek kalau Andreawan menyakiti hatinya,"

Karina tersenyum. Andre pura pura tak mendengar 

Kini Andre menyetir sendiri mobilnya meninggalkan rumah neneknya setelah ijab kabul dengan Karina yang hanya dilakukan di hadapan neneknya, serta asisten rumah tangga bernama Sri sebagai salah satu saksi serta petugas dari Kantor Urusan  Agama setempat.

"Huh pelet apa, sih, yang dikasih ke nenekku, sampai segitunya sayang sama kamu?!" Dumel Andreawan, tapi hanya dalam hati.

Andreawan kembali ke istana yang berada di Jakarta. Di sebelahnya duduk Karina yang sejak tadi membisu karena tak diajak bicara oleh Andreawan.

Gadis yang tampak sederhana itu kini sudah resmi menyandang gelar Nyonya Andreawan Berkembang. Cucu Salah satu orang terkaya di Jakarta.  Herlambang yang sudah tiada adalah pemilik perusahaan pelayaran, serta belasan perusahaan lainnya.

Andreawan adalah cucu tunggal dari anak tunggal Herlambang Restu Herlambang. Restu kecelakaan pesawat bersama istrinya saat Andreawan masih berumur satu tahun. Maka Herlambang yang meninggal lima tahun lalu mewariskan seluruh kekayaannya pada cucu tunggalnya. Namun begitu Herlambang dan istrinya sepakat untuk menjodohkan Andreawan dengan Karina cucu dari kerabat mereka. Kalau tidak seluruh warisan akan jatuh pada Karina.

Nenek Ira sejak suaminya meninggal lima tahun lalu memilih untuk menepi ke pinggir Kota didampingi Sri asisten rumah tangganya yang setia.

"Huh kamu punya ilmu apa, sih, sampai Kakek dan nenekku tergila gila mengambilnya cucu menantu, sih?!" Dumel Andreawan menoleh sekilas pada perempuan yang baru saja satu jam lalu dinikahinya.

Karina tak perlu menjawab, Karena pertanyaan suaminya itu ia anggap tak bermutu, dan tak benar.

"Kamu tuli, ya?!" Suara Andreawan agak meninggi.

"Aku belum tuli," ujar Karina tampak tenang.

Andreawan menoleh pada perempuan muda yang rambutnya hanya diikat seadanya itu.

"Kalau nggak tuli dijawab dong, jangan mentang mentang disayang Nenek jadi sok sama aku, ya," kesal Andreawan.

"Karena pertanyaannya tak tepat, jadi aku nggak punya jawabannya," kalem Karina bersuara.

"Heh kamu pintar juga, ya, atau licik?!" Makin kesal Andreawan pada Karina yang dianggapnya tak menunjukkan rasa takutnya itu.

"Aku bukan kedua dari pertanyaanmu," tenang tak goyah oleh sikap Andreawan.

Andreawan kesal pada Karina, maka dia lebih memilih diam saja. Menyetir mobil sampai ke rumahnya.

Mereka disambut tiga asisten rumah tanggah. Rumi yang biasa dipanggil Bik Rumi berumur empat puluh lima tahun. Sudah sepuluh tahun bekerja di rumah itu, tepatnya selagi suami istri Herlambang masih menempati rumah besar dan mewah itu. 

Eti dua puluh Lima tahun sudah bekerja pada Andreawan tujuh tahun, masih keponakan Rumi, istri dari Amat sopir Andreawan.

Atun tiga puluh tahun bekerja baru Lima tahun, bertugas di bagian exterior rumah, alias menjaga kebersihan Taman, kolam renang dan halam rumah yang luas itu.

"Selamat datang di kediaman Tuan Andreawan, Nyonya," sambut Rumi membungkukkan sedikit badannya pada Karina sebagai penghormatan.

"Terima kasih, Bik," Karina pun bersikap sopan pada asisten rumah tangga suaminya, yang berarti asisten rumah tangganya juga.

"Selamat datang Nyonya," kini giliran Eti maju mendekat pada Karina, membungkuk pada Nyonya Andreawan.

"Terima kasih,"

"Saya Eti yang bertugas di dalam rumah, jika Nyonya membutuhkan saya segera saya datang,"

Karina mengangguk.

Atun maju dan Sama dengan yang lain membungkuk pada Karina.

"Saya Arun yang bertanggung jawab pada kebersihan di luar rumah,"

"Ya," angguk Karina.

Berlari Amat yang baru saja datang mencuci salah satu mobil tuanya.

"Selamat datang Nyonya saya Amat sopir keluarga di sini, siap mengantar  Nyonya bepergian,"

"Ya terima kasih," tersenyum Karina.

"Sudah?!" Seru Andreawan yang sudah tak sabar melihat penyambutan keempat asistennya itu.

Segera Rumi, Eti Dan Atun serta Amat berjejer, "Selamat menempuh hidup baru Tuan Andreawan Herlambang dan Nyonya ..." bersamaan mereka bagai koor paduan suara yang sudah terlatih.

"Sudah sudah ..." Segera Andreawan masuk ke dalam rumahnya.

Rumi dan Eti mengambil tas pakaian milik Nyonya baru mereka lalu menuju ke kamar utama diikuti Karin. Sedangkan Andreawan sudah tak nampak.

"Di sini kamar Nyonya, sebelum istirahat saya sudah membuat Juice dan kue," ujar Rumi menunjuk ke atas meja dimana ada sofa panjang do sudut kamar yang berukuran besar dan mewah itu.

"Maaf Nyonya kami tidak membuat penyambutan apa pun, Karena dilarang Tuan," ujar Eti.

"Tak mengapa," tersenyum Karina.

"Kami mau mempersiapkan makan malam, mungkin Nyonya mau dibuatkan spesial kesukaan Nyonya?" Rumi menatap Karina, ia memang bertanggung jawab di dapur, alias juru masak, masakannya cocok di lidah Andreawan, maklum ia memang pernah menjadi Kiki restaurant sebelum bekerja pada keluarga Herlambang.

"Apa saja yang biasa dimasak untuk suamiku itu pasti aku suka," ujar Karina.

Mereka semua keluar dari kamar untuk melakukan tugas masing masing. Tentu saja mereka heran melihat Karina yang begitu sederhana sebagai istri  bos besar pewaris kekayaan Herlambang. Mulanya mereka mengira pasti istri majikan mereka adalah seorang perempuan mewah dan sedikit angkuh selain cantik, seperti yang sering mereka lihat di sinetron.

Tapi walau Karina tak berpenampilan mewah, bahkan condong biasa seperti orang kebanyakan, diam diam mereka mengakui kalau Karina cantik alami, tak bisa dipandang. Dan yang terpenting Nyonya mereka terlihat baik.

,"Ada kesepakatan yang harus kita sepakat dulu!" Tiba tiba muncul Andreawan menatap Karina dengan tatap kesal campur marah.

Bersambung

, ,,

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience