Chapter 4: Mitochondria Malfunction (Part II)

Crime Series 225

Mitochondria Malfunction
Part II
----------------------------------------

Gardens by The Bay, Singapore
Beberapa Hari Setelah Insiden

Keadaannya tetap ramai dengan wisatawan yang datang ke tempat itu mengingat kejadian waktu itu sudah menyebar di media seluruh dunia. Sepertinya mereka tidak terlalu terganggu dengan beberapa polisi yang keluar masuk. Di sisi barat tempat itu terlihat beberapa petugas kebersihan masih menyemprot darah yang mengering di sudut–sudut jalan mulai dari bangunan yang menjadi area steril dimana petugas kepolisian melakukan olah TKP. Disana beberapa orang dengan pakaian serba putih berlalu lalang membawa barang–barang dan beberapa koper silver yang berisikan bukti dan sample. Lalu di depan pintu bangunan itu seseorang dengan pakaian yang sama masuk ke dalam. Saat memasuki ruang utama, dia melihat polisi sedang berbicara dengan pegawai. Yang lainnya mencatat barang–barang yang kemudian dibawa keluar oleh mereka. Dia masuk ke salah satu koridor lalu ke elevator. Sesampainya di lantai dasar, dia berjalan melewati penjaga yang terus melihatinya. Badan penjaga itu gemuk dan berwajah sinis.
“Permisi, sir. Tolong tunjukkan identitas anda.” Kata penjaga itu.

Dia merogoh–rogoh sakunya lalu menunjukkan kartu identitasnya dengan cepat sehingga penjaga itu hanya melihatnya sekilas.

“Tolong jangan menghabiskan waktu kerjaku. Permisi.” Katanya dengan tegas.

Dia berjalan menuju sebuah ruangan dimana darah masih menempel di sudut–sudut lantai. Tepat di depan pintu, dia melihat satu tabung besar yang berlubang. Ada yang sengaja memecahkan tabungnya. Di sisi kanan terdapat satu tempat tidur dan beberapa mesin dengan tabung–tabung kecil di atasnya. Dia mengira–ngira jika tempat ini digunakan lebih daripada sebuah eksperimen. Tapi kenapa pemuda itu masih bisa hidup? Pikirnya. Di sisi lain terdapat sebuah meja yang terletak tepat di sebelah tabung tadi. Ada garis kotak yang membekas di meja itu dan di bawahnya terdapat beberapa kabel yang sepertinya ditarik paksa. Dia pun keluar dan menghampiri penjaga tadi.

“Hei, boleh aku lihat daftar barangnya?”
Petugas itu memberikan catatannya. Dia mencari daftar komputer atau nama yang hampir mirip tapi tidak ketemu.

“Dimana mereka menyimpan harddrive-nya?”

“Harddrive apa?”

Dia memandang tak percaya terhadap petugas itu. Kemudian dengan cepat dia memukul wajah si petugas sampai jatuh.

“Beritahu aku CPU-nya dimana?” Tanya orang itu sambil menarik kerah si petugas.

Petugas itu menoleh ke sekitar elevator dan dia pun melihatnya juga. Lalu petugas itu dipukulnya sampai pingsan. Dia menaruh petugas itu ke kursi dan menindih wajahnya dengan buku catatan tadi. Sampai di depan elevator dia melepaskan hoodie dan maskernya, tampaklah wajah yang lumayan serius dari orang keturunan asia itu. Dia melihat sekeliling elevator mencari sesuatu. Tepat disamping kanan pintu elevator, terdapat dinding yang permukaannya sedikit masuk ke dalam membentuk garis persegi panjang. Dia merabanya sambil mencari tombol atau apapun itu untuk memperlihatkan sesuatu di baliknya. Pasti ada pintu masuk. Dia meraba tombol elevator itu yang ternyata bisa dibuka ke samping. Lalu muncul beberapa sinar laser biru yang berjajar ke bawah membentuk telapak tangan. Dia pun menoleh–noleh mencari seseorang yang telapak tangannya bisa membukakan pintu rahasia ini. Kemudian tanpa ragu dia menghampiri petugas tadi dan mengeluarkan benda seperti ponsel lalu memindai kedua tangan petugas itu. Setelah itu dia kembali ke kotak sensor itu dan memindainya. Sesaat kemudian permukaan dinding berubah membentuk pori–pori yang membesar lalu hilang sehingga terpampang jelas pintu berbahan aluminium yang menyembunyikan sesuatu dibaliknya. Dia pun membukanya.

Ruangannya penuh dengan organ–organ aneh di dalam tabung yang berukuran sedang. Di tengah–tengahnya terdapat layar besar yang menunjukkan spesifikasi beberapa bagian tubuh yang bermutasi. Lalu terdapat sebuah video yang menunjukkan tubuh manusia dimana bagian tubuhnya yang hilang akan tumbuh kembali dengan bahan metal. Cyborgian Body Part. Apa ini? Tatapannya tetap menghadap ke video itu. Video itu memperlihatkan bagian tubuh metal yang dijelaskan jika bahan materialnya terbuat dari mikrobiologi. Tiba–tiba terdengar suara yang menandakan seseorang akan masuk. Dia pun bersembunyi di balik rak pojok sebelah layar. Setelah pintu terbuka, seseorang berpakaian laboratorium masuk membawa koper silver. Orang itu mengambil beberapa buku dan catatan secara tergesah–gesah. Dia pun segera keluar sambil menodongkan pistol ke arah professor itu.

“Berhenti disana!” Katanya. Sontak professor itu menoleh ke belakangnya sambil mengangkat tangan.

“Siapa kau dan apa ini sebenarnya?”

“Aa… aku hanya seorang profesor. Aku dipekerjakan untuk meneliti gen seseorang.”

“Mmm… aku tahu kau adalah salah satu profesor yang bekerja di WHO. Siapa yang mendanai semua ini? Apakah ini?” Katanya sambil menunjukkan kertas bertuliskan Bio Titans.

“Mereka mempekerjakanku untuk membuat tubuh yang melebihi manusia biasa.”

Dia melihat ke video untuk menunjukkan sesuatu. “Apakah tubuh yang dinamakan Cyborgian ini?”

“Ya, itu sebuah mikrobiologi. Kami menyebutnya neoplasmatik, didesain untuk menumbuhkan bagian tubuh tertentu akibat amputasi atau semacamnya.”

“Siapa yang memimpin semua ini? Dan hubungannya dengan pemuda yang kalian bawa?”

Profesor itu tertawa tapi masih dalam ketakutan. “Kau hanya orang awam yang tak tahu apapun dan tak mungkin bisa menandinginya. Mereka membuat pasukan… ya tuhan, aku akan mati jika mengatakannya.”

“Cepat jelaskan!”

“Mereka membuat pasukan dari para tentara yang gugur di seluruh dunia. Semua makam pahlawan di bumi ini hanyalah batu nisan semata. Dan pemuda itu, darah, hormon, bahkan tulang sumsumnya pun berguna untuk penelitian kami. Jika dia tidak melarikan diri pasti kami sudah bisa melahirkan Dewa sejati yang baru.”

“Dan Cyborgian Interfaces adalah tempat pemulihannya?”

“Ya! Bentuknya seperti kepompong berbahan latex. Setelah diberi God Serum, mereka dimasukkan ke dalamnya untuk masa penghidupan agar keluar menjadi sesuatu yang baru dan sempurna.”

“Apa itu God Serum?”

“Aku tak akan mengatakan semuanya padamu…” Kata profesor itu. Pria itu tiba–tiba menembak sisi kiri kepala si profesor untuk menggertak.

“God Serum adalah percampuran protein penghasil ATP dari darah pemuda itu dicampur dengan bakteri vibro sehingga tentara itu dapat hidup kembali. Hanya saja mereka tidak memiliki jiwa.”

“Ini terlalu banyak. Berikan dokumennya padaku. Semuanya.”

Profesor itu langsung menghampiri layar–layar kecil di bawah layar yang besar tadi. Dia menekan beberapa tombol di layar itu lalu mengetikkan sesuatu. Di layar yang lebih besar muncul tampilah pemindahan file sampai seratus persen lalu memberikan hard drive-nya ke pria asia itu. Dan pria itu berjalan mundur ke arah pintu.

“Entah apa yang kau lakukan.” Imbuh si profesor. “Kau akan mati di dalam rencanamu sendiri.”

Tiba–tiba profesor itu menekan tombol merah di sampingnya dan api menjalar ke berbagai sudut membakar semuanya. Pria itu dengan segera menekan tombol keluar dan melompat untuk menghindari ledakan.

“Saya dapat dokumennya.” Kata pria itu sedang berbicara lewat alat komunikasi. Sekarang kembali kesini. Kita kaji bersama–sama. “Terlalu lama pak. Nanti saya kabari lagi.” Jangan jadi… Dia mematikan komunikasinya lalu berlari keluar melewati pintu darurat.

••••

Marina Bay Sands, Singapore

Suasana malam di Singapura begitu ramai disertai gemerlap cahaya tahun baru. Pria itu sungguh tenang setelah apa yang dia lakukan di Gardens By The Bay. Dia memakai polo shirt, celana panjang dan sepatu casual setelah membuang baju steril tadi. Perahu yang dia kendarai sudah berada di dermaga dalam hotel yang begitu mewah. Setelah berada di kamarnya, dia segera membuka laptop dan menancapkan hard drive itu. Dengan santai dia menikmati pemandangan di luar jendela sambil menunggu dokumen itu selesai ter-enkripsi. Lalu dia menuju kamar mandi untuk membersihkan badan.

Setelah itu dia kembali melihat laptopnya yang mana terlihat beberapa pesan masuk. Bayu, sekarang kamu dimana? Kepala deputi masih menunggu kabarmu. Dia pun membalasnya serta menjelaskan dokumen yang ditemukannya tadi. File Encripted. Dia membuka satu per satu dokumen itu. Di dalamnya terdapat video yang menampilkan sebuah bangunan di atas bebatuan yang bersalju. Bangunan itu hanya berupa beton berukuran besar dan ada beberapa bagian yang berlapiskan besi. Dia melihat folder lain. Disana tertera sebuah peta dengan background yang keabu–abuan. Di kontur yang lebih tinggi terdapat titik merah yang kemudian ditekannya lalu muncul beberapa data. Data itu menunjukkan sebuah video dimana seorang pria telanjang keluar dan jatuh ke lantai dengan cairan kental yang keluar dari kepompong latex itu. Kaki kirinya yang berbahan metal menyatu dengan tubuhnya dan matanya mengeluarkan cahaya kebiruan. Cukup. Matikan rekamannya. Kata seorang profesor di dalam video. Dia melihat petanya lagi lalu mencocokkan koordinatnya dengan peta biasa. Ini di Tazmania.

••••

Australia

Pukul sepuluh malam, satu pesawat berjenis Boeing telah mendarat di Bandara Internasional Melbourne. Bayu, seorang agen rahasia BIN melanjutkan tugasnya untuk menyelidiki insiden yang terkait dengan nyawa seorang pemuda Indonesia. Dia tahu pemuda itu pasti melarikan diri ke tempat asalnya. Hanya saja dia ingin tahu lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi bahkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Pameran singkat yang dia lihat di laboratorium rahasia milik Bio Titans saat itu hanyalah sebagian kecil dari rencana yang sudah dibuat oleh mereka. Di area public pick-up, satu taksi berwarna kuning datang. Dia segera masuk ke dalamnya.

“Kita kemana, sir?”

“Bawa aku ke hotel terbaik yang kau ketahui. Aku tak ingin terlewatkan apapun di tempat ini.”

“Ya, sir.” Sang sopir segera menjalankan taksinya keluar dari bandara itu.

“Kerja keras, sir?” Lanjut sang sopir.

“Apa?”

“Anda terlihat lelah.”

“Oh ya. Untuk keluarga. You know.”

“Ya. Dunia segera berakhir. Lantas apa yang sudah kita berikan untuk kehidupan mereka.” Katanya sambil tersenyum lebar.

“Yup.” Jawab Bayu. Entah sopir itu mengatakan dunia akan berakhir dalam konteks seperti apa.

“Kita berada di Whiteman Street, sir. Ini yang terbaik yang saya ketahui.”

“Ya, aku bisa melihatnya. Terima kasih.”

Hotel itu menjulang tinggi di daerah pinggiran sungai dengan mall dan kasino di dalamnya. Bayu segera memasuki lobi hotel untuk memesan kamar.

“Bayu...” Seseorang memanggilnya. Dia pun mencari datangnya suara yang tak asing itu.

“Pak Soenaryo, anda datang buat gabung sama saya besok?” Sindirnya sambil tersenyum ke pria yang menjabat kepala deputi itu.

Pria itu sudah beruban namun masih terlihat modis dengan setelan jasnya. “Kamu satu–satunya agen terhebat saya. Tapi ingat dimana kedudukanmu sekarang. Saya tidak mau negara kita hancur gara–gara tindakan ceroboh dari salah satu orangku.”

Dengan segera Bayu mengajaknya menjauh dari keramaian.

“Lalu apa yang anda lakukan disini? Menangkapku? Anda gak mungkin melakukannya. Kenan sudah mati, hanya saya yang tersisa di deputi luar negeri.”

“Kenan terbunuh karena mempercayai misi kita. Dan…”
“Misi kita? Itu misi anda, pak. Disana zona perang. Itu misi bunuh diri. Bahkan gak dicatat di laporan.”

“Saya disini tidak untuk berdebat sama kamu. Besok Pak Presiden ke Sydney bertemu sama Perdana Menteri. Jadi saya peringatkan kamu untuk jangan bertindak ceroboh dan terlalu berlebihan.”

“Bapak kan tahu, mengamati sasaran bukan gaya saya. Dan ini levelnya lebih tinggi. Bahkan PBB pun gak tahu kalau organisasi ini berada tepat di depan hidung mereka.”

“Lalu apa? Kamu mau memberi tahu mereka langsung?”

“Lho bukannya anda yang terus–terusan minta informasinya?”

“Kita lakukan kajian dulu, Bayu. Kamu sendiri kan yang bilang levelnya lebih tinggi. Apa kamu mau hadapin ini sendiri tanpa back-up apa–apa? Sifat pragmatismu gak akan berguna buat nyelesaiin kasus seperti ini.”

“Intinya, saya lakuin ini sendiri. Lakuin apa yang harus bapak lakuin di pusat. Koordinasi sama Deputi V. Saya butuh alat baru.”

“Kamu ini bukan tentara. Iya dulunya.” Dia menghembuskan nafas panjang. “Ya sudah lakuin aja.” Lalu dia pergi menjauh. “Ingat, saya masih menjadi atasanmu.”

••••

Matahari masih belum muncul di kota terbesar kedua Australia. Dengan tubuh telanjang, bayu meninggalkan tempat tidurnya sebelum mencium punggung seorang wanita yang tidur di sebelahnya.

"Mau pergi?" Kata wanita itu.

"Ya. Aku harus bekerja."

"Kau cukup gentle untuk ukuran orang Asia."

Bayu hanya membalasnya dengan senyuman sambil merapikan barang–barangnya.

"Bisakah kau disini beberapa waktu lagi? Aku menikmatinya." Kata wanita itu. Bayu pun pergi membersihkan ke kamar mandi.

Dia keluar dari kamarnya membawa tas hitam. Pakaiannya yang serba hitam pula dia dapatkan dari lab Singapura. Hanya jaket tenunannya saja yang membuat dirinya tidak terlihat seperti tentara sungguhan.

"Apa ada titipan untuk saya?" Kata Bayu saat melewati meja resepsi. Wanita resepsionis itu mengeluarkan koper silver lalu dibawanya pergi.

Di dalam taksi dia membuka kopernya. Di dalamnya terdapat sabuk yang membentuk silang dengan benda berbahan karbon di tengah–tengah lalu dipakainya di punggung. Di pinggirnya terselip sarung tangan dengan motif yang futuristik dan satu lensa mata. Sementara si sopir hanya meliriknya melalui kaca. Setelah sampai di bandara domestik dia memberi tip ke sopir agar tidak memberi tahu dirinya kepada orang lain.

"Jadikan double." Kata sopir itu. Bayu pun terpaksa memberinya.

Di dalam bandara, dia dan beberapa orang dibawa oleh pesawat berukuran kecil menuju Cambridge Aerodome di Tasmania. Disana dia beserta rombongan menaiki pesawat tur untuk mengelilingi Taman Nasional bagian barat daya pulau Tasmania.

Matahari mulai muncul di belakang pesawat mereka menyinari hamparan pohon pinus dan mountain ash yang sudah terlalu tua untuk menghidupi sebagian umat manusia. Diantara deretan pegunungan itu, ada sesuatu yang berbeda dan sedikit mencolok. Tidak jauh dari pinggiran pantai, terdapat lapisan–lapisan batu yang menjulang tinggi membentuk bukit yang menonjol diantara pegunungan.

"Ingin berpetualang, prajurit?" Tanya salah satu wisatawan pria.

"Ya, sayang jika dilewatkan." Balasnya sambil tersenyum.

"Memang kebanyakan tentara yang sudah keluar tidak bisa meninggalkan dunia aslinya."

"Harus ada tantangan baru, bukan?"

"Jadi kau akan mendarat disini?"

"Ya. Sebentar lagi." Bayu melihat ke luar jendela.

Sesaat kemudian dia berjalan pelan–pelan menuju pintu pesawat. Pria tadi terus melihatnya heran diikuti para wisatawan lain yang melihatnya juga.

"Hei… apa yang kau lakukan? Pesawat belum mendarat." Seru pria itu.

"Terjun, seperti yang ku bilang tadi. Tolong geser sedikit, kesanalah." Kata Bayu kepada beberapa wisatawan lain. "Pilot, stabilkan posisimu."

Sang pilot sedikit kebingunan mendengar perkataan Bayu bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi di belakang. Para wisatawan segera menghindari pintu yang dibuka olehnya. Dan angin kencang pun masuk memporak porandakan semua yang ada di dalam. Bayu yang tidak terlalu perduli, menempatkan posisinya dalam keadaan duduk di pintu lalu menjatuhkan tubuhnya ke bawah. Tas hitam dia letakkan di depannya sehingga parasut bisa keluar dari benda karbon di punggungnya tadi. Lensa di mata kirinya sedang memindai lingkungan sekitar sehingga memperlihatkan detil dan beberapa data yang keluar. Ternyata benar bukit batu itu terlindungi oleh sesuatu. Lensa itu mendeteksi adanya perisai atau apapun itu menutupi sesuatu di baliknya untuk mengelabuhi orang yang ketika lewat. Di ketinggian 50 meter, tiba–tiba parasutnya masuk ke dalam. Bayu yang tidak siap untuk terjun bebas pun panik lalu membentur beberapa dahan pohon lalu jatuh ke tanah.

"Sialan!"

Sesaat kemudian dia bangkit lalu memindai kontur tanah dan jalan yang harus dilewatinya agar sampai ke bukit itu. Di dalam perjalanannya, suasana hutan itu semakin gelap. Bukan karena langitnya tapi karena pohon dan tanamannya semakin besar dan berhimpitan. Di sisi lain, dia yakin akan ada seseorang yang akan mencarinya karena sudah pasti aksi terjunnya diketahui oleh siapapun itu di dalam bukit batu tersebut.

"Sekarang aku di Wonderland versi kegelapan bersuhu sebelas derajat celcius."

Hutan hujan tropis di Australia hampir sama dengan di Indonesia. Hanya saja di musim panas ini suhunya lebih dingin. Dan tidak menghentikan para penghuni hutan untuk mencari mangsanya. Dari jarak beberapa ratus meter ada sesuatu sedang menuju ke arah Bayu. Tampilan menunjukkan ada beberapa titik merah yang sedang bergerak. Dia pun berjalan cepat memilih jalur lain untuk menghindari mereka.

Matahari sudah hampir meredupkan cahayanya. Dia menuju ke arah barat bukit batu itu untuk menghindari kontak. Dia juga sedang berpikir bagaimana untuk bisa masuk tanpa sepengetahuan. Terlalu konyol jika harus datang dan menyerang mereka langsung di hadapan mereka. Kejadian di Jordania bersama rekannya saat itu membuat Bayu berpikir beberapa kali saat mengambil keputusan. Kenan, salah satu agen terbaik BIN dan sahabat Bayu meninggal di perbatasan Israel Jordania karena menyelamatkan sebuah file rahasia pemerintah yang dicuri oleh agen CIA. File yang ternyata nantinya diserahkan ke pihak Barat.

Tiba–tiba beberapa cahaya laser merah keluar dari langit. Dengan segera Bayu menjauh beberapa puluh meter dari cahaya itu. Ternyata ada sebuah gelombang yang berasal dari atas bergerak bolak–balik seperti memindai wilayah di bawahnya. Object Unidentified. Lensa tidak bisa menentukan benda dibalik cahaya itu. Tehnologinya lebih maju. Apa ini? Bayu pun segera memanjat pohon yang lebih tinggi untuk melihatnya dengan jelas. Dia memerintahkan lensa untuk membesarkan tampilan yang dia lihat. Ada sesuatu yang samar sedang melayang di langit. Dia mengeluarkan alat pelontar lalu menembakkannya ke atas dimana terdapat sesuatu yang mencurigakan. Pelontar itu mengeluarlah tali fiber dan berhasil menancap ke benda terbang itu. Pelontar itu dia tancapkan ke pohon yang dia panjat. Kemudian dia memasang benda berbentuk pipih di kedua sepatunya.

"Semoga berfungsi."

Dia menekan tombol yang ada di alat pelontar sehingga tali itu mengeluarkan sinar plasma untuk dia pijak. Bayu mencoba berjalan pelan–pelan mengikuti tali plasma itu bagaikan melayang di udara. Dia harus menyeimbangkan posisinya karena benda terbang itu terus bergerak.

Dia pun sampai di permukaan benda itu. Tangannya yang memakai sarung tangan menempel ke permukaan benda yang dia perkirakan sangat besar. Pelontar tadi terlepas dari pohon dan dibawa kembali olehnya. Dia membalikkan tubuhnya sehingga kepalanya berada di bawah. Kemudian dia merayap ke bawah untuk mencari pintu atau lubang agar bisa masuk. Untungnya radiasi itu berasal dari sisi muka dan belakangnya sehingga bagian tengahnya cukup aman untuk dilewati. Disana terdapat pintu bundar lalu dia menarik tuasnya dan masuk.

@2019 Mizuno
The Ambition

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience