PROLOGUE

Crime Series 225

The Ambition
Prologue
----------------------------------------

Surabaya 1964

Entah apa yang membuat hari itu berbeda dari biasanya. Orang-orang meninggalkan kegiatannya sejenak untuk menengadahkan kepala menghadap langit yang cerah saat itu. Mereka tak melihat apapun selain burung-burung yang beradu kecepatan di siang bolong. Namun ada suara aneh yang terus mengganggu aktivitas semua orang. Bahkan suara itu lebih meyeramkan dari suara lebah Apis Mellifera.

Suara itu semakin jelas seakan-akan menghampiri mereka dan munculah puluhan benda asing yang bergerak cepat membelah langit Surabaya. Panik menjulur ke berbagai sudut kota. "Opo iku?!" tanya seseorang dengan salah satu telapak tangannya menaungi mata. "Inggris... Inggris...!" kata seseorang di sebelahnya. Beberapa orang juga mengira pesawat inggris datang kembali mengawali perang baru setelah kejadian di bulan November beberapa tahun sebelumnya.

••••

Markas Angkatan Udara (AURI)
Surabaya, Indonesia

"Lapor, ada pesawat tak dikenal memasuki perbatasan." Kata seorang tentara Satuan Radar TNI AU. Seorang Mayor mengernyitkan dahi melihat radar yang berada di tengah-tengah ruangan. Puluhan titik merah diantara satu dua titik kuning pada radar AURI menandakan pesawat asing memasuki wilayah Indonesia.

"Berapa kecepatannya? Kalau dilihat–lihat ini cepat sekali."

"Kecepatan sekitar 2.5 Mach."

Mayor terdiam memikirkan rencana. "Pesawatnya terlalu cepat. Kita tunggu dulu sampai mereka melapor ke kita." Mayor dan beberapa petugas sedikit menenangkan diri agar tidak membuat kegaduhan ke publik.

Malam hari suara aneh itu terus mengusik ketenangan penduduk. Suaranya seperti roh lain yang memaksa masuk ke dalam tubuh seseorang. "Sudah hampir seminggu mereka riwa-riwi gak jelas. Siapkan pesawat MiG-21." Mayor sedikit geram melihat pesawat–pesawat asing itu terus bergentayangan.

"Pesawat tempur siap." Kata salah satu pilot. Matahari terbit menandakan misi pengejaran dimulai. Satu dua pesawat melaju dengan kencang meninggalkan bekas hitam di runway saat take off berlangsung. Langitnya tenang seolah-olah mereka mencari sesuatu yang tidak pernah ada. "Target tidak terlihat." Mereka mengamati keadaan sekitar. Yang terlihat hanyalah kota yang masih tumbuh mempertahankan kedaulatan negara disaat daerah lain sedang membentuk negara federasi baru.

"Itu! Dari arah timur."

"Negatif. Dari sini target tidak terlihat."

Tidak lama kemudian, dari kejauhan terlihat beberapa pesawat asing itu melaju cepat menuju ke arah mereka. Warnanya keemasan dan mengkilat memantulkan apapun yang ada di sekitarnya. Sayapnya lebih besar daripada badannya dan menempel di bawah kanan kiri seperti bulan sabit yang jika disatukan akan membentuk lingkaran. Hampir tidak mirip dengan pesawat saat ini. "Awas!" Puluhan pesawat itu bermanufer dan menghindari dua pesawat TNI dengan cepat. Mereka mengikuti dari belakang namun tak bisa mengimbangi kecepatan pesawat asing itu. "Tembak!" seru salah satu pilot. Tembakan dilontarkan ke puluhan benda itu tapi tak satupun yang kena.

"Target menghilang." Kata salah satu tentara AURI. "Tetap awasi, jangan sampai mereka datang lagi. Kita tidak bisa menetapkan itu pesawat siapa. Bisa saja pesawat baru Inggris yang ada di kapal induk Victorious. Kita tunggu saja." Mayor menghembuskan nafas panjang.

••••

Di Suatu Tempat
Surabaya, Indonesia

Pintu belakangnya membuka ke serong atas kanan dan kiri. Cahaya ruangan beberapa pesawat itu menerangi tempat gelap yang mereka singgahi. Anak tangga keluar satu per satu menuju tanah membentuk seperti tulang punggung yang besar. Dua orang keluar dari pesawat itu. Kegelapan menutupi wujud asli mereka yang sedang menodongkan senjata ke arah kanan dan kiri untuk memastikan keadaan. Salah satu dari mereka berkata sesuatu ke dalam. Bahasanya tidak bisa dimengerti. Bahkan pakaiannya pun tidak seperti pakaian saat itu. Seseorang dengan pakaian yang berbeda keluar. Posturnya lebih besar dua kali lipat dari orang sebelumnya. Saat keluar dia melayang turun tanpa memijak tangga yang sudah disediakan tadi. "Ahh... Bumi yang sama dunia yang berbeda." Jubahnya menyentuh tanah. Kedua tangannya meregang ke samping tanda kepuasaannya mendarat ke bumi.

"Jangan senang dulu. Kau ingat kan mereka menembaki kita tadi?" Kata seseorang di dalam komunikasi.

"Oh.. hoho.. Mereka hanya manusia biasa. Bahkan mereka yang diteliti oleh para Zeta tidak ditemukan adanya ancaman. Mereka pun hanya mengandalkan mesin biasa untuk dijadikan senjata."

"Setidaknya tetaplah waspada. Sudah berapa sirkuit kita berganti-ganti tempat tanpa ada hasil."

Dia menoleh ke belakang memberi komando. Sekilas wajahnya terkena cahaya pesawat sehingga terlihatlah muka garang dari orang itu. Disamping mata kanannya terdapat luka sayatan yang mungkin tak akan hilang seumur hidup. Pasukannya berbaris mengikuti pemimpin itu. Pakaian mereka berubah menjadi lebih sederhana dari sebelumnya. Sedangkan pemimpin bertubuh besar tadi mengecil menjadi ukuran tubuh orang biasa, hanya posturnya sedikit lebih tinggi. Pesawat kecil keluar dari pesawat induk mendampingi pencarian mereka.

••••

Di beberapa sudut kota di saat semua orang sudah terlelap, beberapa langkah kaki menggema mengalahkan kesunyian malam. Mereka terbagi menjadi beberapa regu memeriksa tempat-tempat yang dicurigai. Orang-orang pun tidak tahu jika mereka bukan TNI yang sedang berpatroli.

"My Lord, kami menemukannya."

Langkah kaki yang berat memasuki ruang depan rumah kediaman seseorang. Orang itu berkepala botak dan berkulit putih sedang berlutut dengan tangan terikat dibelakang didampingi dua penjaga yang kemudian berpindah tempat setelah Lord itu mendekat. Pakaiannya terbuat dari metal. Sedikit futuristik, namun terdapat ukiran–ukiran kuno yang tidak pernah ada sebelumnya.

"Apa yang kau inginkan?" Suaranya lemah termakan usia.

"Aku tak menyangka jika kau menjadi tua seperti ini, Adolf." Sang Lord melihat sekeliling ruangan. "Kenapa pemimpin besar sepertimu memilih kehidupan yang seperti ini di usia tua? Apa karena kalah perang? Ataukah... tongkat itu tak memberimu kekuatan lagi?"

"Aku tak membawa tongkat itu, aku bersumpah."

"Lalu dimana tongkat itu?"

Adolf terdiam kaku. Tak sedetikpun matanya berkedip menatap seseorang bertubuh besar itu. Dia tak percaya jika hari yang dia takutkan benar-benar terjadi. Kekalahan yang menimpanya di Jerman saat itu, dia tidak melarikan diri dari tentara Amerika dan sekutunya. Namun dia melarikan diri dari ancaman si pemilik tongkat keramat karena menggunakannya untuk menguasai dunia.

"Apa kau tahu keturunan selanjutnya?" Adolf sedikit menggelengkan kepala.

"Lalu beritahu aku kenapa tongkat itu bisa berada di tanganmu!"

"Ehh... saat Belanda menjajah tempat ini, Inggris datang dan tinggal beberapa tahun untuk mencari tongkat itu karena percaya dengan sebuah legenda yang mereka buat sendiri. Mereka tak bisa dipercaya jadi aku harus mengambilnya. Aku membentuk tim untuk mencuri tongkat itu dan perang pun dimulai dari Polandia."

Sang Lord mengangkat tangan kanannya menghadap ke Adolf. "Kau dan teman–teman mu benar–benar tidak menghormati tongkat itu!" Dia menggerakkan jarinya.

"Tolong jangan bunuh aku. Aku terobsesi menjadi seperti kalian. Seperti bangsa Arya yang mendewakan kalian. Apa aku salah dengan itu?"

Sang Lord menurunkan tangannya. "Waktumu untuk hidup kurang beberapa tahun lagi. Jadi nikmatilah sebelum waktunya tiba." Sang Lord membalikkan badan dan berjalan ke luar rumah. "Geledah rumah itu!"

©2019 Mizuno
The Ambition

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience